Senin, 25 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Calon Tunggal Hakim Konstitusi dalam Bayang DPR 

Seleksi calon hakim MK yang dilaksanakan DPR yang tidak memiliki standar dan prosedur seleksi yang pasti serta tidak melibatkan panel seleksi.

Editor: Sri Juliati
Tribunnews.com/Chaerul Umam
CALON HAKIM MK - Calon Hakim Konstitusi, Inosentius Samsul menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK), di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025). Ia menyampaikan visi dan misi sebagai calon hakim MK. 

Oleh Muhammad Subhan, S.H., M.H.
Advokat di MSP Law Office

TRIBUNNEWS.COM - DPR RI telah melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Inosentius Samsul pada Rabu, 20 Agustus 2025. Ia bakal menggantikan peran Arif Hidayat yang akan pensiun karena berumur 70 tahun pada 3 Februari 2026. 

Rekam jejak Samsul sebagai ahli hukum tata negara dipertanyakan, karena bidang keilmuannya perlindungan konsumen. Samsul juga telah lama menjadi tenaga ahli DPR yang lebih sering berperan membela undang-undang bermasalah disahkan DPR yang kerap mendapat kritik masyarakat.

Pengajuan calon tunggal secara cepat dan tertutup bertentangan dengan ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi dilaksanakan secara objektif, akuntabel, transparan, dan partisipatif secara terbuka. Namun, prinsip-prinsip tersebut dilanggar oleh DPR saat memilih Inosentius Samsul.

Pertama, secara obyektif calon yang diajukan tidak memiliki kompetensi dan klasifikasi pada bidang hukum konstitusi dan ketatanegaraan sebagaimana ketentuan Pasal 24C ayat (5) UUD 1945, karena bidang keahliannya hukum perlindungan konsumen. 

Kedua, secara akuntabel DPR tidak menyusun mekanisme pertanggung jawaban seleksi yang memungkinkan publik mengawasi proses tersebut. Potensi conflict of interest sangat memungkinkan karena calon hakim berasal dari bagian badan pengusul. 

Ketiga, DPR tidak transparan pada tahapan seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon tunggal tersebut. Publik tidak pernah mengetahui adanya publikasi agar masyarakat dapat memberikan masukan sebagaimana penjelasan Pasal 19. 

Keempat, minimnya partisipasi publik dalam setiap tahapan proses seleksi calon tunggal hakim konstitusi yang dilakukan secara tertutup oleh Komisi III DPR, serta tanpa melibatkan pihak panitia seleksi yang terdiri dari ahli yang memiliki kredibel, profesional, dan objektif untuk menilai calon hakim MK.

Lebih memprihatinkan lagi, ketika DPR secara tarang-terangan meminta Samsul tidak menyerang DPR setelah menjabat. Hal ini mengindikasikan adanya motif politik balas budi yang bertentangan dengan prinsip independensi kekuasaan kehakiman dalam pengujian undang-undang yang disahkan DPR.

Pengangkatan hakim konstitusi melalui skema trifurcation – yakni melalui usulan Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR – bertujuan untuk mencegah dominasi salah satu cabang kekuasaan dan menjaga independensi. 

Namun dalam praktiknya, DPR menganggap hakim yang diusulkan DPR sebagai perpanjangan tangan legislatif untuk melindungi produk-produk legislasi yang cacat secara formil maupun materil. Ini merupakan bentuk sesat pikir konstitusional yang merusak prinsip checks and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Baca juga: Profil Inosentius Samsul Hakim MK yang Baru, Gantikan Arief Hidayat

Ini bukan kali pertama DPR mencederai independensi Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, DPR juga melakukan seleksi tertutup terhadap Guntur Hamzah yang menggantikan Aswanto, serta Asrul Sani yang berasal langsung dari anggota DPR. Pola yang sama kembali terulang melalui pengajuan Inosentius Samsul sebagai calon tunggal. 

Seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi yang dilaksanakan DPR tidak memiliki standar dan prosedur seleksi yang pasti serta tidak melibatkan panel seleksi bertentangan dengan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi

Hal ini mengakibatkan pengajuan calon tunggal mencederai prinsip objektif, akuntabel, transparan, dan partisipatif secara terbuka dalam tahapan seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim MK yang diusulkan DPR. Sehingga mengancam independensi Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi. (*)

 

Sumber: TribunSolo.com

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan