Jumat, 26 September 2025

RUU KUHAP

RUU KUHAP Diharapkan Mampu Menjawab Persoalan Ego Sektoral Penegak Hukum

Menurut Suparji, semangat pembaruan KUHAP harus diarahkan untuk membangun kerja sama yang sinergis antarpenegak hukum. 

Tribunnews.com/Fersianus Waku
RUU KUHAP - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad. Ia mendorong agar Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di DPR RI dapat menghasilkan sistem hukum yang kolaboratif dan menjamin keadilan dalam penegakan hukum. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, mendorong agar Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di DPR RI dapat menghasilkan sistem hukum yang kolaboratif dan menjamin keadilan dalam penegakan hukum.

Suparji yang dikenal luas sebagai akademisi yang aktif memberikan pandangan kritis terhadap isu-isu hukum di Indonesia, mengatakan, semangat pembaruan KUHAP harus diarahkan untuk membangun kerja sama yang sinergis antarpenegak hukum. 

Hal tersebut, kata dia, penting guna mencegah ego sektoral antar lembaga yang selama ini menjadi salah satu hambatan utama dalam proses penegakan hukum.

RUU KUHAP saat ini sedang dibahas sebagai pembaruan dari KUHAP lama yang berlaku sejak 1981.

 

Salah satu isu krusial yang ingin diatasi adalah ego sektoral antar aparat penegak hukum (APH), yang selama ini dianggap menghambat proses hukum yang adil dan efisien.

Masalah Ego Sektoral dalam Penegakan Hukum:

  • Terjadi persaingan kewenangan antar lembaga seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK
  • Menimbulkan ketidakseimbangan dan konflik dalam penanganan perkara
  • Berpotensi merugikan hak-hak warga negara, seperti salah tangkap atau proses hukum yang berlarut-larut

"Nah, tujuannya bagaimana RUU KUHAP dapat membangun sebuah sistem proses penegakan hukum itu yang bisa mencegah adanya ego sektoral antara aparat penegak hukum," kata Suparji, Kamis (31/7/2025).

Suparji menekankan bahwa revisi KUHAP seharusnya mampu menjawab akar masalah dalam sistem peradilan pidana nasional.

"Harus dilihat akar masalahnya apa, akar masalah penegakan hukum selama ini kan kadang salah tangkap, kadang salah hukum, kadang perkara berlarut-larut, dan sebagainya," ucapnya.

Dia menyebut tidak adanya mekanisme kontrol yang efektif antar aparat penegak hukum serta lemahnya pengawasan internal dan eksternal sebagai penyebab utama persoalan tersebut.

Lebih lanjut, Suparji berharap RUU KUHAP juga mampu mengatur secara rinci perlindungan terhadap hak-hak tersangka, terpidana, maupun terlapor. 

Dalam proses hukum, menurut dia, pengadilan seharusnya memiliki peran penting dalam mengontrol tindakan aparat, termasuk dalam proses penyitaan, penetapan tersangka, hingga penangkapan.

Menanggapi isu yang sama, Direktur Eksekutif IMC Yerikho Alfredo Manurung menilai bahwa pembahasan RUU KUHAP perlu dilengkapi dengan partisipasi publik yang luas serta pengawasan terhadap implementasinya.

"Kita mendukung RKUHAP, namun masih dibutuhkan masukan publik, kemudian diperkuat dengan pengawasan atau kontrol sistemnya," kata Yerikho.

DPR dan pemerintah diketahui telah merampungkan pembahasan 1.676 daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP hanya dalam dua hari. 

Pembahasan dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP dimulai Rabu (9/7/2025) dan selesai Kamis (10/7/2025).

Saat ini, RUU KUHAP disebut tengah disinkronisasi oleh tim perumus/tim sinkronisasi DPR.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan