Sabtu, 22 November 2025

Bukan Melindungi Pesaing, KPPU Pastikan Arena Bisnis Tetap Adil

Persaingan usaha yang sehat bukan sekadar jargon, melainkan fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 

Editor: Dodi Esvandi
HANDOUT
Diskusi publik bertajuk “Mitigasi Risiko Pelanggaran Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat” yang digelar KPPU bersama Katadata Insight Center (KIC) di Jakarta Selatan, Jumat (21/11/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persaingan usaha yang sehat bukan sekadar jargon, melainkan fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menegaskan kembali filosofi penting Undang-Undang No. 5 Tahun 1999: lembaga ini melindungi proses persaingan, bukan membela satu pelaku usaha di atas yang lain.

Pesan itu mengemuka dalam diskusi publik bertajuk “Mitigasi Risiko Pelanggaran Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat” yang digelar KPPU bersama Katadata Insight Center (KIC) di Jakarta Selatan, Jumat (21/11/2025). 

Hadir sebagai pembicara Komisioner KPPU Moh. Noor Rofieq, Dr. Ridho Jusmadi, serta Investigator Utama Madya KPPU Hasiholan Pasaribu. 

Diskusi ini juga diikuti perwakilan divisi hukum dari berbagai sektor usaha.

Dalam paparannya, Noor Rofieq menekankan bahwa KPPU tidak bertugas melindungi pesaing secara individual, melainkan memastikan proses persaingan berjalan wajar. 

“Yang kami lihat adalah bagaimana pelaku usaha membangun bisnisnya tanpa pelanggaran. Jadi bukan soal siapa yang harus dilindungi, melainkan bagaimana fairness dijaga,” ujarnya.

Ia menambahkan, penilaian KPPU tidak semata-mata berbasis aspek legalistik. 
Misalnya, kesamaan harga antar pelaku usaha tidak otomatis dianggap pelanggaran. 
“Jangan takut dengan paralelisme. Pasar terbuka soal informasi harga, tapi harus dilihat faktor lain yang menyertainya,” kata Noor.

Baca juga: KPPU: Pembatasan Impor BBM Non-Subsidi oleh Swasta Berpotensi Merusak Iklim Investasi

Tiga Aspek Risiko Pelanggaran

KPPU mengidentifikasi tiga area rawan pelanggaran:

  • Produksi: manipulasi volume produksi untuk menguasai pasar, bukan efisiensi.
  • Pemasaran dan harga: harga tinggi tidak otomatis ilegal, tetapi bisa bermasalah bila biaya produksi tidak wajar akibat praktik perpajakan.
  • Distribusi: diskriminasi dalam pergantian distributor atau tempo pembayaran dapat menjadi indikasi pelanggaran.

Komisioner Ridho Jusmadi menyoroti praktik price-fixing yang kerap muncul di sektor oligopolistik seperti farmasi, migas, dan infrastruktur. 

Ia menekankan bahwa kartel seringkali tidak meninggalkan jejak tertulis. 

“The devil is on the details. Selalu ada celah kecil yang bisa dieksploitasi dalam pembuktian,” katanya.

Direktur Eksekutif Katadata Insight Center, Fakhrido Susilo, menegaskan bahwa kualitas persaingan usaha adalah prasyarat fundamental bagi pertumbuhan ekonomi. 
“Kualitas institusi yang baik, termasuk persaingan usaha yang sehat, adalah syarat intangible menuju pertumbuhan ekonomi 8 persen yang kita cita-citakan,” ujarnya.

Diskusi juga menyinggung isu praktis seperti integrasi vertikal, tender pemerintah, hingga adaptasi hukum persaingan dengan agenda pembangunan berkelanjutan. 

Kesimpulannya: kolaborasi regulator dan dunia usaha mutlak diperlukan untuk menciptakan ekosistem bisnis yang kompetitif, adil, dan mendukung iklim investasi.

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved