Rabu, 3 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Ekonomi RI Genting, Saatnya Bertindak Nyata dan Berani

Laporan INDEF yang menyebut kondisi ekonomi Indonesia saat ini dalam situasi “genting” seharusnya tidak diabaikan.

Editor: Hasanudin Aco
Istimewa
KONDISI PEREKONOMIAN - Dr. Anggawira, Sekretaris Jenderal BPP HIPMI, dalam sebuah diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu. Anggawira menyoroti kondisi perekonomian saat ini. 

Oleh: Dr. Anggawira
Sekretaris Jenderal BPP HIPMI

TRIBUNNEWS.COM - Laporan INDEF yang menyebut kondisi ekonomi Indonesia saat ini dalam situasi “genting” seharusnya tidak diabaikan.

Perlambatan pertumbuhan, melemahnya konsumsi, serta ketergantungan berlebih pada ekspor komoditas membuat fondasi ekonomi nasional rentan terhadap gejolak eksternal.

Pertumbuhan ekonomi kita pada kuartal I-2025 hanya mencapai 4,88 persen melambat dari 5,11% pada periode yang sama tahun lalu.

Ini terjadi saat sejumlah negara tetangga justru menunjukkan resiliensi yang lebih kuat. Vietnam tumbuh 5,7%, Filipina 6,0%, dan India bahkan mencatat 7,8% pada periode yang sama.

Perbedaan utama bukan hanya soal fiskal, tetapi kecepatan dalam memodernisasi struktur ekonomi dan menyiapkan pelaku usahanya.

Di sinilah letak tantangan utama Indonesia, terlalu lambat melakukan reformasi struktural yang berpihak pada sektor produktif dan berdaya saing tinggi.

1. Industri Belum Jadi Tulang Punggung Sejati

Pemerintah memang telah menggulirkan program hilirisasi sumber daya alam, namun belum diimbangi dengan penguatan sektor industri pengolahan nonmigas.

Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB nasional justru menurun, dari 20,48% pada 2013 menjadi hanya 18,75% pada 2024.

Bandingkan dengan Vietnam, yang sektor industrinya menyumbang lebih dari 25% PDB dan menjadi magnet investasi asing karena kemudahan berusaha dan kejelasan insentif.

Kita masih didominasi industri padat karya dengan teknologi rendah, sementara dunia telah bergerak ke arah manufaktur berbasis otomasi, digitalisasi, dan energi hijau.

Ini menyebabkan Indonesia kehilangan momentum menjadi pusat industri regional di tengah relokasi besar-besaran dari Tiongkok.

2. Kredit Menengah: Jantung Ekspansi UMKM dan Agroindustri

HIPMI mencermati adanya missing link dalam kebijakan pembiayaan. Saat kredit mikro sudah masif, dan pembiayaan korporasi besar tetap dijaga, segmen pelaku usaha menengah—terutama yang membutuhkan kredit Rp5–100 miliar—masih sulit mengakses pembiayaan dari perbankan.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan