Tribunners / Citizen Journalism
Diskursus Modernisasi Hukum Acara Pidana: Isu Krusial dalam RUU KUHAP
Diskursus mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) mengemuka belakangan ini.
Catatan awal saya adalah pentingnya kita semua melihat dan menentukan dulu filosofi atau politik hukum yang ingin bersama-sama kita terapkan pada KUHAP atau sistem peradilan pidana nasional.
Modernisasi hukum pidana dalam KUHP yang ingin mencapai keadilan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif disamping menciptakan kepastian hukum dan kemanfaatan; merupakan “fitur” baru yang sama-sama kita sepakati untuk diterapkan.
Maka dalam RUU KUHAP ini, kita perlu mengedepankan prinsip keadilan restoratif dan keseimbangan dalam kepentingan hukum antara negara atau kewenangan institusional dan warga negara yang mencerminkan modernisasi tersebut.
Filosofi selanjutnya adalah pembaruan asas keseimbangan dalam Hukum Acara Pidana yang bercampur antara Inqisitorial dan Adversarial. Pasal 4 RUU KUHAP menegaskan kembali adanya keseimbangan prinsip hakim aktif (dominus litis) dan para pihak yang berlawanan.
Pasal ini ingin menggeser prinsip inquisitorial ke arah sistem adversarial, yang mengenal prinsip penghormatan kepada hak-hak orang yang berhadapan dengan hukum. Pembahasan ilmiah terhadap prinsip ini telah banyak dilakukan.
Walaupun memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun KUHAP perlu untuk mengatur beberapa hal yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Untuk itu saya melihat bahwa prinsip ini perlu untuk dijabarkan secara lebih komprehensif ke dalam pasal-pasal dalam RUU KUHAP.
Hal ini untuk dijelaskan lebih lanjut, khususnya seperti mekanisme pembuktian dan gugatan terhadap sistem acara formil itu sendiri (pra-peradilan atau post-peradilan).
Dalam hal ini saya juga melihat bahwa RUU KUHAP tidak serta merta mereduksi kewenangan institusi penegak hukum.
Namun saya melihat bahwa pengaturan peran advokat untuk melakukan pembuktian dan pendampingan di semua tahap akan menjadi faktor penyeimbang dalam melindungi kepentingan negara maupun kepentingan tersangka atau terdakwa.
Oleh sebab itu penting bagi pembahasan RUU KUHAP untuk mendapat masukan atau gambaran ideal mengenai peran advokat yang efektif namun tetap profesional.
Dalam RUU KUHAP saat ini peran advokat diperluas untuk melakukan pendampingan di setiap tahapan. Hal ini menjadi kunci untuk keseimbangan pula.
Selain itu pembahasan mengenai mekanisme pra-peradilan masih menjadi salah satu topik yang menarik. Perdebatan panjang dari berbagai sudut pandang mengenai mekanisme pra-peradilan yang perlu untuk diperkuat.
Terdapat beberapa pandangan ilmiah mengenai pentingnya penguatan praperadilan (pretrial hearing), namun juga tidak sedikit yang mengkritik atau khawatir dalam pelaksanaannya di lapangan yang rentan dengan penyalahgunaan.
Pra-peradilan pada intinya dibentuk untuk melindungi hak hukum seseorang dari penyalahgunaan atau penggunaan kekuasaan atau kewenangan secara berlebihan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
VIDEO WAWANCARA EKSLUSIF Dinamika Politik Mengancam RUU KUHAP: Ketua Komisi III Tak Lagi Optimis |
![]() |
---|
RUU KUHAP Diharapkan Mampu Menjawab Persoalan Ego Sektoral Penegak Hukum |
![]() |
---|
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman Pesimistis RKUHAP Bisa Disahkan dalam Waktu Dekat, Kenapa? |
![]() |
---|
Dasco Minta Komisi III DPR Segera Bahas RUU KUHAP dengan KPK |
![]() |
---|
KPK Sampaikan 17 Poin Kritis RKUHAP, Komisi III DPR Bantah Upaya Lemahkan KPK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.