Senin, 24 November 2025

Wawancara Eksklusif

EKSKLUSIF Gubernur Ansar Ahmad Buka-bukaan! Strategi Bangun Kepri dari Pendidikan hingga Pariwisata

Pemprov Kepri juga membuka kelas-kelas jauh di pulau-pulau kecil agar siswa tak perlu menyeberang setiap hari. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Di hamparan 2.028 pulau yang membentang di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, Singapura, dan Vietnam, berdiri sebuah provinsi yang kini mencuri perhatian nasional, yakni Kepulauan Riau (Kepri)— gerbang maritim Indonesia yang terus berbenah menuju kemajuan.

Letaknya strategis, di jalur perdagangan tersibuk dunia, Selat Malaka, namun Kepri bukan sekadar titik lintas kapal dan dagang. 

“Bumi Segantang Lada” itu kini tumbuh menjadi provinsi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sangat tinggi, 80,54-peringkat ketiga nasional setelah DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2025.

Di balik capaian itu, ada sosok Gubernur H. Ansar Ahmad — pemimpin yang turun langsung ke lapangan, memastikan tak ada anak putus sekolah, nelayan dan petani terlindungi, serta daerah terpencil tetap punya masa depan.

Memasuki periode keduanya, Gubernur yang lahir 10 April 1964 itu berbagi rahasia di balik capaian besar Kepri, mulai dari perlindungan petani dan nelayan, Pendidikan anak-anak daerah hingga pengembangan pariwisata yang menjangkau pulau-pulau terdepan.

Bagi Ansar, pendidikan adalah jantung pembangunan daerah kepulauan. 

Ia tahu betul bagaimana sulitnya anak-anak di pulau-pulau kecil melanjutkan sekolah karena jarak dan biaya transportasi.

“Yang kurang mampu kita sediakan. Dihitung satu bulan berapa kebutuhan biaya transportasi mereka untuk anak-anak,” ujar anggota DPR RI periode 2019–2024 itu saat sesi wawancara eksklusif di Studio Tribunnews, Jakarta, Jumat (21/11/2025). 

“Kita berupaya agar tidak ada alasan karena itu anak-anak tidak bersekolah.”

WAWANCARA KHUSUS - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad mendapat penghargaan dari Tribun Network, di kantor Tribun Network, Jakarta, Jumat (21/11/2025). TRIBUNNEWS/HERUDIN
WAWANCARA KHUSUS - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad mendapat penghargaan dari Tribun Network, di kantor Tribun Network, Jakarta, Jumat (21/11/2025). TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Tak hanya itu, Pemprov Kepri juga membuka kelas-kelas jauh di pulau-pulau kecil agar siswa tak perlu menyeberang setiap hari. 

Guru-guru juga dikirim, fasilitas dipenuhi, dan semangat belajar dijaga.

"Kalau di satu pulau itu tamatan SMP-nya Ada 40 sampai 50, jauh jangkauan Sekolahnya, biaya tambahan orang tua juga berat, kita buat kelas-kelas jauh disana. Guru-guru kita distribusikan kesana. Walaupun belum sempurna tapi mereka mesti sekolah  dan mesti mendapat layanan di bidang Pendidikan," ujar Bupati Bintan selama 2 periode (2005–2010) itu menegaskan komitmennya.

Berikut petikan wawancara dengan Gubernur Kepri H. Ansar Ahmad dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network, Domuara Ambarita:

Kepulauan Riau itu sangat strategis posisinya, berbatasan dengan Laut yang sangat luas yakni Laut Natuna Utara, dulu kita kenal Laut Cina Selatan. Kepri juga langsung berbatasan dengan dua negara lainnya Malaysia dan Singapura. Banyak pulau-pulau terdepan Indonesia diwakili oleh Kepri Bagaimana Bapak mengelola Kepri yang berhadapan dengan negara-negara asing?

Pertama saya ingin menyampaikan terima kasih, apresiasi buat Tribun Network yang memberikan dua penghargaan buat Provinsi Kepri. Dan tentunya akan saya dedikasikan buat masyarakat Kepulauan Riau, dan menjadi penyemangat lah bagi kami untuk terus membangun Kepri. Kita akan menjadi teman strategis terus lah buat Tribun Network.

Saya kira pertanyaannya baik sekali. Kami di Kepri itu memang bersyukur ya, karena kita dianugerahi posisi daerah yang sangat strategis. Tadi benar, provinsi kepulauan yang memiliki 2.028 pulau. Kemudian 394 pulau berpenghuni, 22 pulau terdepan berbatasan hampir dengan sebagian negara-negara ASEAN, seperti di Natuna, Anambas, kita berhadapan dengan negara Vietnam dan Kamboja.

Kemudian di wilayah Batam, Tanjung Pinang, kita berhampiran (berdekatan) dengan Singapura dan Malaysia. Nah, dalam menjaga kedaulatan negara, kita tentu selalu berkomunikasi dengan pemerintah pusat dan berusaha mengoptimalkan potensi strategis kita untuk percepatan pengembangan ekonomi.

Nah, memang luar biasa Kepri, karena kita berhampiran dengan salah satu dari 10 choke point penting perdagangan dunia. Kita kenal ada Terusan Suez, ada Selat Hormuz, Selat Bosporus, Selat Gibraltar, dan kita berhampiran dengan Selat Malaka. Selat Malaka itu satu tahun hampir 90 ribu kapal melintas di sana — 70 juta kontainer setiap tahun. Jadi memang posisi kita sangat strategis.

Oleh karena itu, kita berusaha memanfaatkan seoptimal mungkin posisi kita. Natuna pun sudah mulai berkembang kawasan wisatanya dengan geopark-nya yang populer. Sekarang kita sedang mendorong agar Natuna juga menjadi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Karena Natuna itu sangat dekat — kalau kita buka akses penerbangan ke Vietnam, satu setengah jam sudah sampai ke sana, lebih dekat daripada ke Jakarta.

Kita sedang memfasilitasi kemungkinan membuka jalur ke sana. Kemarin kita sudah bertemu Dubes Vietnam di Jakarta. Dan memang Natuna itu selalu menjadi isu besar, karena di sana ada klaim dari negara lain seperti China dengan sembilan garis putusnya itu. Tapi pemerintah secara tegas menyatakan bahwa Natuna itu adalah teritorial Indonesia. Oleh karena itu, kita mesti menjaga sebaik mungkin.

Di Natuna itu, selain potensi laut dan ikan yang besar, juga ada potensi gas yang sangat besar. Dari data yang saya baca, di Selat Makassar ada Indonesian Deep Water Development, potensinya 2,3 triliun kaki kubik. Ada blok Marsela di Ambon, 16,7 triliun kaki kubik. Tapi cadangan terbukti yang sudah dibuktikan di Natuna itu ada 47,7 triliun kaki kubik — bahkan bisa diperkirakan sampai 123 triliun kaki kubik. Jadi memang Natuna punya potensi besar. Dan mudah-mudahan itu yang tidak diintai oleh China.

Nah, problemnya memang gas alam cair di sana punya kandungan CO₂ yang cukup tinggi. Tapi dengan teknologi enhanced recovery di bidang oil and gas, saya kira itu bukan masalah lagi karena CO₂ juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Maka saya pernah menyampaikan ketika kedatangan Panglima TNI ketika Sama Pak Luhut Binsar Panjaitan, “Pak, kenapa kita tidak duduk saja sama China, sama-sama memanfaatkan potensi besar ini dengan prinsip win-win solution dan joint operation? China punya teknologi, kita punya sumber daya.” Barangkali itu bisa memberikan nilai tambah ekonomi yang tinggi buat Indonesia.

Kalau bicara kita berhampiran dengan Singapura dan Malaysia — sampai saat ini kita masih memanfaatkan yang namanya spillover effect ekonomi Singapura. 66 persen investasi memang berasal dari Singapura di Kepri, meskipun 30 persen lebih dari negara lain. Tapi kita selalu terbuka bagi para pelaku investasi, sejauh mereka memenuhi kaidah-kaidah yang ditetapkan.

Posisi strategis ini juga dipandang penting oleh pemerintah pusat. Makanya Kepri diberikan prioritas — seperti enam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan perairan bebas, pelabuhan bebas seperti Batam dan tambahan 19 pulau baru dari pemerintah pusat, dan Bintan, Tanjungpinang, serta Karimun yang terus dikembangkan. Semua itu untuk memacu pertumbuhan investasi secara cepat. Jadi kalau bicara posisi, Alhamdulillah, kita bersyukur. Kita akan terus bekerja dan berkolaborasi bersama pemerintah pusat, kabupaten/kota, dan para stakeholder lain untuk percepatan pengembangan ekonomi di Kepri.

Selama pemerintahan hingga periode kedua ini, relatif tidak pernah terjadi gejolak di perbatasan. Tidak ada kecemburuan sosial, tidak ada iri terhadap pembangunan di Singapura. Apa yang Bapak lakukan sehingga itu bisa terjaga?

Ya, saya selama ini berusaha membangun dengan prinsip pemerataan di semua wilayah. Itu kita lakukan bersama-sama, walau dengan segala keterbatasan. Sebagai pemimpin, kita harus bisa menjawab persoalan masyarakat sebisa mungkin, dengan kerja nyata.

Kita juga mengontrol hal-hal penting seperti inflasi. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) kita bekerja sama dengan jaringan di semua kabupaten/kota. Jangan sampai daya beli masyarakat melemah sementara harga-harga naik. Dengan dukungan pemerintah pusat melalui tol laut, pelaku usaha swasta, dan kapal Roro yang kini cukup banyak di Kepri, jaminan ketersediaan barang pokok dan kebutuhan penting lain bisa terjaga.

Bersama pemerintah pusat, kita juga mengantisipasi situasi musiman seperti gagal panen cabai. Kita bahkan pernah mendatangkan cabai dari NTB — biaya transportasinya waktu itu dibantu Badan Pangan Nasional. Produk-produk lokal pun kita dorong: masyarakat kita ajak menanam cabai, kita bantu bibit, pupuk, dan sarana lain.

Kalau masyarakat sadar, kebutuhan sederhana seperti itu bisa mereka bisa penuhi sendiri. Ikan melimpah, tapi cabai sering jadi penyebab inflasi. Alhamdulillah, sejak kita memimpin, inflasi Kepri terkendali. Bahkan tahun 2024, TPID Kepri mendapat penghargaan dari Presiden sebagai yang terbaik di Sumatera. Inflasi kita ada di kisaran 2,5 plus/minus 1 persen. Triwulan ketiga memang naik jadi 3,1, tapi itu masih lebih rendah dari rata-rata Sumatera lainnya seperti Sumut dan Sumbar. Penyebabnya pun eksternal: kenaikan harga emas dan tiket pesawat saat peak season. Yang lain-lain masih bisa kita kendalikan.

WAWANCARA KHUSUS - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad (kiri) berbicang dengan News Vice Director Tribun Network Domuara Ambarita saat wawancara khusus di kantor Tribun Network, Jakarta, Jumat (21/11/2025). TRIBUNNEWS/HERUDIN
WAWANCARA KHUSUS - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad (kiri) berbicang dengan News Vice Director Tribun Network Domuara Ambarita saat wawancara khusus di kantor Tribun Network, Jakarta, Jumat (21/11/2025). TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Lanjut ke sektor nelayan, Pak. Dengan 2.000 pulau lebih, tentu masyarakat Kepri banyak bergantung pada laut. Ada 31 ribu nelayan. Apa yang Bapak lakukan untuk jaminan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan mereka?

Pertama, kita pastikan nelayan bisa melaut dengan baik. Bantuan untuk mereka terus kita berikan, walaupun terbatas. Kita kolaborasi dengan kabupaten/kota, bupati, dan wali kota. Yang tidak kalah penting, kita berikan jaminan bagi mereka. Makanya, 31 ribu lebih nelayan, bahkan tahun ini ditambah 9 ribu petani — jadi total hampir 42 ribu orang — kita jamin BPJS Ketenagakerjaannya. Setiap bulan, iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah melalui BPJS.

Kenapa itu penting? Supaya ada jaminan bagi keluarga mereka. Kalau nelayan atau petani meninggal saat bekerja, keluarganya mendapat santunan Rp70 juta. Dua anaknya dijamin biaya pendidikan hingga selesai S1 oleh BPJS. Kalau kecelakaan kerja, BPJS menanggung pengobatan. Kalau meninggal biasa, keluarganya mendapat Rp42 juta. Kalau sudah tiga tahun berturut-turut membayar, anak-anaknya baru mulai dapat beasiswa.

Ini penting, karena dari enam urusan wajib desentralisasi daerah — seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, penataan ruang, dan perlindungan masyarakat — itu bagian dari amanah Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Insyaallah tahun depan, kita akan memperluas dukungan BPJS juga untuk tenaga kerja rentan seperti driver online. Pemerintah pusat akan subsidi 50 persen, dan mudah-mudahan sisanya bisa kita bantu.

Pak Gubernur, saya ingin menegaskan, berarti Pemprov Kepri menanggung iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi 42 ribu orang pekerja informal seperti nelayan dan petani?

Mereka itu nelayan-nelayan yang tidak punya pengusaha, bukan kapal besar. Kalau nelayan bekerja dengan pengusaha resmi, maka pengusahanya wajib membayar BPJS. Tapi bagi nelayan perorangan yang tersebar di berbagai pulau dan petani yang bekerja mandiri bersama keluarga, itulah yang kita sasar.

Proses pendataannya memang tidak mudah, tapi berkat kerja sama dengan para bupati, wali kota, lurah, dan kepala desa, Alhamdulillah kita bisa mendata keseluruhan.

Saya terbayang tadi, membangun di 2.028 pulau itu tentu tidak mudah. Lebih mahal mana, membangun di pulau-pulau atau di daratan? Biayanya lebih mahal mana?

Pasti lebih mahal membangun di kawasan mainland (darat) dibandingkan di pulau-pulau (hinterland). Indeks kemahalan di daerah kepulauan itu tinggi sekali. Maka saya sampaikan ke Pak Menteri Keuangan, kalau ada penyesuaian anggaran pusat, sebaiknya formulanya dibedakan. Wilayah kepulauan punya tantangan biaya jauh lebih besar.

Contohnya, beli bus kapasitas 40 orang mungkin cukup Rp1–1,5 miliar. Tapi kalau kapal aluminium dengan kapasitas sama untuk transportasi masyarakat di wilayah berombak besar, biayanya bisa Rp4–6 miliar. Jadi memang mahal. Pak Menteri merespons baik hal itu.

Meskipun di satu pulau hanya ada 70 atau 100 kepala keluarga. Tapi tetap harus kita pikirkan bagaimana mereka bisa sekolah. Karena itu, di bidang pendidikan, kita bantu biaya transportasi anak-anak SMA di pulau-pulau kecil. SD biasanya sudah ada di setiap pulau, tapi SMA belum tentu.

Soal biaya transportasi sekolah, apa yang Bapak tanggung? Berapa rupiah per hari?

Bagi yang kurang mampu, semua kita bantu. Dihitung satu bulan berapa kebutuhan biaya transportasi mereka. Kita berupaya agar tidak ada alasan karena itu anak-anak tidak bisa bersekolah.

Kalau di satu pulau tamatan SMP-nya ada 40 sampai 50 anak, sementara jauh dan biaya tambahan orang tua berat, kita buat kelas-kelas jauh di sana. Guru-guru kita distribusikan. Walau belum sempurna, mereka tetap harus sekolah dan mendapat layanan pendidikan.

Alhamdulillah, hasilnya terlihat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kepri kini naik dari status “tinggi” menjadi “sangat tinggi”, nilai 80,54 pada triwulan III tahun 2025 — peringkat ketiga nasional setelah DKI Jakarta dan Yogyakarta.

Bagi wilayah kepulauan seperti Kepri, capaian ini luar biasa. Kalau di Jawa wajar karena daerah pendidikan, tapi Kepri bisa sejajar, itu kerja keras semua pihak.

Pak Gubernur, kami dengar Bapak juga sangat konsentrasi di bidang kesehatan, termasuk memberi beasiswa kepada 120 dokter spesialis dan subspesialis. Apa latar belakangnya?

Sebenarnya yang kita biayai 58 orang, setelah revisi terakhir. Sebagian dokter lain memang sekolah dengan biaya sendiri atau bantuan Kementerian Kesehatan. Tapi kita pastikan semua RSUD di kabupaten/kota punya dokter spesialis cukup.

Satu kabupaten biasanya punya dua rumah sakit karena letak pulau yang jauh, seperti di Lingga — satu di Daik, satu di Dabo Singkep; di Anambas — satu di Tarempa, satu di Palmatak. Jadi butuh dokter spesialis banyak.

Kita kerja sama dengan kabupaten/kota dan Kemenkes. Fokus kita empat layanan dasar: kebidanan dan kandungan, anak, bedah, dan satu lagi penyakit dalam. Ditambah tiga dokter penunjang: anestesi, radiologi, dan patologi klinik. Semua wajib kita siapkan.

Kita juga dorong program Presiden di bidang penyakit endemik: dokter spesialis jantung, kanker, dan lainnya. Targetnya, begitu mereka lulus, mereka bertugas seumur hidup di sana. Kita prioritaskan anak-anak daerah, dengan kontrak ketat. Di saat mereka lulus Mereka mudah-mudahan bisa Seumur hidup bertugas di sana Dan kita akan prioritaskan seleksinya Nanti untuk anak-anak daerah setempat. Dengan kontrak yang ketat, jika melanggar, Kemenkes bisa cabut izin praktiknya. Itu sudah didukung penuh oleh Kemenkes.

Jadi, walaupun rumah sakitnya milik kabupaten/kota, provinsi tetap ikut membiayai beasiswa dokter?

Benar. Bahkan kita tempatkan dokter penugasan khusus ke beberapa kabupaten/kota, gajinya dibayar oleh Pemprov. Sempat hampir putus karena status, tapi setelah koordinasi dengan Kemenkes dan BPSDM, keluar surat bahwa kita boleh lanjut dengan peraturan gubernur.

Kesehatan ini memang jadi concern besar Presiden. Sekarang ada program cek kesehatan gratis, peningkatan tipe rumah sakit dari C ke B, dan kita dapat satu rumah sakit baru di Anambas senilai hampir Rp180 miliar — dibangun Kemenkes, lokasinya sangat bagus, kini sudah 90 persen selesai. Mudah-mudahan nanti Pak Presiden berkenan meresmikan.

Pak Gubernur, Kepri juga terkenal sebagai destinasi wisata, terutama dekat dengan Singapura dan Malaysia. Apa strategi pengembangannya?

Kita kembangkan pariwisata sesuai potensi masing-masing pulau. Tidak hanya Batam, Bintan, dan Karimun, tapi juga Lingga, Natuna, dan Anambas yang kini mulai berkembang. Wisata premium di Anambas sudah bagus.

Kita dorong pelaku wisata untuk berinovasi, menarik wisatawan lebih banyak. Wisata kuliner juga kita tonjolkan — bagaimana orang sekali makan di Kepri bisa ingin kembali lagi. Wisata budaya juga tumbuh: seperti The Malay Kingdom Island di Pulau Penyengat, kawasan warisan sejarah yang kini ramai. Setiap akhir pekan, sekitar 300 wisatawan dari Malaysia dan Singapura datang karena ada ikatan sejarah. Tahun 2024, Pulau Penyengat dinobatkan sebagai Desa Wisata Nasional Terbaik Pertama oleh Kemenparekraf.

Kita juga dorong sport tourism. Dulu sebelum Covid, hampir tiap bulan ada event internasional biasa 90% itu pesertanya wisatawan asing: Bintan Triathlon, Moon Run, Color Run, Spartan, Metaman, Ironman, Bintan Fishing Festival, Mountain Trekking and Durian Party, Kitesurfing, Windsurfing, hingga Tour de Bintan.

Di Batam juga ada Batam International Jazz Festival dan Festival Tatung. 90% pesertanya wisatawan mancanegara. Sekarang kegiatan-kegiatan itu kita hidupkan kembali agar ekonomi daerah terus bergerak.

Dan saya kira masih ada beberapa event seperti Bintan Challenge Golf International, juga turnamen golf internasional di Batam. Bayangkan, kita provinsi sekecil ini saja punya begitu banyak lapangan golf. Kalau dihitung per 18 hole, ada 12 lapangan golf — 8 di Batam dan 4 di Bintan.

Jadi memang segmen olahraga ini punya daya tarik tersendiri. Kita jadikan family day bagi para peserta dan wisatawan.

Dan ini akan terus kita dorong. Setelah pandemi Covid-19, memang kita baru mulai rebound secara bertahap. Event-event internasional, terutama di bidang budaya, juga mulai kita hidupkan kembali.

Tanggal 25 ini, kita akan gelar Art and Culture International Event di Tanjung Pinang. Ada lima sampai enam negara yang ikut. Saya kira, itu akan sangat meriah.

Kita mencoba mengeksplor semua potensi itu dan membangun kerja sama lintas daerah. Makanya, saya selalu bilang, di Sumatera ini perlu ada tourism linkage.

Bagaimana wisatawan yang datang ke Kepri bisa lanjut ke Danau Toba, lalu ke Sumbar, agar  length of stay-nya lebih panjang. Itu yang sedang kita minta agar pemerintah pusat bisa memfasilitasi.

Kita ingin ada paket-paket pariwisata terintegrasi. Jadi pariwisata tidak hanya berkembang di kawasan tertentu, tapi potensi wisata Indonesia yang berlimpah ini bisa dijahit menjadi satu rangkaian besar — saling menguatkan, tidak berjalan sendiri-sendiri.

Sehingga orang tidak hanya mengenal Bali atau Bintan, tetapi juga daerah-daerah lain. Ini penting, agar pembangunan pariwisata dilakukan dengan pola pikir menyeluruh secara nasional.

Tentang Jembatan Batam–Bintan

Pak Gubernur, soal pembangunan jembatan Batam–Bintan, sudah sejauh mana progresnya?

Sejak saya dilantik jadi gubernur, saya langsung meningkatkan atmosfer pembangunan agar proyek jembatan Batam–Bintan ini dipercepat. Kita mulai dari pembebasan lahan, dan semua sudah selesai.

Sekarang masuk tahap final design untuk bagian dari Batam ke Pulau Tanjung Sauh. Soil test-nya baru selesai, dan hasilnya akan menjadi bahan desain akhir. Masih ada sekitar 40 titik lagi yang perlu diuji tanahnya — biayanya cukup besar.

Rutenya nanti dari Tanjung Sauh ke Pulau Bintan, melewati satu pulau kecil bernama Pulau Buau. Ini nanti akan kita bahas dengan pemerintah pusat, juga membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta.

Kita dorong agar proyek ini menjadi KPBU (Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha). Karena proyek ini akan berbentuk jalan tol, ada imbal balik buat para investornya. Sekarang tinggal membahas berapa tahun diberikan kompensasi untuk ini.

Saya yakin daya dukung proyek ini cukup kuat. Batam punya BP Batam dan lebih dari 100 kawasan industri. Di Pulau Bintan ada Kabupaten Bintan, Kota Tanjung Pinang, serta kawasan industri dan pariwisata.

Kendaraan hari ini mungkin belum terlalu banyak, tapi kita bicara jangka panjang. Jembatan ini akan menjamin konektivitas dua wilayah besar agar lebih cepat dan efisien. Ini akan mempercepat kemajuan Batam dan Bintan.

Jembatan ini nanti juga akan dilengkapi dengan utilitas: kabel listrik PLN, pipa gas, dan saluran air.

Saya yakin ke depan Batam akan sangat bergantung pada suplai air dari Bintan. Bahkan saat World Water Forum di Bali, sudah disepakati untuk membendung Teluk Bintan guna memenuhi kebutuhan air bersih Batam — dan mungkin juga Singapura.

Jadi proyek ini bukan hanya penting bagi Kepri, tapi juga berpotensi menjadi cross-border project strategis. Kita harapkan dukungan serius pemerintah pusat.

Kalau jembatan ini terwujud, Bintan akan hidup, Batam makin berkembang. Dan mudah-mudahan Singapura juga ikut membangun undersea tunnel ke Batam — dulu isu ini sudah beberapa kali muncul.

Dalam roadmap transformasi ekonomi Kepri, jembatan Batam–Bintan adalah game changer utama.

Pak Gubernur, ini periode kedua Bapak. Apakah pembangunan jembatan itu akan menjadi warisan terbesar bagi generasi berikutnya?

Saya akan berusaha maksimal agar jembatan ini benar-benar terbangun. Tapi tentu saja, itu semua membutuhkan dukungan pemerintah pusat dan masyarakat.

Selain itu, dua tahun ke depan kita juga akan membangun Monumen Bahasa Nasional Indonesia di Pulau Penyengat — lengkap dengan museumnya. Ini akan menjadi magnet wisata baru.

Kalaupun jembatan ini belum selesai di masa saya, harapan saya, pemimpin berikutnya bisa melanjutkan. Karena program strategis ini bukan ide baru; sudah ada sejak gubernur-gubernur sebelumnya.

Tugas saya sebagai penerus adalah mendorong agar itu terwujud. Kesinambungan itu penting. Jangan karena bukan produk pemerintahannya sendiri lalu ditinggalkan, padahal bermanfaat besar bagi masyarakat.

Kadang-kadang, itu kelemahan dalam implementasi otonomi daerah — setiap pergantian kepala daerah, program berhenti. Padahal, pembangunan itu harus berkelanjutan.(Tribunnews/Mal)

Saksikan wawancara eksklusif lengkapnya hanya di Kanal YouTube Tribunnews!

 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved