Minggu, 16 November 2025

Korupsi Jalan di Mandailing Natal

ICW Sebut Penyidik KPK Usulkan Periksa Bobby Nasution, Tapi Kasatgas Tak Berani

ICW mengungkap dugaan adanya kepala satuan tugas (Kasatgas) KPK yang takut untuk memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution. 

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
AKSI ICW — Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (14/11/2025). Mereka mendesak KPK periksa Bobby Nasution. 

"Nah, ini jangankan mengembangkan kasus, tapi untuk memeriksa Bobby saja tidak berani," sambung dia.

ICW menduga keterlibatan Bobby Nasution ada pada tahap perencanaan proyek. 

Menurut Zararah, KPK selama ini hanya menyentuh tahap pemilihan penyedia (lelang), padahal akar korupsi pengadaan barang dan jasa seringkali ada di perencanaan.

“Bobby itu terlibat pada tahap perencanaan, mengganti APBD Sumut sebanyak empat kali, untuk memasukkan proyek pembangunan ini," ungkapnya.

Padahal, lanjut Zararah, proyek tersebut sebelumnya tidak termasuk kebutuhan prioritas Provinsi Sumut dan tidak pernah ada di APBD.

"Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) menyatakan itu belum butuh pada tahun itu. Tapi kemudian Bobby masuk," ucapnya.

Kasus Korupsi Jalan di Sumut

Terungkapnya kasus korupsi jalan di Sumatera Utara berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 26 Juni 2025.

Saat itu, KPK mengungkap suap untuk memenangkan proyek jalan dengan nilai sedikitnya Rp 231,8 miliar. 

Dalam kasus tersebut KPK menetapkan lima tersangka di antaranya:

  1. Topan Obaja Ginting, selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara
  2. Rasuli Efendi Siregar, Kepala UPTD Gn Tua Dinas PUPR Sumut
  3. Heliyanto, PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
  4. M Akhirun Efendi Siregar, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup
  5. M Rayhan Dulasmi Piliang, Direktur PT Rona Na Mora 

Selain Topan, KPK telah menetapkan empat tersangka lain.

Dalam konstruksi perkara, KPK menduga Topan dijanjikan fee sebesar Rp 8 miliar dari total nilai proyek pembangunan dan preservasi jalan senilai sedikitnya Rp 231,8 miliar. 

Sementara itu, tersangka Akhirun dan Rayhan diduga telah menyiapkan uang tunai Rp 2 miliar yang akan dibagikan kepada para pejabat yang membantu memenangkan proyek mereka.

Atas perbuatannya, Akhirun dan Rayhan disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Saat ini Akhirun dan Rayhan sudah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Medan.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved