Kemendag Proses Pembayaran Utang Rafaksi Migor, Peritel Minta Bentuk Konkret
Aprindo tak ingin Kementerian Perdagangan (Kemendag), hanya sebatas bicara saja soal sedang memproses pembayaran utang rafaksi migor
Penulis:
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor:
Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tak ingin pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag), hanya sebatas bicara saja soal sedang memproses pembayaran utang rafaksi minyak goreng (migor).
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, pihaknya membutuhkan sesuatu yang konkret. Alasannya, utang ini tak kunjung dibayar dan sudah dua tahun lebih.
Baca juga: Sudah Disinggung Luhut, Kemendag Belum Juga Bayar Utang Rafaksi Migor ke Pengusaha
"Kita berupaya untuk ada konkret dulu saja sekarang. Jadi maksudnya konkret itu begini. Kita mau memastikan supaya komitmen pemerintah itu nyata. Konkret. Bukan hanya bicara saja. Karena apa? Karena ini kan sudah 2 tahun lebih," katanya ketika ditemui di kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (25/4/2024).
Menurut Roy, jika utang ini tak segera dibayar, akan menjadi sesuatu yang dipandang buruk oleh investor.
Investor memandang buruk karena mereka akan menilai bahwa kepastian hukum di Indonesia tidak berjalan baik. Apa yang dijanjikan, ternyata tidak dipenuhi.
Baca juga: Luhut Minta Rafaksi Minyak Goreng Segera Diselesaikan: Kasihan Pedagang
"Ini kan preseden yang kalau berkepanjangan nanti enggak bagus bagi investor karena melihat bahwa kepastian hukum di Indonesia berarti tidak sesuai apa yang dijanjikan. Apa yang dibuat peraturannya, malah tidak dipenuhi," ujar Roy.
Ia pun berharap pembayaran utang ini bisa dilakukan sebelum pergantian pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin ke Prabowo-Gibran.
"Jadi, kami berharap, segera konkret saja. Tentu berharap juga tidak sampai pergantian pemerintahan. Mumpung masih masa transisi," tutur Roy.
Lebih lanjut, jika nantinya jumlah utang yang dibayar pemerintah tidak sesuai dengan klaim peritel, ia meminta agar diadakan dialog terbuka bersama dengan pemerintah.
Roy mengatakan, hal itu karena peritel juga harus bertanggungjawab kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
"Jadi, kalau berbeda nilainya, itu tentu kita minta adanya transparansi dan adanya dialog terbuka. Dapat dicari jalan keluar supaya enggak menjadi polemik, kata Roy.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih belum juga membayar utang rafaksi minyak goreng (migor) kepada pengusaha.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, pembayaran ini masih dalam proses. Dia bilang, sebentar lagi akan dibayar.
"Sedang proses. Sebentar lagi lah. Sedang berproses suratnya," katanya ketika ditemui di kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2024).
Ia mengatakan, saat ini sedang berjalan proses dokumen pembayaran utang rafaksi migor ini. Isy tak merinci lebih lanjut kapan pengusaha akan mendapatkan hak mereka.
"Ya, kan dulu ada rapat kordinasi. Nah, sekarang rapat kordinasi sudah memutuskan. Ini tinggal menunggu proses dokumennya," ujar Isy.
Soal pembayaran utang rafaksi migor yang molor ini sudah sampai ke telinga Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut menekankan pemerintah akan memenuhi pembayaran besaran klaim terkait dengan rafaksi minyak goreng.
"Ini sudah diaudit sama BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dan tidak ada isu sepertinya. Kita harus segera menyelesaikan ini, sehingga pedagang tidak mengalami kerugian," ujar Luhut saat memimpin Rapat Koordinasi Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng di Jakarta, Senin (25/3/2024).
Luhut meminta konfirmasi Kejaksaan Agung terkait aspek hukum kewajiban pembayaran utang pemerintah kepada pengusaha minyak goreng.
Dia mengatakan sudah membuat LO agar mengantisipasi agar kebijakan yang diambil tidak memiliki resiko hukum dikemudian hari.
"Kami mengacu pada perhitungan yang dilakukan oleh Sucofindo selaku surveyor," terang konfirmasi Jamdatun Kejaksaan Agung.
Dia menginformasikan bahwa klaim yang tidak terakomodir adalah karena terbentur permasalahan dokumen.
Menurutnya, sejumlah klaim tidak bisa diproses akibat ketidaklengkapan dokumen pendukung klaim pembayaran tersebut.
"Kalau permasalahan dokumen yang tidak lengkap, tentu kita tidak bisa karena itu melanggar aturan. Tapi kalo ada dokumen yang bisa kita bantu dorong, terutama bagi pedagang kecil itu, dibimbinglah membereskannya, yang penting perhatikan aspek hukumnya,” ucap Menko Luhut merespon informasi Jamdatun.
Perwakilan dari BPKP, BPDKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), Kementerian Sekretaris Negara, Kantor Staf Presiden, Kemenko Perekonomian dan Kementerian Perindustrian menyatakan dukungannya untuk segera menyelesaikan pembayaran klaim sesuai hasil verifikasi Sucofindo.
Adapun sesuai yang disampaikan Sucofindo, dari total 54 pelaku usaha yang mengajukan klaim, telah diverifikasi jumlahnya sekitar Rp 474 Miliar. Pelaku usaha terdiri dari retail modern maupun usaha tradisional.
Soal penyelesaian pembayaran, Menko Luhut mengingatkan bahwa keterlambatan pembayaran ini berkaitan erat dengan nasib pedagang sehingga perlu segera diselesaikan.
"Kita semua pejabat pemerintah ini harus mengingat pedagang, kalau begini kan kasihan pedagang itu. Ini kan harusnya jadi modal dia, jadinya berhenti berputar. Itu kan juga punya dampak yang lumayan. Kita harus pahami itu, mereka kan juga modalnya terbatas," ucap Menko Luhut.
Tom Lembong Bebas Usai Dapat Abolisi Prabowo: Ini Bukan Proses Hukum Ideal |
![]() |
---|
Terima Telepon Dasco, Pengacara Pastikan Tom Lembong Bebas Sore atau Malam, Keppres Abolisi Terbit |
![]() |
---|
Kemendag Gerebek Pabrik Ponsel Rekondisi di Cengkareng, 5.100 Unit Senilai Rp12 M Disita |
![]() |
---|
Minta Dibebaskan, Kubu Tom Lembong Yakin Bandingnya Bakal Diterima |
![]() |
---|
Tom Lembong Ajukan Banding, Kuasa Hukum Ungkap Hakim Tak Uraikan Niat Jahat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.