Senin, 13 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

52 Persen Pekerja Alami Burnout, Fakta Mengejutkan di Balik Rutinitas Kantor

Lebih dari 52% pekerja alami burnout. Hari Kesehatan Mental Sedunia 2025 soroti pentingnya keseimbangan kerja dan kesehatan jiwa.

Editor: Glery Lazuardi
freepik
MENTAL HEALTH DAY - Karyawan tengah beristirahat di sela jam kerja, menggambarkan pentingnya menjaga kesehatan mental di tempat kerja. Hari Kesehatan Mental Sedunia menjadi momentum refleksi bagi perusahaan dan pekerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan manusiawi. 

Kartika Amelia

  • Pakar HR dari HCC (Human Care Consulting)
  • Director Human Care Consulting | HCC Jan 2017 - Saat ini

Pendidikan

  • Atma Jaya Catholic University of Indonesia Master Clinical Psychology GPA 3.72 
    2013 - 2016 Majoring in Adult Clinical Psychology 
  • Universitas Kristen Maranatha Bandung Bachelor of Psychology GPA 3.82 
    2006 - 2010 
  • SMAK Kolese Santo Yusuf Malang 2003 - 2006

TRIBUNNEWS.COM - Persoalan kesehatan mental pekerja menjadi salah satu sorotan pada Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati setiap 10 Oktober. 

Bagi para pekerja di berbagai belahan dunia, isu kesehatan mental bukan sekadar masalah tahunan, melainkan tantangan sehari-hari yang hadir dalam tekanan deadline, tumpukan email, rapat beruntun, dan dinamika hubungan kerja yang kompleks.

Laporan "SHRM 2025 Insights: Workplace Mental Health" mengungkap fakta mencengangkan di balik aktivitas kerja yang tampak biasa-biasa saja.

Lebih dari 52 persen karyawan dilaporkan mengalami burnout atau kelelahan kerja kronis, sementara empat dari sepuluh pekerja menyatakan bahwa pekerjaan mereka memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental.

Generasi Z terbukti menjadi kelompok paling rentan di lingkungan kerja, di mana 91% di antaranya kerap menghadapi tantangan kesehatan mental dan 35% mengalami depresi.

Meski sekitar 60% karyawan mengaku puas dengan pekerjaannya saat ini, fakta menariknya mereka tetap aktif mencari peluang kerja lain. 

Fenomena ini, yang dikenal dengan istilah "puas tetapi ingin keluar", menjadi sinyal penting bahwa tekanan mental yang terus menumpuk telah menjadi faktor pendorong utama perpindahan talenta di dunia kerja modern.

Isu kesehatan mental di tempat kerja juga menjadi perhatian serius jutaan pekerja di Indonesia.

Berdasarkan hasil Survey Workplace Wellbeing Score Indonesia 2025, tingkat kesejahteraan mental pekerja di tanah air masih berada di bawah rata-rata global, yakni sebesar 50,98?rbanding 58,62%. 

Kondisi ini berdampak langsung pada produktivitas dan kesejahteraan karyawan, ditandai dengan peningkatan angka absensi dan penurunan produktivitas kerja.

Tidak sedikit pekerja yang secara fisik hadir di tempat kerja, namun secara mental mengalami kelelahan dan kehilangan semangat kerja. 

Biaya yang hilang akibat penurunan produktivitas karena stres kerja diperkirakan mencapai USD 300 hingga USD 900 per karyawan per bulan.

Perusahaan yang belum memiliki sistem deteksi dan penanganan stres secara dini sering terlambat menyadari turunnya performa tim.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved