Kisah Guru Rasnal-Abdul Muis, Dipecat hingga Dipenjara, Bangga Bertemu & Dapat Rehabilitasi Prabowo
Rasnal salut dengan kebesaran hati Presiden Prabowo Subianto yang memberikan rehabilitasi kepada dirinya dan rekannya Abdul Muis.
Rapat itu melahirkan kesepakatan: sumbangan sukarela Rp 20.000 per bulan per siswa, dikelola komite untuk membantu honor guru.
"Semua orang tua setuju. Tidak ada paksaan, tidak ada yang menolak. Komite sendiri yang mengetuk palu," kata Rasnal.
Dana komite itu membuat sekolah bergeliat. Guru kembali bersemangat, lingkungan sekolah lebih terawat, dan kegiatan belajar mengajar meningkat.
"Saya melihat perubahan nyata. Sekolah hidup kembali," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Abdul Muis yang dalam kegiatan ini, ditunjuk sebagai bendahara.
"Saat itu saya dipilih sebagai bendahara komite berdasarkan kesepakatan dalam rapat pengurus komite dan orang tua siswa," ujarnya, Minggu (9/11/2025).
Dalam rapat itu, para orang tua siswa sepakat memberikan sumbangan sukarela sebesar Rp 20.000 per bulan untuk membantu guru honorer.
"Yang tidak mampu tidak diminta membayar. Bahkan yang punya anak lebih dari satu, cukup bayar satu saja," jelasnya.
Sebagai bendahara, Abdul Muis mengaku tidak menerima insentif, melainkan hanya tunjangan transportasi Rp 125 ribu per bulan.
"Saya menerima tunjangan transportasi Rp 125 ribu per bulan dan sebagai wakasek Rp 200 ribu. Tapi uang itu saya berikan kepada guru honorer yang kadang tidak hadir karena tidak punya uang untuk beli bensin," ujarnya.
Program sumbangan komite itu berjalan sekitar tiga tahun.
Namun pada tahun 2020, seorang pemuda mengaku dari LSM mendatangi rumah Muis.
"Dia datang dan langsung membahas soal dana komite, meminta untuk memeriksa pembukuannya. Karena saya enggan memperlihatkan, dia mengancam akan melapor ke polisi," tambahnya.
Pada tahun 2021, keduanya mendapat panggilan dari kepolisian.
Mereka dijerat dengan tuduhan melakukan pungutan liar dan pemaksaan pembayaran kepada siswa.
"Padahal, dana itu hasil kesepakatan rapat. Tidak ada paksaan, tidak ada pemotongan, semuanya terbuka," ujarnya.
Proses hukum pun berjalan panjang bahkan sampai ke tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar pada 15 Desember 2022 menyatakan, keduanya dinyatakan tidak bersalah dan bebas demi hukum.
Menurut majelis hakim, mereka dianggap tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi, melainkan kesalahan administratif dalam struktur komite sekolah.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke MA dan diterima, sehingga membatalkan putusan bebas dari PN Tipikor Makassar.
Baik Rasnal maupun Abdul Muis tetap diputus bersalah.
Keduanya dijatuhi hukuman pidana, masing-masing 1 tahun 2 bulan penjara dan 1 tahun serta denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan, sesuai putusan MA nomor: 4999 K/Pid.Sus/2023 dan Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023.
Abdul Muis akhirnya menjalani hukuman 6 bulan 29 hari di Rutan Masamba, karena sebagian masa tahanannya dihitung sebagai tahanan kota.
"Total hampir tujuh bulan saya jalani. Setelah keluar, saya bayar dendanya," ujarnya pelan.
Sementara Rasnal menjalani hukuman satu tahun dua bulan, delapan bulan di penjara dan sisanya tahanan kota.
"Saya tidak punya uang 50 juta untuk membayar denda, jadi saya jalani semuanya," katanya, tersenyum getir.
Tak Digaji, Dipecat
Setelah bebas, keduanya sempat kembali ke sekolah dan menjadi pengajar.
Abdul Muis kembali ke SMAN 1 Luwu Utara, sedangkan Rasnal berpindah ke SMAN 3 Luwu Utara.
Sayangnya, selama mengajar, mereka tidak menerima gaji.
"Saya sudah mengajar, sudah bebas, tapi gaji saya tidak dibayar. Saya bertahan hampir setahun tanpa gaji," kata Rasnal.
Setelah hampir setahun mengajar tanpa digaji, keduanya justru menghadapi kenyataan pahit.
Pemerintah Provinsi Sulsel melalui Keputusan Gubernur Sulsel mengeluarkan keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Berdasarkan SK Gubernur Sulsel, Rasnal dipecat per 21 Agustus 2025, sedangkan Abdul Muis per 4 Oktober 2025. Ironisnya, Abdul Muis dipecat delapan bulan sebelum ia pensiun.
Rasnal menilai keputusan tersebut sangat tidak adil.
Ia menegaskan langkah yang diambilnya semata-mata untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tempat ia memimpin.
"Tidak ada niat sedikit pun untuk mencari keuntungan pribadi. Saya hanya ingin agar para guru honorer yang sudah bekerja keras tetap bisa mendapat hak mereka," katanya.
Dengan kerendahan hati, Rasnal berharap Gubernur Sulawesi Selatan dapat meninjau kembali keputusan pemberhentian dirinya.
"Pengabdian saya selama ini seolah tidak berarti apa-apa di mata penguasa," kata dia.
(Tribunnews.com/Wik/Sri Juliati) (Tribun-Timur.com/Andi Bunayya Nandini)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.