Sabtu, 22 November 2025

Pengusutan Korupsi Gedung Pemkab Lamongan Alot, KPK Akui Masih Terganjal Kerugian Negara

KPK akui penyelesaian kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Pemkab Lamongan tahun anggaran 2017–2019 masih menghadapi kendala teknis. 

Kolase foto Tribunnews
KORUPSI DI PEMKAB LAMONGAN - Kolase foto Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu dan gedung merah putih KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bahwa penyelesaian kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan tahun anggaran 2017–2019 masih menghadapi kendala teknis.  
Ringkasan Berita:
  • Penyelesaian kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Pemkab Lamongan tahun anggaran 2017–2019 masih menghadapi kendala teknis.
  • KPK masih menunggu rampungnya hasil penghitungan kerugian keuangan negara yang pasti.
  • KPK melibatkan tim gabungan yang terdiri dari ahli konstruksi dan auditor keuangan.


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bahwa penyelesaian kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan tahun anggaran 2017–2019 masih menghadapi kendala teknis. 

Hingga kini, lembaga antirasuah tersebut masih menunggu rampungnya hasil penghitungan kerugian keuangan negara yang pasti.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pihaknya memiliki keinginan yang sama agar perkara ini segera tuntas. 

Namun, penyidik tidak bisa sembarangan melimpahkan berkas perkara tanpa pemenuhan unsur pasal yang kuat, khususnya terkait nominal kerugian negara.

Baca juga: KPK Panggil 5 Saksi Usut Kasus Korupsi Pembangunan Gedung Pemkab Lamongan

"Tentu kami juga di sini berharap perkaranya ingin segera tuntas, segera selesai. Tetapi tentunya penanganan perkara harus memenuhi unsur-unsur pasal yang dipersangkakan. Salah satunya tentunya terkait dengan kerugian keuangan negara," kata Asep dalam keterangannya dikutip Jumat (21/11/2025).

Asep menjelaskan rumitnya proses penghitungan dalam kasus infrastruktur seperti ini. 

KPK tidak hanya bekerja sendiri, melainkan melibatkan tim gabungan yang terdiri dari ahli konstruksi dan auditor keuangan.

Menurut Asep, tim ahli konstruksi bertugas menilai fisik bangunan secara mendetail untuk menemukan adanya pengurangan kualitas atau ketidaksesuaian spesifikasi. 

 

 

Temuan teknis tersebut kemudian baru bisa dikonversi menjadi nominal uang.

"Tim ahli konstruksi dilibatkan untuk menilai konstruksi dari bangunan yang dibangun. Kemudian nanti pengurangan-pengurangan dari struktur bangunan tersebut akan dikonversikan dan dihitung oleh teman-teman auditor yang menghitung kerugian keuangan negaranya," jelas Asep.

Saat ini, KPK diminta untuk terus melengkapi dokumen-dokumen pendukung yang diperlukan oleh tim penghitung kerugian negara tersebut. 

"Jadi kita sama-sama tunggu, sama-sama kita doakan semoga ini cepat bisa selesai untuk yang Lamongan ini," ujarnya.

Meski penghitungan final (auditor) belum rampung, berdasarkan perhitungan sementara KPK sebelumnya, dugaan rasuah ini ditaksir merugikan negara sekitar Rp 42 miliar. 

Dalam prosesnya, KPK telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Institut Teknologi Bandung (ITB).

KPK sendiri sebenarnya telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah:

Mokh Sukiman, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Lamongan.

Herman Dwi Haryanto, General Manager Divisi Regional III PT Brantas Abipraya (2015–2019).

Ahmad Abdillah, Direktur PT Agung Pradana Putra.

Muhammad Yanuar Marzuki, Direktur CV Absolute selaku Komite Manajemen Proyek.

Untuk memperkuat pembuktian, penyidik KPK juga telah memeriksa serangkaian saksi di Jawa Timur, termasuk Ketua KONI Lamongan Heri Pranoto (dalam kapasitasnya sebagai eks Kepala DPKAD 2017) serta sejumlah pejabat pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lamongan.

 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved