Jumat, 21 November 2025

Khutbah Jumat 21 November 2025: Sikap Seorang Mukmin Jika Sedang Dibully

Teks khutbah Jumat 21 November 2025 yang mengingatkan umat Islam tentang pentingnya menjaga sikap ketika menghadapi ujian berupa tindakan bully.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
TEKS KHUTBAH JUMAT - Umat muslim melaksanakan Salat Sunnah di Masjid Istiqlal, Jakarta. Teks khutbah Jumat 21 November 2025 yang mengingatkan umat Islam tentang pentingnya menjaga sikap ketika menghadapi ujian berupa tindakan bully. 

Saya ambil sebuah contoh pergerakan Pangeran Diponegoro (Abdul Hamid Kuntowiryo) yang bergeriliya melawan penjajah selama kurang lebih enam tahun (1826-1830 M). 

Ia berpindah-pindah melawan penjajah bersama kelompoknya sendiri. Catatan saya pada tahun 2002, di sebuah dokumen tentang KH. Abdul Hamid Kuntowiryo, bahwa pasukannya terdiri dari 108 kiai, 31 di antara mereka sudah pernah haji, 15 orang dari kalangan habaib, 12 dari kalangan penghulu Yogjakarta, 4 dari kalangan tuan guru. Dan pertempuran yang mereka lakukan melawan penjajah itu adalah sebanyak 130 kali pertempuran. 

Sehingga pemerintah Belanda kalang kabut kehabisan dana, bahkan pemerintah Hindia Belanda terpaksa hutang ke bank dunia.

Sebuah musium tentang Pangeran Diponegor di Jawa Tengah menampilkan mushaf Al-Qur’an. Mengapa demikian? 

Sebab para pejuang dulu kemana-mana tidak luput dari membaca Al-Qur’an. Kemudian terdapat juga tasbih. 

Mengapa? Karena sejatinya Abdul Hamid adalah pimpinan tarekat Naqsyabandiyah Qadiriyyah. Sehingga kaum sufi pun untuk mengangkat senjata untuk menjaga negeri ini. Ketiga yakni kitab fathul qarib. 

Sebab beliau bermazhab Syafi’i yang dikenal sebagai mazhab paling tegas dalam membicarakan persoalan jihad fi sabilillah. 

Catatan di atas bukan untuk menunjukkan kegigihan para kiai, bukan untuk memamerkan perjuangan pesantren, melainkan itulah fakta sejarah. 

Tugas kita adalah untuk mencatat dan meneruskan perjuangan mereka dalam menjunjung tinggi kalimatullah.

Sekarang Allah rupanya mempunya cara sendiri untuk mengingatkan dunia, khususnya negeri ini agar melihat pesantren secara objektif. 

Bisa dibayangkan menjelang peringatan Hari Santri pondok pesantren mengalami framing, bulliying, dan cibiran. Pertama, bahwa framing yang diciptakan adalah memojokkan para kiai. 

Kedua, bahwa framing yang ditonjolkan adalah robohnya bangungan pesantren. 

Perkara bangunan rubuh dan tidak adalah sunnatullah. Artinya sebuah bangunan yang tidak dibina melalui kontruksi yang sesuai, maka sunnatullah yang berlaku adalah roboh. 

Kecuali ada sunnatullah lain seperti mukjizat dan karomah. Itulah sesungguhnya cara Tuhan untuk mengingatkan bangsa ini “ini loh pesantren”. Terlepas dari itu semua kita harus mengambil hikmahnya.

Al-Qur’an mengatakan bahwa lawmata la’im; kritikan atau cacian merupakan hal yang pasti dialami oleh mereka yang membaca kebenaran. 

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved