DPR: Kasus Kekerasan Seksual di Unsoed Tak Bisa Gunakan Permenristekdikti, Harus Pakai UU TPKS
UU TPKS lengkap dan jelas dalam mengatur bukan hanya menghukum pelaku, perbaikan rasa keadilan bagi korban, bahkan hukum acara dan rehabilitasi
Penulis:
willy Widianto
Editor:
Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR terus memantau kasus kekerasan seksual yang melibatkan seorang guru besar bergelar profesor yang terjadi di Kampus Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (Unsoed), Jawa Tengah.
Hal itu sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan panggilan sosialnya sebagai anggota DPR.
“DPR akan terus pantau kasus di Unsoed dan lainnya. Kita perlu mengikatkan komitmen bahwa kasus-kasus serupa harus selesai dengan mekanisme yang disediakan oleh UU TPKS,” ujar Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Senin(28/7/2025).
Baca juga: Ketua Komisi X DPR: Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Unsoed Termasuk Pelanggaran Berat HAM
Menurut Willy, masih berulangnya tindakan kekerasan seksual terjadi di berbagai lingkungan setelah adanya Undang-Undang Tidak Pidana Kekerasan Seksual(TPKS) tahun 2022 menyisakan pertanyaan tentang keampuhan UU TPKS dalam menangani pidana kekerasan seksual.
Hal ini juga tercermin dalam peristiwa yang belakangan marak dengan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan seorang guru besar kepada mahasiswanya di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah.
Willy Aditya mengatakan mekanisme-mekanisme lama penanganan tindak kekerasan seksual semestinya sudah tergantikan dengan mekanisme yang ada dalam UU TPKS yang baru. Sudah tiga tahun UU TPKS ini diberlakukan belum ada satupun pelaku kekerasan seksual yang dijerat dengan UU ini.
“Kasus yang terjadi di Unsoed itu tidak bisa hanya menggunakan Permenristekdikti yang menghukum administratif. Perilaku tidak beradab di lingkungan pendidikan sudah semestinya ditindak sangat tegas dengan UU TPKS. Mau dia guru besar atau tukang parkiran semua sama dihadapan hukum,” ucapnya.
Willy yang pada tahun 2019-2024 menjadi ketua panitia kerja RUU TPKS menegaskan semangat yang ada di dalam UU TPKS adalah semangat progresif untuk mengentaskan masalah-masalah kekerasan seksual yang begitu kronis di Indonesia.
Menurutnya UU TPKS ini sudah cukup lengkap dan jelas dalam mengatur bukan hanya menghukum pelaku, perbaikan rasa keadilan bagi korban, bahkan mekanisme hukum acara dan rehabilitasi pun tersedia.
Karena itu menurutnya peraturan-peraturan lama di kampus dan lingkungan lainnya yang belum merujuk ke UU TPKS harus segera diubah.
“Menunda-nunda penyelesaian kasus kekerasan seksual ini sama artinya dengan menghukum korban, dan karena itu UU TPKS menempatkan korban sebagai mahkota pengungkapan kasus.Tidak bisa berlama-lama mencari bahan untuk diperiksa sementara pelaku masih berkeliaran. Kampus harusnya menjadi avant garde memajukan peradaban tanpa kekerasan seksual,” ujarnya.
Politisi Partai NasDem yang juga mantan aktivis ini menguraikan walaupun pemerintah hingga hari ini belum mengeluarkan peraturan pelaksana dari UU TPKS menurutnya bukan berarti kasus-kasus kekerasan seksual bisa diselesaikan dengan administratif semata.
Baca juga: Satgas PPK Unsoed Koordinasi dengan Sekjen Kemendiktisaintek Soal Kasus Kekerasan Seksual
Justru menurutnya perlu bersama-sama mengumpulkan praktik baik berdasarkan penggunaan UU TPKS. Agar dari praktik baik itulah nanti pemerintah dan aparat penegak hukum akan semakin memiliki desakan dan kelengkapan untuk mengeluarkan peraturan pelaksananya.
“Ketika memimpin pembuatan RUU TPKS berulang kali disampaikan pentingnya kerja kolaboratif dan komitmen itupun ada. Kalau semata-mata hanya menunggu, kita akan memperpanjang barisan korban. Karena itu perlu progresif. Masyarakat menggunakan UU TPKS sebagai dasar laporan, aparat penegak hukum menangani dengan menemukan praktek hukum, demikian juga dengan hakim dan semua pihak terkait,” tegasnya.
Willy menegaskan dukungannya terhadap kelompok masyarakat, aparat penegak hukum, dan semua pihak yang mau mulai mengumpulkan praktik baik UU TPKS. Menurutnya, hukum atau aturan yang bersumber dari praktik hidup juga perlu menghidupi dirinya di dalam praktik hidup itu sendiri.
Rizki Briandana: Nasionalisme Harus Dikelola dengan Pendekatan Komunikasi yang Relevan dengan Zaman |
![]() |
---|
Menyusul Pidato Presiden Prabowo, Kejaksaan Agung Didesak Segera Berantas Ribuan Tambang Ilegal |
![]() |
---|
Ganjar Razuni Dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Politik, Hendrik Yoku: Menginspirasi Generasi Muda |
![]() |
---|
Mahasiswa Gelar Aksi Malam Tirakatan Depan Kampus Unsoed, Desak Kasus Kekerasan Seksual Dituntaskan |
![]() |
---|
Motif ART Rekam Majikan Tanpa Pakaian di Bekasi, Dikirim ke Pacar yang Berprofesi Satpam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.