Minggu, 17 Agustus 2025

Revisi UU TNI

Demo Malang Ricuh, Kekerasan Seksual dan Ancaman Pembunuhan ke Massa, Medis, dan Jurnalis Dilaporkan

Aksi demonstrasi penolakan terhadap UU TNI di depan Gedung DPRD Kota Malang, Minggu (23/3/2025), berakhir ricuh

Editor: Glery Lazuardi
SURYAMALANG.COM/Kukuh Kurniawan
AKSI RICUH DI MALANG - Aksi demonstrasi penolakan terhadap UU TNI di depan Gedung DPRD Kota Malang, Minggu (23/3/2025), berakhir ricuh dan memicu kekerasan yang melibatkan massa aksi, aparat keamanan, serta tim medis dan jurnalis. Aliansi Suara Rakyat (ASURO) melaporkan adanya kekerasan seksual dan ancaman pembunuhan terhadap massa, tim medis, dan jurnalis, menambah daftar pelanggaran berat hak asasi manusia dalam aksi tersebut. 

Tuduhan kekerasan seksual dan ancaman pembunuhan yang dilayangkan oleh ASURO menjadi sorotan utama. Jika terbukti benar, ini merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang harus ditindak tegas.

"Kami mengecam keras tindakan kekerasan terhadap tim medis dan jurnalis yang seharusnya dilindungi selama demo. Ini adalah pelanggaran terhadap kebebasan pers dan hak asasi manusia," tegas perwakilan ASURO.

Respons Aparat dan Upaya Penanganan

Setelah kericuhan, aparat keamanan melakukan penyisiran di sekitar lokasi demo, termasuk di Jalan Kertanegara, Balai Kota Malang, Jalan Suropati, Jalan Sultan Agung, dan Jalan Pajajaran.

Aparat yang berpakaian lengkap dan membawa alat pemukul terlihat memukul mundur massa yang berusaha menyelamatkan diri.

Meskipun situasi telah terkendali, insiden ini meninggalkan pertanyaan tentang apakah tindakan aparat proporsional atau justru berlebihan.

Masyarakat menuntut transparansi dan pertanggungjawaban atas kekerasan yang terjadi.

Diuji Materi ke MK

Tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi Undang-Undang TNI yang baru saja disahkan DPR RI pada Kamis (20/3/2025) kemarin.

Kuasa hukum para pemohon yang juga mahasiswa FHUI, Abu Rizal Biladina, mengatakan gugatan mereka dilayangkan karena dinilai ada kecacatan prosedural dalam revisi UU TNI.

"Alasan kami menguji itu karena kami melihat ada kecacatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan a quo. Jadi, sehingga ya kami menyatakan bahwasanya Undang-Undang tersebut inkonstitusional secara formal," kata Rizal saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

Ada lima pokok permohonan atau petitum yang dilayangkan para pemohon.

 Pertama, meminta MK mengabulkan seluruh permohonan.

Kedua, menyatakan UU TNI yang baru disahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

 "Lalu yang ketiga, itu tentunya kami meminta bahwasanya Undang-Undang tersebut tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang berdasarkan UUD 1945," imbuhnya.

Halaman
1234
Sumber: Surya Malang
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan