Tribunners / Citizen Journalism
Ekonomi RI Genting, Saatnya Bertindak Nyata dan Berani
Laporan INDEF yang menyebut kondisi ekonomi Indonesia saat ini dalam situasi “genting” seharusnya tidak diabaikan.
Editor:
Hasanudin Aco
Oleh: Dr. Anggawira
Sekretaris Jenderal BPP HIPMI
TRIBUNNEWS.COM - Laporan INDEF yang menyebut kondisi ekonomi Indonesia saat ini dalam situasi “genting” seharusnya tidak diabaikan.
Perlambatan pertumbuhan, melemahnya konsumsi, serta ketergantungan berlebih pada ekspor komoditas membuat fondasi ekonomi nasional rentan terhadap gejolak eksternal.
Pertumbuhan ekonomi kita pada kuartal I-2025 hanya mencapai 4,88 persen melambat dari 5,11% pada periode yang sama tahun lalu.
Ini terjadi saat sejumlah negara tetangga justru menunjukkan resiliensi yang lebih kuat. Vietnam tumbuh 5,7%, Filipina 6,0%, dan India bahkan mencatat 7,8% pada periode yang sama.
Perbedaan utama bukan hanya soal fiskal, tetapi kecepatan dalam memodernisasi struktur ekonomi dan menyiapkan pelaku usahanya.
Di sinilah letak tantangan utama Indonesia, terlalu lambat melakukan reformasi struktural yang berpihak pada sektor produktif dan berdaya saing tinggi.
1. Industri Belum Jadi Tulang Punggung Sejati
Pemerintah memang telah menggulirkan program hilirisasi sumber daya alam, namun belum diimbangi dengan penguatan sektor industri pengolahan nonmigas.
Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB nasional justru menurun, dari 20,48% pada 2013 menjadi hanya 18,75% pada 2024.
Bandingkan dengan Vietnam, yang sektor industrinya menyumbang lebih dari 25% PDB dan menjadi magnet investasi asing karena kemudahan berusaha dan kejelasan insentif.
Kita masih didominasi industri padat karya dengan teknologi rendah, sementara dunia telah bergerak ke arah manufaktur berbasis otomasi, digitalisasi, dan energi hijau.
Ini menyebabkan Indonesia kehilangan momentum menjadi pusat industri regional di tengah relokasi besar-besaran dari Tiongkok.
2. Kredit Menengah: Jantung Ekspansi UMKM dan Agroindustri
HIPMI mencermati adanya missing link dalam kebijakan pembiayaan. Saat kredit mikro sudah masif, dan pembiayaan korporasi besar tetap dijaga, segmen pelaku usaha menengah—terutama yang membutuhkan kredit Rp5–100 miliar—masih sulit mengakses pembiayaan dari perbankan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ekonom INDEF Sebut Tindakan PPATK Blokir Rekening Tidak Aktif Terlalu Ekstrem dan Gegabah |
![]() |
---|
Indef Beberkan Tiga Strategi Hadapi Tarif Trump, Pemerintah Diminta Contoh Vietnam |
![]() |
---|
Ekonom Esther Minta Seleksi Dewan Komisioner LPS Berdasarkan Kompetensi dan Pengalaman |
![]() |
---|
Indef: Sektor Ketenagalistrikan Jadi Solusi Strategis Hadapi Krisis Energi Global |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.