Jumat, 21 November 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Sidang Korupsi Minyak Pertamina, Terungkap Alur Pengadaan Sewa Kapal VLCC Olympic Luna

Eks Direktur Manajemen Risiko PT Pertamina International Shipping, Muhamad Resa mengungkapkan alur pengadaan kapal pengangkut minyak mentah.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
KORUPSI PERTAMINA PERSERO - Sidang perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025) malam. Jaksa hadirkan 4 orang saksi ke persidangan. 
Ringkasan Berita:
  • Setelah negosiasi harga penawaran naik hingga menyentuh angka 10,5 juta dolar AS
  • Pengiriman minyak mentah dari Nigeria menuju Cilacap terbagi dalam dua bagian besar
  • PT KPI menganggap harga kapal Suezmax mahal hingga akhirnya menyodorkan alternatif kapal VLCC

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Direktur Manajemen Risiko PT Pertamina International Shipping, Muhamad Resa mengungkapkan alur pengadaan kapal pengangkut minyak mentah dari Afrika ke Indonesia.

Dalam persidangan, Resa mengatakan pengadaan sewa kapal VLCC Olympic Luna mencapai 6,9 juta dolar AS untuk sekali angkut.

Hal itu terungkap saat Resa dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) 2018-2023 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025) malam.

Duduk sebagai terdakwa dalam kasus ini di antaranya:

  1. Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock And Produk Optimization PT Pertamina Internasional
  2. Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
  3. Agus Purwono selaku Vice President (VP) Feedstock
  4. Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa
  5. Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa
  6. Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Awalnya jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan soal pengetahuan Resa soal komunikasi permintaan dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) terkait pengadaan kapal untuk mengangkut minyak mentah dari Afrika Barat.

Baca juga: Eksepsi Riva Siahaan Cs Ditolak Hakim, Sidang Korupsi Minyak Mentah Lanjut ke Tahap Pembuktian

Menurut jaksa, PT KPI melakukan pelelangan untuk pengangkutan minyak mentah kurang dari satu juta barel dari Afrika ke Indonesia.

"Apakah pernah PT (Pertamina International Shipping) PIS menerima surat dari KPI terkait permintaan penawaran harga dari PIS untuk mengadakan kapal untuk minyak mentah tadi dari Afrika Barat ke Indonesia," tanya jaksa dalam persidangan.

Mendengar pertanyaan hakim, Resa mengatakan pengiriman minyak mentah dari Nigeria menuju Cilacap terbagi dua bagian besar. 

Menurut dia, pada 15 November 2022 PT KPI mengirimkan kepada pihak PT PIS untuk menyiapkan atau memberikan penawaran kapal dengan ukuran Suezmax.

Baca juga: Eksepsi Riva Siahaan Cs Ditolak Hakim, Sidang Korupsi Minyak Mentah Lanjut ke Tahap Pembuktian

"Jadi kalau gambaran besarnya tahap pertama itu tanggal 15 November sampai 7 Desember 2022. Dan setelah itu tanggal 7 Desember sampai 30 Desember 2022," jawab Resa.

Resa menerangkan tahap pertama pengadaan ukuran Suezmax harga pasarnya cukup tinggi.

Kemudian terjadi negosiasi dengan PT KPI hingga 7 Desember 2022.

Resa menerangkan pada tahap pertama pihaknya menawarkan 9,4 juta dolar AS (USD) untuk sekali pengangkutan.

Setelah terjadi negosiasi karena harga naik penawaran menyentuh angka 10,5 juta dolar AS.

"Malah lebih mahal. Fluktuatifnya karena kurs dolar atau karena pasarannya juga fluktuatif seperti itu," tanya jaksa.

Resa mengatakan akhirnya PT KPI meminta kapal lain yang lebih sesuai.

Resa menyebutkan atasannya saat adalah Arief Sukmara dan Yoki Firnadi.

"Kemudian apa tindak lanjut saudara ketika ada permintaan untuk menindaklanjuti totsa. Yang dimaksud kapal apa VLCC. Jadi ketika PT KPI menganggap harga Suezmax mahal kemudian ia menyodorkan alternatif kapal lain VLCC. Apa tindak lanjut dari PIS atas permohonan itu," tanya jaksa.

Resa mengatakan saat itu pihaknya meneruskan informasi tersebut kepada PIS Singapura.

"Oke berarti ada nilai muncul lagi 6,9 juta USD. Itu menggunakan kapal apa pak?" tanya jaksa.

"Disebutkan kapal Olimpic Luna," jawab Resa.

