Tribunners / Citizen Journalism
AI, Nasib Kalangan Muda, dan Solusi Perlindungan Hukum
AI tidak bisa dihindari, tetapi bisa diatur. Pemerintah memiliki peran krusial dalam menciptakan ekosistem yang adil bagi generasi X, Y, Z, dan Alpha.
Editor:
Sri Juliati
Oleh: Dr. Bakhrul Amal, S.H., M.Kn
Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta
TRIBUNNEWS.COM - Seseorang tidak akan dapat melakukan perubahan sebelum terlebih dahulu memahami apa yang hendak diubah.
Begitu kira-kira Zizek menanggapi narasi Marx tentang kegelisahan dari omon-omon para filsuf yang hanya disibukkan oleh khayalan untuk menafsirkan dunia.
Keduanya sepakat bahwa yang lebih penting dari kegiatan menafsirkan, dari aktivitas kontemplasi, adalah kesungguhan untuk segera bertindak dan membuat perubahan itu sendiri.
Hari ini, kita menyaksikan bagaimana pemerintah terus menyesuaikan kebijakannya di tengah arus perubahan zaman.
Berbagai regulasi diterbitkan untuk merespons dinamika teknologi yang semakin pesat, termasuk di dalamnya kecerdasan buatan (AI).
Akan tetapi, pertanyaannya adalah apakah kebijakan yang telah dibuat itu sudah cukup untuk menjawab tantangan zaman dan melindungi generasi X, Y, Z, dan Alpha dari dampak negatif teknologi ini?
Hingga kini belum ada kebijakan yang secara spesifik membahas dampak AI terhadap generasi muda.
Padahal perkembangan AI, yang dianggap mempermudah berbagai aspek kehidupan manusia, lambat laun telah menjadi ancaman serius jika tidak dapat diantisipasi dengan baik.
AI tidak hanya mengubah cara kita dalam bekerja dan belajar, tetapi juga berpotensi menghilangkan kreativitas, daya kritis, bahkan mata pencaharian di berbagai sektor.
ChatGPT dan Masa Depan Kreativitas
Salah satu fenomena yang saat ini marak di kalangan generasi muda adalah penggunaan ChatGPT dan aplikasi sejenisnya.
AI berbentuk aplikasi tanya jawab interaktif ini mampu memberikan solusi atas hampir semua pertanyaan, juga mampu membantu dalam mengerjakan tugas, hingga bisa dipergunakan sekadar menjadi teman berbincang di waktu senggang.
Namun, jika tidak diimbangi dengan regulasi yang tepat, penggunaan AI semacam ini bisa membahayakan.
Generasi muda berisiko kehilangan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, bahkan mengesampingkan etika akademik.
Lebih dari itu, profesi yang bergantung pada intelektualitas manusia—seperti pengajar, penulis, dan peneliti—bisa terancam.
Ancaman itu terjadi karena AI mampu mengolah informasi dari berbagai sumber tanpa izin.
AI Image Generator dan Industri Kreatif
Tidak hanya dalam dunia tulisan dan akademik, AI juga telah merambah ke sektor desain dan ilustrasi.
AI image generator kini semakin banyak digunakan untuk membuat gambar, desain iklan, hingga proyek visual lainnya.
Meskipun teknologi ini menawarkan efisiensi dan kemudahan tetapi dampak yang ditimbulkan terhadap para pekerja kreatif tidak bisa diabaikan.
Tagar #tolakgambarAI yang sempat menjadi trending di media sosial menunjukkan betapa besar keresahan para pekerja kreatif.
Hak cipta mereka terancam, karya-karya yang dibuat dengan susah payah seolah tidak lagi dihargai karena dengan sekali klik, siapa pun bisa menghasilkan gambar.
Sialnya, gambar berbasis AI ini sebenarnya mengambil cuplikan-cuplikan gambar dari hasil karya manusia, tetapi dilakukan dengan tanpa izin.
Kebijakan dan Solusi Perlindungan Hukum
AI tidak bisa dihindari, tetapi bisa diatur. Pemerintah memiliki peran krusial dalam menciptakan ekosistem yang adil bagi generasi X, Y, Z, dan Alpha di era digital.
Beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah antara lain:
- Regulasi Perlindungan Hak Cipta Digital
Pemerintah perlu memperkuat undang-undang hak cipta yang melibatkan teknologi AI.
AI yang mengambil data atau karya dari internet harus memiliki mekanisme perizinan yang jelas.
Ini penting untuk memastikan bahwa para kreator tetap mendapatkan hak mereka.
- Penyusunan Aturan Etika Penggunaan AI
Kebijakan yang mengatur batasan penggunaan AI dalam dunia akademik, seni, dan industri kreatif harus segera dibuat.
Regulasi ini harus menekankan pentingnya kreativitas manusia dan mencegah ketergantungan berlebihan pada AI.
Plagiasi itu problem yang mendasar dan mampu merusak profesionalitas.
- Sanksi bagi Pelanggaran Hak Cipta Berbasis AI
Pemerintah harus juga menetapkan sanksi yang tegas bagi perusahaan teknologi yang mengembangkan AI tanpa memperhatikan hak pencipta asli.
Sistem audit terhadap penggunaan AI dalam penciptaan konten perlu diterapkan agar tidak merugikan para kreator.
- Pendidikan Digital dan Literasi AI
Selain regulasi, pemerintah juga perlu meningkatkan literasi digital di kalangan generasi muda.
Edukasi mengenai etika penggunaan AI, dampaknya terhadap kreativitas, serta bagaimana menggunakannya secara bijak harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan.
Pendidikan literasi digital, di era teknologi ini, wajib diberlakukan sebagai bagian dari kurikulum.
- Dukungan terhadap Industri Kreatif
Pemerintah harus memberikan insentif bagi para pekerja kreatif agar tetap bisa bersaing dengan perkembangan AI.
Program subsidi, pelatihan keterampilan baru, serta perlindungan terhadap profesi yang rentan tergantikan oleh AI harus segera diwujudkan.
Kesimpulan
AI adalah inovasi yang tidak bisa ditolak. Dia adalah bagian dari perubahan dan jawaban atas perubahan yang dinantikan oleh manusia.
Meskipun munculnya AI itu bak sudah menjadi hukum alam, bukan berarti AI tidak bisa dikelola dengan bijak.
Dia bisa dikelola dengan bijak melalui perangkat aturan yang jelas.
Perangkat aturan ini yang nantinya melindungi generasi X, Y, Z, dan Alpha agar tidak menjadi korban atau bahkan pelaku kejahatan dari kemajuan teknologi yang sebenarnya bertujuan untuk mempermudah kehidupan manusia.
Aturan tersebut juga adalah bagian dari kehadiran pemerintah atas kebutuhan masyarakat.
Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa teknologi ini berkembang sejalan dengan perlindungan hak-hak pekerja kreatif dan akademik.
Regulasi yang berpihak pada keadilan harus segera dirancang dan diterapkan.
Tanpa langkah konkret dari pemerintah, AI bisa menjadi ancaman bagi kreativitas, pekerjaan, dan etika dalam kehidupan digital masa depan. (*)
Sumber: TribunSolo.com
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Persaingan AI Memanas: Elon Musk Gugat Apple dan OpenAI atas Dugaan Kolusi Antimonopoli |
![]() |
---|
Praktisi Pemasaran Didorong Manfaatkan AI di Intrigue MAdVerse Summit 2025 |
![]() |
---|
AI Dinilai Tak Bisa Dilepaskan dari Tanggung Jawab Etis dan Perlindungan Data |
![]() |
---|
Ancaman Scam Fintech Makin Canggih, AI dan Open Finance Bisa Ambil Peran |
![]() |
---|
TSEL Gandeng OpenAI Perluas Pemanfaatan Kecerdasan Buatan di Sektor Korporasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.