Kamis, 21 Agustus 2025

OTT KPK di Sulawesi Tenggara

Tanggapi Kritik Sahroni, Ketua KPK: OTT terhadap Eks Bupati Koltim Sudah Sesuai Prosedur

Ketua KPK Setyo Budiyanto memastikan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Abdul Azis, Bupati Kolaka Timur (Koltim), sudah sesuai dengan prosedur

Penulis: Reza Deni
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
OTT BUPATI KOTIM - Bupati Kolaka Timur Abdul Azis (kanan) bersama tersangka lainnya mengenakan rompi tahanan usai terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari. KPK menahan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis, PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD di Kolaka Timur Andi Lukman Hakim, PPK proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur Ageng Dermanto, pihak swasta Deddy Karnady dan pihak swasta Arif Rahman terkait kasus dugaan korupsi pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara dengan megamankan barang bukti sebesar Rp 200 juta dari nilai proyek sebesar Rp 126,3 miliar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

"Tolong jelaskan ke kami apakah OTT itu di waktu yang sama, atau kalau memang orangnya sudah berpindah tempat dinamakan OTT plus, atau sekalipun kalau memang OTTnya tidak dalam kapasitas yang sama mending namanya diganti jangan OTT lagi, tapi pelaku tindak pidana, orang yang pisah tempat bisa saja dikenakan pasal turut serta bahwa yang bersangkutan adalah pelaku adalah pelaku tindak pidana yang sebelumnya ditangkap," tandasnya.

Perintah Surya Paloh

Sebelumnya, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menginstruksikan Fraksi Partai NasDem di Komisi III DPR untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPK guna membahas terminologi OTT.

Pernyataan itu dilontarkan Surya Paloh saat membuka Rakernas I Partai NasDem di Makassar setelah Abdul Aziz yang merupakan kader NasDem itu terjaring KPK, Jumat (8/8/2025).

"Saya menginstruksikan agar komisi III memangil KPK dengar pendapat agar terminologi OTT bisa diperjelas OTT itu apa yang dimaksudkan," kata Paloh dalam keterangannya, Minggu (10/8/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Paloh mempertanyakan penerapan istilah OTT yang dinilainya tidak tepat.

Menurutnya, OTT seharusnya merujuk pada peristiwa di satu lokasi, antara pemberi dan penerima gratifikasi yang sama-sama melanggar norma hukum.

Baca juga: Surya Paloh Sedih Drama Bupati Abdul Azis Ditangkap KPK: Jangan Sembarangan Beri Stempel OTT

"Yang saya pahami, OTT adalah sebuah peristiwa yang melanggar norma hukum, terjadi di satu tempat antara pemberi maupun penerima. Tapi kalau yang satu melanggar normanya di Sumatera Utara, katakanlah si pemberi, yang menerima di Sulawesi Selatan, ini OTT apa? OTT plus?" kritiknya.

Ia menilai penggunaan terminologi yang keliru berpotensi membingungkan publik dan tidak mendukung jalannya pemerintahan.

Atas hal itu, dia mendorong agar RDP dilakukan di DPR guna memberikan kejelasan agar istilah OTTtidak menimbulkan kebingungan di masyarakat dan mendukung penegakan hukum yang lebih baik.

Meski demikian, Paloh menegaskan konsistensi Partai NasDem dalam mendukung penegakan hukum, namun dia mengingatkan agar proses tersebut tidak didahului dengan drama.

Menurut dia, belakangan ini terdapat polemik dalam penegakan hukum di Indonesia, yang dimana pemberian amnesti atau pengampunan dari Presiden RI menjadi sangat diharapkan.

"Yang NasDem sedih, asalnya ada drama dulu, baru penegakan hukum. Sesudah penegakan hukum nanti mengharap amnesti. Itu tidak bagus juga," tambahnya.

Dia juga meminta kepada seluruh jajarannya di NasDem agar tidak terlalu cepat memberikan komentar yang terkesan membela diri. 

Pasalnya kata dia, saat ini penerapan asas praduga tidak bersalah sudah mulai diabaikan.

"Apakah asas praduga tidak bersalah itu sama sekali tidak laku lagi di negeri ini?" ujarnya.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan