Berita Viral
Penjual Bakso Babi di Bantul Pernah Ditegur Ketua RT, Pasang Keterangan Nonhalal tapi Tulisan Kecil
Pemilik usaha bakso babi di Bantul yang berinisial S pernah memasang keterangan nonhalal, tapi akhirnya ditegur karena tulisannya kecil.
Ringkasan Berita:
- Warung bakso di Bantul dipasangi spanduk bertuliskan 'Bakso Babi' oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) setempat.
- Video dan foto spanduk tersebut viral di media sosial.
- Pemilik usaha bakso babi di Bantul yang berinisial S disebut pernah memasang keterangan nonhalal, tapi akhirnya ditegur karena tulisannya kecil.
TRIBUNNEWS.COM - Keberadaan warung bakso di Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menjadi sorotan publik.
Sebab, warung bakso di Bantul itu dipasangi spanduk bertuliskan 'Bakso Babi' oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) setempat.
Video dan foto spanduk tersebut viral di media sosial setelah diunggah oleh akun Instagram @oktadenta.
Dalam unggahan itu disebutkan, spanduk dipasang karena keresahan warga yang melihat sejumlah perempuan berhijab makan di warung tersebut.
Pemilik usaha bakso babi yang berinisial S itu disebut pernah memasang keterangan nonhalal, tapi akhirnya ditegur karena tulisannya kecil.
Hal ini sebagaimana disampaikan Ketua RT 4, Padukuhan Dukuh IV Cungkuk, Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Bambang Handoko.
Bambang menyebut, tempat usaha bakso babi itu bukan tempat pribadi S, melainkan sewa kepada seorang warga setempat.
Bambang mengungkapkan, dirinya sudah pernah menyampaikan kepada S untuk memasang spanduk tulisan nonhalal agar tidak meresahkan masyarakat setempat.
Menurutnya, tulisan nonhalal itu sudah pernah dipasang oleh S, namun dihilangkan lagi.
"Pernah tulisan nonhalal itu dipasang, tapi dengan tulisan kecil. Terus saya tegur, tulisannya dipasang agak besar. Tulisannya pakai karton gitu."
"Kemudian, yang terakhir ini pemasangan spanduk dari pemuda muslim setempat dan kemarin diganti dari MUI," ujarnya, Senin (27/10/2025), dilansir TribunJogja.com.
Baca juga: Reaksi Penjual Bakso Babi di Bantul setelah Warungnya Dipasangi Spanduk Nonhalal: Sekarang Susah
Bambang mengungkapkan, S telah berjualan bakso sejak tahun 1990-an.
Masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi usaha bakso babi itu, disebut sudah banyak yang tahu jika bakso buatan S mengandung bahan nonhalal.
Namun, kata Bambang, masyarakat luar kampung tersebut banyak yang belum mengetahui bahwa bakso buatan S mengandung bahan nonhalal dikarenakan tidak diberi label nonhalal.
"Selama ini enggak ada (masyarakat setempat yang menegur pembeli bakso buatan S saat sebelum diberi label nonhalal)."
"Apalagi, saya sendiri kan tidak pernah di rumah (jarang di rumah dikarenakan memiliki kesibukan lain). Saya sebagai RT di sini jarang di rumah. Kemudian, pantauan saya tidak begitu ketat," paparnya.
Kata DMI Setempat
Sekjen DMI Ngestiharjo, Ahmad Bukhori, menyampaikan penjual bakso tersebut awalnya jualan keliling kampung pada tahun 1990-an.
Setelah itu, penjual bakso baru memiliki lapak di Ngestiharjo sekitar tahun 2016.
"Nah, kami baru masuk pembahasan kepengurusan dan diskusi di organisasi DMI sekitar Desember 2024 atau awal Januari 2025."
"Lalu muncul isu keresahan di wilayah Ngestiharjo ada penjual bakso non halal yang tidak mencantumkan informasi bahwa produk bakso itu nonhalal," ujarnya kepada TribunJogja.com, Senin.
Bukhori menyebut, para pelanggan di tempat usaha itu banyak yang berasal dari kalangan umat muslim.
DMI Ngestiharjo lalu berupaya mengambil sikap melakukan pendekatan pada awal tahun 2025 melalui dukuh setempat, ke pihak RT setempat, hingga ke penjual bakso tersebut.
"Beberapa orang yang tinggal di daerah sana ada yang tahu kalau itu bakso memiliki kandungan nonhalal. Tapi, kadang orang di sana bisa memberitahu dan kadang tidak bisa memberitahu ke pelanggan," katanya.
"Cuma dari penjual merasa keberatan atau bagaimana gitu, karena kalau ditulis bakso babi kan pembelinya otomatis berkurang. Kan begitu. Jadi, penjual hanya bilang iya-iya gitu saja. Setelah beberapa kali teguran, penjual hanya memasang tulisan B2 di kertas HVS. Tulisan itu pun kadang dipasang, kadang enggak," papar Bukhori.
Baca juga: Sosok Pedagang Bakso Babi di Bantul, Sudah Puluhan Tahun Jualan Tak Beri Keterangan Nonhalal
Kemudian, DMI Ngestiharjo mengambil sikap untuk memasang spanduk bertuliskan 'BAKSO BABI' dan terdapat logo DMI Ngestiharjo.
Proses pemasangan dilakukan atas seizin pemilik usaha bakso babi.
Pemasangan spanduk versi satu dipasang pada Februari 2025.
Namun, dikarenakan spanduk itu viral pada Oktober 2025, sehingga pemasangan spanduk diganti versi kedua dengan logo dari MUI dan DMI Ngestiharjo pada Jumat (24/10/2025).
"Begitu dipasang, akhir-akhir Oktober ini ada seorang yang membuat video dan viral karena ada logo DMI. (Ada yang berpendapat) itu bakso babi kok ada logo DMI, apakah DMI support atau malah jualan babi? Ternyata ada miss persepsi, jadi viral dan sebagainya," jelas Bukhori.
Pentingnya Label Halal dan Nonhalal
Sekretaris Daerah (Sekda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ni Made Dwipanti Indrayanti, menyampaikan pemerintah daerah memiliki aturan yang menjadi dasar hukum bagi pelaku usaha dalam memastikan kehalalan produk.
Sehingga, Made menegaskan pentingnya keterbukaan informasi bagi pelaku usaha yang menjual produk nonhalal agar konsumen tidak merasa dirugikan.
Ia menjelaskan, Pemerintah Daerah DIY memiliki sejumlah program yang membantu pelaku usaha dalam memperoleh sertifikasi halal, di antaranya melalui Dinas Koperasi dan UKM.
“Seharusnya memang ada informasi terkait hal itu (kandungan babi pada bakso) agar konsumen juga tidak dijerumuskan untuk hal-hal yang dilarang."
"Tapi karena tidak ketahuan (mengandung babi), menjadi salah. Harapan saya supaya jangan meledak seperti kasus di Solo yang ayam goreng,” katanya, Senin, masih dari TribunJogja.com.
Baca juga: Penjual Bakso Babi di Bantul Keberatan jika Dipasang Keterangan Non Halal, Takut Pendapatan Menurun
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Yuna Pancawati, menjelaskan terdapat beberapa regulasi daerah yang mengatur tentang jaminan produk halal.
Ia menilai kasus ini berkaitan dengan Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 5 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 27 Tahun 2018 tentang Pengawasan dan Sertifikasi Produk Halal.
“Perda Nomor 5 Tahun 2014 mengatur tentang jaminan produk halal di DIY. Aturan ini mencakup kewajiban bagi pelaku usaha di wilayah DIY untuk menjamin bahwa produk yang diproduksi atau diperdagangkan memenuhi standar halal."
"Ini juga mencakup kewajiban untuk mencantumkan label halal pada produk makanan dan minuman yang beredar di pasar,” jelas Yuna.
Yuna menegaskan, pemerintah daerah berwenang melakukan pengawasan dan dapat memberikan sanksi administratif apabila ditemukan pelanggaran, seperti tidak mencantumkan label halal atau menjual produk yang tidak sesuai standar.
“Kami memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa produk yang beredar di pasar memenuhi standar halal, serta memberikan edukasi kepada pelaku usaha tentang prosedur sertifikasi halal."
"Kami juga bekerja sama dengan MUI dan lembaga lainnya dalam memberikan sertifikasi halal kepada produk yang memenuhi persyaratan,” jelasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Kata Ketua RT soal Bakso Babi di Bantul, Pemilik Pilih Tidak Komentar
(Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunJogja.com/Neti Istimewa Rukmana/R.Hanif Suryo Nugroho)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.