Kapal tersebut lebih besar dari permintaan kapal Suezmax dengan harga 6,9 juta USD. Namun disewa setengah bersama dengan pihak yang telah menyewa sebelumnya.

Rekayasa Ekspor Minyak

Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan modus para terdakwa melakukan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Perbuatan para terdakwa dilakukan dengan cara merekayasa ekspor dan impor minyak mentah, hingga pengadaan sewa kapal.

Adapun hal itu terungkap dalam surat dakwaan Agus Purwono, Dimas Werhaspati, Gading Ramadhan Joedo, Kerry Adrianto Riza, dan Yoki Firnandi.

"Sani Dinar Saifuddin, Dwi Sudarsono, dan Yoki Firnandi membuat dan menyetujui usulan penjualan ekspor MM Banyu Urip bagian Negara dan bagian PT Pertamina EP Cepu (PEPC) periode Semester 1 tahun 2021," kata jaksa Triana di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

Jaksa mengatakan penjualan itu dengan cara merekayasa seolah-olah minyak mentah produksi kilang Banyu Urip bagian Negara maupun bagian PEPC, tidak dapat diserap atau diolah kilang PT Pertamina, sehingga minyak mentah tersebut diekspor.

"Padahal pada saat yang bersamaan PT Pertamina/PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) melakukan impor minyak mentah dengan jenis yang sama dengan harga yang lebih mahal untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah dalam negeri," jelas jaksa.

Selain itu, para terdakwa juga melakukan penolakan terhadap tujuh penawaran atas minyak mentah bagian Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Alasannya harga yang ditawarkan tidak memenuhi nilai keekonomian.

"Padahal harga yang ditawarkan oleh KKKS lebih rendah dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS)," ungkap penuntut umum.

Lanjut jaksa minyak mentah bagian KKKS tersebut diekspor. Penolakan tersebut juga bertujuan agar ketersediaan minyak mentah domestik menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya.

"Sehingga PT KPI selaku subholding PT Pertamina mempunyai alasan untuk mengimpor minyak mentah dengan jenis yang sama meskipun dengan harga yang lebih mahal," imbuh jaksa.

Dengan diekspornya minyak mentah bagian negara dan bagian KKKS, PT Pertamina dan PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan kilang PT Pertamina.

"Para terdakwa melakukan pengadaan impor minyak mentah untuk kebutuhan kilang berbasis spot meskipun PT Pertamina telah memiliki data kebutuhan MM setiap tahunnya, sehingga harga pengadaan menjadi lebih mahal," tambah jaksa.

Kemudian para terdakwa mengatur pengadaan sewa kapal VLCC untuk pengangkutan minyak mentah dengan menghindari proses lelang terbuka.

"Sehingga menimbulkan kemahalan dalam pembayaran sewa kapal VLCC Olympic Luna dari PISPL kepada Sahara Energy International Pte. Ltd," jelas jaksa.

Di persidangan jaksa juga menyebut Terdakwa Kerry Adrianto Reza dan Riza Chalid melalui Gading Ramadhan selaku Direktur PT Tangki Merak menyampaikan penawaran kerjasama penyewaan Terminal BBM Merak.

Penawaran itu disampaikan kepada Hanung Budya Yuktyanta selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.

"Meskipun mengetahui Terminal BBM Merak tersebut bukan dimiliki PT Tangki Merak, tetapi Terminal BBM Merak tersebut milik PT Oiltanking Merak," kata jaksa.

"Terdakwa meminta Hanung memasukkan seluruh nilai aset milik PT Oiltanking Merak sebagai komponen dalam perhitungan biaya Thruput fee yang harus dibayar oleh PT. Pertamina," kata jaksa di persidangan 

"Dalam perjanjian Jasa penerimaan, penyimpanan dan penyerahan Bahan Bakar antara PT Pertamina dengan PT Oiltanking Merak, yang mengakibatkan biaya penyewaan Terminal BBM menjadi lebih mahal," ucapnya.

Akibat praktik lancung tersebut diperkirakan negara mengalami kerugian 9,860,514.31 dolar AS dan Rp 2,906,493,622,901.

Angka tersebut merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara sebesar 2,732,816,820.63 dolar AS dan Rp 25.439.881.674.368,30.

Selain itu terdapat juga kerugian perekonomian negara sebesar Rp 171 triliun yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut.

Serta ilegal gain Rp 2,6 miliar berupa keuntungan ilegal dari selisih harga impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri. Total kerugian negara seluruhnya mencapai Rp285 triliun.

Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved