Jumat, 29 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

OTT Menggerus “Cuan” Operator

Indonesia termasuk tertinggi dalam menerapkan regulatory cost, karena dunia umumnya memungut hanya sekitar 9%. 

|
TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI
Ilustrasi. Axis diakuisisi XL Axiata, Indosat dan Tri sudah jadi IOH (Indosat Ooredoo Huthcison) dan kini XL Axiata akan merger dengan Smartfren menjadi PT XL Smart Sejahtera (XL Smart), sehingga beberapa bulan lagi hanya akan ada tiga operator, Telkomsel, IOH dan XL Smart. 

Ditulis oleh: Moch S Hendrowijono, Pengamat telekomunikasi, mantan editor Harian Kompas


TRIBUNNERS.COM, JAKARTA - Operator telekomunikasi seluler Indonesia berharap banyak dengan Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid yang merupakan mantan Ketua Komisi 1 DPR RI.

Cocok sebenarnya, karena komisi itu bermitra antara lain dengan Kemkomdigi, sehingga mestinya Meutya paham sekali apa masalah di kementeraiannya.

Tetapi tampaknya pembawaannya sebagai orang partai yang seolah menghadapi pileg, Ia tidak membentengi dirinya dengan tenaga-tenaga ahli di bidangnya. 

Staf-staf khususnya malah pendengung (buzzer) dan influencer serta semacamnya, seolah ia membutuhkan tameng melawan pendengung lain dan pemoles wajah atau pencitraan.

Baca juga: Rekam Jejak Rudi Sutanto, Staf Khusus Komdigi yang Namanya Dikaitkan dengan Buzzer Rudi Valinka

Media menyebutkan ada tujuh masalah yang harus dihadapi Menkomdigi, antara lain soal judi online (judol), perlindungan data pribadi, perluasan jangkauan layanan operator dan sebagainya. 

Padahal masalah besar yang selalu diungkap operator lewat media adalah tekanan berat mereka akibat besarnya pungutan pemerintah (regulatory cost) yang mencapai rata-rata 13 persen, sementara tertinggi yang dibebankan ke salah satu operarator mencapai 14 persen.

Indonesia termasuk tertinggi dalam menerapkan regulatory cost, karena dunia umumnya memungut hanya sekitar 9 persen. 

Operator dalam negeri terberbani pengutan-pungutan yang sebagiannya bahkan tidak punya dasar hukum dan dasar hitungan yang pasti, misalnya BHP (biaya hak penggunaan) operator telko yang 0,5 persen pendapatan kotor, atau menanggung beban pemerintah untuk memberi layanan setara (PSO – public service obligation) yang 1,25 persen pendapatan kotor operator, BHP frekuensi yang dihitung darin sebaran BTS (base transeceiver station – perangkat pengirim dan penerima sinyal radio dari ponsel pelanggan) dan pengambilan sebagian spektrum frekuensi Ketika dua operator melakukan penggabungan (merger).

Sebagian BHP dan pengambilan spektrum itu menurut banyak kalangan tidak memiliki alasan dan hitungan yang jelas, kecuali bahwa pemerintah ingin mengimbangkan kepemilikan spektrum frekuensi sesuai jumlah pelanggan masing-masing. 

Spektrum yang diambil kemudian dilelang, dan, lagi-lagi dimenangkan Telkomsel yang kaya dan kini punya spektrum frekuensi terlebar 195 MHz dengan 159,5 juta pelanggan. 

IOH setelah merger mestinya punya 145 MHz, dipotong pemeruntah 10 MHz jadi 135 MHz, XL Smart berharap tetap memilik 152 MHz. Petinggi Axiata dan Sinar Mas (pemilik Smartfren) berharap tidak akan ada pengambilan spektrum karena “Si Raksasa” sudah punya spektrum mendekati 200 MHz, “Mestinya tidak harus dicarikan tambahan lagi.”
 
Entitas “gebyar”

Merger selalu disarankan pemerintah akibat Indonesia pernah punya tujuh operator, Telkomsel, Indosat Ooredoo, Hutchison Three (3-Tri), XL Axiata, Axis, Smartfren dan Sampurna Telecom, yang terakhir ini sudah ditutup karena tidak mampu. 

Axis diakuisisi XL Axiata, Indosat dan Tri sudah jadi IOH (Indosat Ooredoo Huthcison) dan kini XL Axiata akan merger dengan Smartfren menjadi PT XL Smart Sejahtera (XL Smart), sehingga beberapa bulan lagi hanya akan ada tiga operator, Telkomsel, IOH dan XL Smart.

Pemerintah berharap dengan jumlah yang makin menyusut akan terjadi efisiensi di industri karena pengeluaran untuk pembelian perangkat teknologi jauh lebih murah, jangkauan operator makin meluas dengan integrasi BTS-BTS yang berdekatan, dan sebagainya. 

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan