Tribunners / Citizen Journalism
Diskursus Modernisasi Hukum Acara Pidana: Isu Krusial dalam RUU KUHAP
Diskursus mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) mengemuka belakangan ini.
Pandangan saya selanjutnya adalah mengenai upaya paksa dan pengawasannya. RUU KUHAP ingin mengatur agar Upaya paksa dijalankan secara lebih obyektif daripada pada subyektivitas.
Hal ini merupakan cara untuk melindungi tindakan yang semena-mena dari oknum aparat, dengan tetap seimbang mengatur tentang kewenangannya dengan upaya mencegah kesewenangan dan mengawasi pelaksanaan upaya paksa secara prosedural. Pengaturan upaya paksa menjadi salah satu roh utama dari modernisasi KUHAP.
Artinya pelindungan HAM dan kepentingan publik menjadi salah satu tolok ukur utama dalam KUHAP baru yang harus diperhatikan oleh seluruh pihak.
Demikian pula mengenai pengaturan tentang penahanan. Dalam RUU KUHAP memang belum mengubah secara signifikan tentang jangka waktu penahanan.
Sebagian kelompok masyarakat sipil menginginkan adanya pengurangan terhadap lamanya masa penahanan. Masukan tersebut telah diterima oleh Komisi 3 DPR dari berbagai pihak yang telah melakukan kajian.
Hal ini tentu akan menjadi pertimbangan bersama Pemerintah disesuaikan dengan kepentingan penegakan hukum dan hak sipil. Namun mengenai masalah penahanan ini perlu dikaji lebih jauh, mengingat jangka waktu penahanan ini sebenarnya bukan menjadi masalah yang paling utama di sektor “penahanan”.
Yang paling menjadi keluhan adalah faktor kriteria pemberlakuan penahanan yang dilakukan aparat penegak hukum dan institusi terkait lainnya. Oleh sebab itu, RUU KUHAP baru mengatur mengenai syarat dan ketentuan tentang seseorang yang dikenai penahanan secara lebih ketat dan terukur.
Penyalahgunaan dan dominasi subyektivitas harus dapat dihilangkan atau dieleminasi, karena justru kontraprofuktif dengan tujuan penegakan hukum yang adil.
Namun begitu saya telah melihat bahwa RUU KUHAP telah mencoba untuk mengatur mengenai syarat penahanan secara lebih ketat dan obyektif. Kriteria penahanan dibuat sedemikian rupa agar penyidik tidak asal dalam melakukan penahanan.
Kewenangan aparat penegak hukum yang ada perlu disesuaikan dengan prinsip check and balance. Artinya pelaksanaan kewenangan sangat perlu diawasi, baik dalam melakukan upaya paksa maupun profesionalitas implementasi kewenangan penanganan perkara yang diatur dalam undang-undang.
Dalam praktek, diferensiasi fungsional ini masih menimbulkan ketidakadilan terhadap masyarakat. Permasalahan ego-sektoral dan komunikasi antar penegak hukum yang kurang harmonis atau sinergis yang selama ini terjadi telah menyebabkan berbagai permasalahan. RUU ini menjadi salah satu cara untuk menjawab persoalan tersebut.
RUU KUHAP telah mengatur kewajiban untuk meletakkan CCTV atau perekaman elektronik yang melekat selama pemeriksaan. Hal ini menjadi sebuah kemajuan penting dalam modernisasi sistem.
Oleh sebab itu, fungsi pengawasan elektronik ini perlu ditindaklanjuti dengan sistem pengawasan melekat sebagai bentuk pertanggungjawaban publik atau penanganan terpadu (baik internal maupun eksternal) bilamana ditemukan pelanggaran. Hal ini lebih baik daripada menunggu pengaduan oleh pihak tersangka/terdakwa atau dilakukan secara proaktif sesuai dengan asas due process of law.
Selanjutnya, saya juga ingin menyoroti permasalahan yang sering terjadi di lapangan yakni transparansi dan publisitas vs hak privasi.
Hal-hal seperti penetapan tersangka yang diekspos di media dan larangan publikasi proses persidangan sebagaimana Pasal 253 RUU KUHAP. Pada prinsipnya saya setuju bahwa publikasi secara real time (live streaming) adalah hal yang perlu untuk menjaga akuntabilitas sistem.
Terdapat pendapat atau pandangan bahwa transparansi belum tentu atau tidak selamanya dapat menjamin pelindungan terhadap hak hukum warga negara atau kepentingan hukumnya.
Oleh sebab itu saya sependapat dengan RUU KUHAP yang melarang publikasi ketika dimintakan untuk persidangan tertutup dab pengumuman penetapan tersangka dengan menghadirkan tersangka (ekspos).
Hal ini juga menjadi kekhawatiran seluruh pihak, terutama pihak yang berperkara karena komen atau pendapat orang terhadap data yang ada atau terungkap dalam proses persidangan dapat mempengaruhi hakim.
Banyak yang kemudian meminta agar persidangan kasusnya dilakukan secara tertutup. Pengumuman putusan hakim itu sendiri juga merupakan salah satu jenis pemidanaan, sehingga ekspos berlebihan juga tentu dapat melanggar hak hukum seseorang.
Akan tetapi pada prinsipnya, saya setuju dengan pandangan proses persidangan harus bersifat terbuka untuk umum. Hal ini menjadi salah satu cara untuk melakukan pengawasan (baik internal maupun eksternal).
Hakim, Penuntut Umum, dan Advokat pada prinsipnya harus membuka seterang-terangnya duduk perkara serta bersifat adil dan obyektif, walaupun advokat tentu dapat berpendapat lain. Pidana merupakan ranah hukum publik sehingga pada dasarnya persidangan harus dilakukan secara terbuka.
Pengecualian terhadap hal-hal yang bersifat privasi (seperti pada tindak pidana kekerasan seksual, tindak pidana anak, dan tindak pidana tertentu lainnya yang menyangkut rahasia) harus dapat dimungkinkan untuk dimintakan secara tertutup.
Tentu masih banyak hal lain dalam RUU KUHAP yang menarik untuk didiskusikan, terutama yang terkait dengan kewenangan dan pengawasannya.
Namun kita melihat pula bahwa RUU KUHAP sangat dibutuhkan untuk implementasi modernisasi hukum pidana berdasarkan keadilan restoratif dan pelindungan HAM.
Harapan saya agar seluruh pihak tetap memberikan masukan terhadap Komisi 3 dengan segala kajiannya untuk menjadi bahan dalam pembahasan RUU dengan Pemerintah nantinya.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
VIDEO WAWANCARA EKSLUSIF Dinamika Politik Mengancam RUU KUHAP: Ketua Komisi III Tak Lagi Optimis |
![]() |
---|
RUU KUHAP Diharapkan Mampu Menjawab Persoalan Ego Sektoral Penegak Hukum |
![]() |
---|
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman Pesimistis RKUHAP Bisa Disahkan dalam Waktu Dekat, Kenapa? |
![]() |
---|
Dasco Minta Komisi III DPR Segera Bahas RUU KUHAP dengan KPK |
![]() |
---|
KPK Sampaikan 17 Poin Kritis RKUHAP, Komisi III DPR Bantah Upaya Lemahkan KPK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.