Tribunners / Citizen Journalism
Diskursus Modernisasi Hukum Acara Pidana: Isu Krusial dalam RUU KUHAP
Diskursus mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) mengemuka belakangan ini.
Pra-peradilan mengawasi atau mengevaluasi kewenangan aparat penegak hukum yang melakukan tindakan hukum atau upaya paksa terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana.
Di Indonesia saat ini, KUHAP mengatur pra peradilan untuk mengawasi pelaksanaan upaya paksa termasuk diperluas hingga penetapan tersangka.
Pra-peradilan pada prakteknya dianggap hanya sebagai pemeriksaan administratif alih-alih memberikan pemeriksaan substantif-proaktif terhadap setiap tindakan aparat penegak hukum.
Dalam beberapa kajian komparatif dan pelaksanaan di beberapa negara, terdapat metode praperadilan yang bervariasi di beberapa negara.
Pra peradilan (pre-trial hearing) menjadi mekanisme untuk mengawasi pelaksanaan kewenangan aparat yang membatasi hak seseorang yang dijamin dalam Konstitusi atau undang-undang baik secara prosedural maupun substantif.
Prinsip yang digunakan selama ini terutama di negara-negara Anglo Saxon, dan menjadi benchmark, adalah Habeas Corpus Act.
Prinsip ini pada intinya mengharuskan aparat untuk bertindak sesuai prosedur untuk menghormati hak hukum seseorang dalam mencapai proses peradilan yang baik dan terpercaya.
Untuk mencapai sebuah keadilan yang murni, maka setiap tahapan dalam sistem peradilan harus dilakukan secara akuntabel dan due process of law.
Di berbagai negara, pengawasan atau supervisi dilakukan oleh Pengawas Penyidik atau Penuntut Umum (sesuai asas dominus litis). Selain itu di berbagai negara penganut sistem hukum Eropa Kontinental, terdapat konsep Hakim Komisaris atau konsep Hakim Pemeriksa Pendahuluan.
Sistem ini memperluas kewenangan peradilan untuk dapat memeriksa secara langsung terhadap seluruh tindakan yang dilakukan dalam seluruh tahap mekanisme acara pidana. Hakim Komisaris ini berfungsi untuk membantu agar proses peradilan dapat dilakukan secara efektif dan efisien untuk mencapai keadilan.
Pelaksanaan kewenangan Pra-peradilan maupun penggunaan Hakim Komisaris tersebut bervariasi.
Terdapat masukan kepada Komisi 3 DPR untuk mengatur mengenai konsep Hakim Pemeriksa Pendahuluan ini.
Namun tentu harus dilakukan lebih jauh mengenai kewenangan dan implementasinya dalam konstelasi Hukum Pidana Nasional serta analisis dampak seperti Cost-Benefit Analysis (CBA) dan Economic Analysis of Law, sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Saya melihat bahwa konsep Pra-peradilan di RUU KUHAP belum menggunakan konsep ini. Banyak masukan juga bahwa ketidaksiapan SDM dan infrastruktur di lapangan akan menjadi kendala jika konsep ini diberlakukan.
Selain itu terdapat penilaian bahwa konsep Hakim Pemeriksa Pendahuluan tetap rentan dengan penyalahgunaan atau pengawasannya masih sangat terbatas atau sulit.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
VIDEO WAWANCARA EKSLUSIF Dinamika Politik Mengancam RUU KUHAP: Ketua Komisi III Tak Lagi Optimis |
![]() |
---|
RUU KUHAP Diharapkan Mampu Menjawab Persoalan Ego Sektoral Penegak Hukum |
![]() |
---|
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman Pesimistis RKUHAP Bisa Disahkan dalam Waktu Dekat, Kenapa? |
![]() |
---|
Dasco Minta Komisi III DPR Segera Bahas RUU KUHAP dengan KPK |
![]() |
---|
KPK Sampaikan 17 Poin Kritis RKUHAP, Komisi III DPR Bantah Upaya Lemahkan KPK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.