Komet 3I/Atlas Ukurannya Setengah Matahari, Bahayakan Bumi? Ini Kata Astronom BRIN
Komet 3I/Atlas sempat viral disebut kapal alien. Benarkah berbahaya? Ini penjelasan ilmuwan BRIN dan NASA.
Ringkasan Berita:
- Komet 3I/Atlas sempat viral disebut kapal alien, ilmuwan beri klarifikasi.
 - Ukurannya setengah diameter matahari, kecepatannya 215.000 km/jam.
 - BRIN dan NASA tegaskan: tidak membahayakan bumi, bukan wahana luar angkasa.
 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komet raksasa 3I/Atlas tengah melintas dekat matahari dengan kecepatan tinggi.
Fenomena langit ini sempat memicu spekulasi publik, bahkan viral di media sosial karena disebut-sebut sebagai kapal induk alien.
Bentuknya yang masif dan berasal dari luar tata surya membuat banyak orang bertanya-tanya: apakah komet ini berbahaya bagi bumi?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kenali dulu apa itu komet dan karakter unik dari 3I/Atlas.
Komet adalah objek langit yang terdiri dari es, gas, dan debu, biasanya berasal dari wilayah luar tata surya. Saat mendekati matahari, komet memanas dan melepaskan gas serta partikel, membentuk kepala bercahaya (disebut koma) dan ekor yang menjauh dari matahari. Fenomena ini membuat komet tampak terang dan mudah dikenali saat melintas.
Salah satu komet yang menarik perhatian ilmuwan dan publik belakangan ini adalah 3I/Atlas, sebuah objek antarbintang yang tengah melintas dekat matahari.
Komet ini pertama kali terdeteksi oleh teleskop ATLAS (Asteroid Terrestrial-impact Last Alert System) pada 1 Juli 2025.
Kode “3I” menunjukkan bahwa ini adalah objek interstellar ketiga yang pernah terdeteksi memasuki tata surya, setelah 1I/ʻOumuamua (2017) dan 2I/Borisov (2019).
Huruf “I” merujuk pada “interstellar” atau antarbintang, sedangkan “ATLAS” adalah nama teleskop penemunya.
Komet 3I/Atlas memiliki orbit hiperbola, berbeda dari kebanyakan komet yang mengorbit secara elips.
Artinya, komet ini hanya melintas satu kali dan tidak akan kembali ke tata surya.
Baca juga: Para Astronom Mengonfirmasi Kalau Planet Bumi Saat Ini Punya Dua Bulan
Menurut Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, komet ini berasal dari sistem planet di bintang lain yang berada di galaksi Bima Sakti.
Usianya diperkirakan sekitar 7 miliar tahun, lebih tua dari tata surya yang berumur 4,5 miliar tahun.
Secara fisik, komet ini memiliki koma (kepala komet) berisi gas dan debu dengan diameter sekitar 25.000 kilometer, dua kali ukuran bumi.
Estimasi terbaru bahkan menyebutkan bahwa diameter gas karbon dioksida (CO₂) di kepala komet mencapai 700.000 kilometer, atau setengah diameter matahari dan lima kali diameter planet Jupiter.
| Perayaan Hasil Bumi Warga Ciwedus Banten, Inovasi Padi Bibit Unggul Menuai Hasil | 
				      										 
												      	 |  
						 
				    
|---|
| Optimalkan Pemanfaatan Sumber Daya Alam RI, Antam Gandeng BRIN | 
				      										 
												      	 |  
						 
				    
|---|
| Surabaya Raih Penghargaan BRIN 2025 Berkat Inovasi Dashboard Satu Data Realtime | 
				      										 
												      	 |  
						 
				    
|---|
| Pemerintah Dorong Kolaborasi Peneliti hingga Pelaku Usaha Mengembangkan Teknologi Strategis | 
				      										 
												      	 |  
						 
				    
|---|
| Ada Cemaran Mikroplastik di Udara Jabodetabek, Menkes Ingatkan Pakai Masker dan Kurangi Sampah | 
				      										 
												      	 |  
						 
				    
|---|
							
							
							
												      	
												      	
												      	
												      	
												      	
				
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.