Tribunners / Citizen Journalism
"Tsunami" Pemimpin OJK
Dalam seleksi politik ADK OJK 2017, Komisi XI sangat powerfull dan argumentatif untuk menjaga prinsip kolektif dan kolegial OJK.
Bahkan lembaga intelijen keuangan, PPATK, menemukan fakta jumlah transaksi mencurigakan di lantai bursa melonjak 751.9% sepanjang 2020, pada 2019 hanya 52 kasus. Tertinggi dari semua jenis kejahatan keuangan.
Juga kerugian Asabri (22.78 Triliun), dan masih banyak lagi kasus gagal bayar di Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) seperti Askrindo Taspen Life atau Jasindo, investasi bodong seperti Koperasi Indosurya dan puluhan tunggakan kasus di pasar modal, yang berpotensi merugikan puluhan triliun pemegang polis/masyarakat investor.
Perintah UU OJK bahwa fungsi, tugas dan wewenang OJK adalah pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. Inilah kesejatian diri dan paket keutamaan lembaga superbody OJK.
Tragisnya, dalam laporan refleksi akhir tahun 2021, Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menyatakan bahwa kontribusi dan kerjasama Menteri BUMN, Erick Tohir, menjadi pemicu sehingga Kejagung dapat mengungkap tuntas mega skandal pada kedua asuransi BUMN (Jiwasraya dan Asabri).
Mungkin mereka lupa pada Pasal 51 ayat (2) UU OJK, bahwa, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) diharuskan bekerja sama dengan instansi terkait, yakni Kejaksaan, Kepolisian dan Pengadilan.
Berbagai petunjuk kuat Presiden Jokowi diatas yang berintikan pada penguatan pengawasan serta fungsi penyidikan OJK, maupun integrasi pengawasan antar lintas sektor jasa keuangan, telah di adopsi bahkan menjadi Visi dan Misi Mahendra Siregar, Ketua DK OJK terpilih, Periode 2022-2027.
Disebutkan, target 100 hari pertama, OJK akan didorong untuk berfokus pada kapabilitas dan sumber daya manusia bagi fungsi pengawasan inti dengan pembenahan struktur organisasi.
OJK akan difokuskan pada pengendalian internal check & balance, termasuk roadmap dan prioritas OJK, serta menyusun peta jalan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) untuk dirampungkan dan diperkuat.
Termasuk mendorong kejelasan regulasi, khususnya pada Peraturan OJK (POJK) maupun yang terkait dengan regulator lain, mengindentifikasi dan menangani tumpang tindih pengaturan, yang menggangu proses pengawasan terintegrasi di sektor jasa keuangan (6/4/22).
Pertanyaan gugatan sekaligus perenungan bagi DK OJK terpilih, mungkinkah kasus korupsi mega triliun seperti Jiwasraya, Asabri, atau Indosurya, Kresna dan lainnya berdiri sendiri dan terjadi lebih dari 10 (sepuluh) tahun tanpa ada seorangpun dari regulator (OJK) yang innocent?
Muncul dugaan kuat, sebenarnya kalau mau ditelisik sumber atau akar masalah dari mega korupsi Jiwasraya atau Asabri terjadi karena ada kepentingan pihak tertentu (vested interest group) yang berkelindan dalam POJK untuk memfasilitasi reksadana abal-abal yang isinya saham kentut.
Lebih anehnya, kerugian negara puluhan triliun tapi hanya 1 (satu) orang regulator yang dihukum, dan akhirnya dibebaskan oleh MA. Staf dan pimpinan regulator tidak tersentuh.
Sebagai pembanding, silahkan telusuri skandal besar pasar modal di negara manapun di dunia, baik Amerika, Jepang, Eropa dan Asia, namun hanya di Indonesia sebagian pelaku kena pidana sedangkan mastermind tersenyum mengatur irama di belakang layar. Mungkin, inilah salah satu keajaiban yang terus terulang di Indonesia. Quo Vadis penegakan hukum industri jasa keuangan.
Betapa tidak berdayanya aparat Kepolisian (Bareskrim) dan Kejaksaan Agung yang selama lebih dari 2 (dua) tahun membuang waktu, tenaga dan dana untuk mengusut tuntas mega korupsi Jiwasraya namun akhirnya dimentahkan oleh MA.
Bagaimana peranan representasi Kepolisian dan Kejaksaan Agung yang dipekerjakan di OJK (Pasal 51, ayat 1, UU OJK)? Quo Vadis penegakan hukum untuk seluruh pelaku maupun jaringan regulator.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/ncbi-juliaman.jpg)