Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Trump Terapkan Bea Masuk Tinggi ke Produk RI, Ini Saran dari Ketua Komisi XI DPR Misbakhun
misbakhun mendorong tim ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto segera melakukan konsolidasi menyeluruh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun memperkirakan kebijakan
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang tarif bea masuk tambahan baru atas produk luar negeri akan memberikan tekanan pada kinerja ekspor Indonesia ke AS.
Legislator Golkar itu pun mendorong tim ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto segera melakukan konsolidasi menyeluruh demi menghadapi guncangan akibat kebijakan yang kondang dengan sebutan Trump 2.0 tersebut.
"Konsolidasi itu perlu melibatkan para pemangku kepentingan lainnya. Bagaimanapun pemerintah harus tetap berhati-hati dalam menghitung untung rugi kebijakan tarif baru di AS pada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan,” ujar Misbakhun melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (4/3/2025).
Menurut Misbakhun, Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah awal yang tepat dengan mengirim Tim Khusus Tingkat Tinggi untuk melobi AS. Dia mengharapkan tim khusus itu segera membawa hasil positif bagi Indonesia.
"Tentu kita semua berharap pada hasil Tim Khusus ini. Upaya renegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat adalah langkah terbaik," tuturnya.
Baca juga: Usai Kebijakan Tarif Trump, Pengusaha Tidak Banyak Pilihan Selain Andalkan Permintaan Dalam Negeri
Misbakhun juga membeber data transaksi perdagangan Indonesia - AS pada 2024. Pada tahun lalu, nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 26,4 milliar.
Menurut Misbakhun, angka itu setara dengan 9,9 perseb dari total kinerja ekspor nasional Indonesia. "Posisi surplus di pihak Indonesia," ujarnya.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu juga memerinci soal ekspor Indonesia ke AS yang didominasi industri padat tenaga kerja, seperti tekstil, garmen, alas kaki, minyak sawit (CPO), hingga peralatan elektronik. Misbakhun pun menduga kebijakan tarif ala Presiden Trump akan memukul industri produk ekspor di Indonesia.
"Industri-industri tersebut akan mengalami tekanan pada harga mereka di pasar US yang menjadi lebih mahal karena terkena dampak tarif tambahan baru. Untuk bisa bersaing dari sisi harga, produk buatan Indonesia harus makin efisien dalam struktur biaya produksi, sekaligus untuk menjaga kelangsungan usaha mereka," ulasan Misbakhun.
Baca juga: Dampak Kebijakan Tarif Baru AS, 50 Ribu Buruh Indonesia Terancam PHK Gelombang Kedua
Alumnus Sekolah Tinggu Akuntansi Negara (STAN) itu menambahkan dampak tarif tambahan baru di AS pasti akan memengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Akibatnya, perusahaan-perusahaan di Indonesia yang berorientasi ekspor pasti mengalami tekanan, bahkan bisa berefek ke APBN.
"Bisa jadi tekanan itu akan memengaruhi struktur laba mereka dan akan memberikan dampak pada pembayaran pajak mereka ke negara. Selama ini kinerja penerimaan negara dari pajak, bea masuk, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sangat dipengaruhi oleh kinerja ekspor dan faktor harga komoditas dunia. Jadi, target penerimaan negara dalam APBN 2025 harus dihitung ulang," ujar Misbakhun.
Peraih gelar doktor ilmu ekonomi itu juga mengutip arahan Presiden Prabowo tentang perbaikan struktural pada berbagai hambatan perekonomian melalui deregulasi ataupun penyederhanaan aturan yang menghambat. Misbakhun meyakini arahan tersebut jika dilaksanakan akan membantu upaya membangun efisiensi perusahaan di Indonesia.
"Dengan demikian industri kita tidak hanya mampu bertahan di tengah tekanan, tetapi juga menjadi lebih mampu bersaing di pasar global," imbuhnya.
Selain itu, Misbakhun juga mendorong Bank Indonesia (BI) mengantisipasi kinerja kurs Rupiah terhadap dolar AS (USD). Pimpinan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR itu memprediksi harga barang di US akan makin mahal, sementara pendapatan pekerja mereka masih tetap sehingga memicu kenaikan inflasi yang saat ini masih relatif tinggi sejak pandemi Covid-19. Misbakhun memperkirakan Bank Sentral AS (The Fed) pasti akan menurunkan tingkat suku bunga sebagai alat kontrol supaya inflasi bisa dikendalikan.
"Penurunan tingkat suku bunga The Fed akan menjadi pemicu ketidakpastian lagi sehingga prediksi pertumbuhan ekonomi akan mengalami koreksi dan itu membuat kekhawatiran pada ketidakpastian baru di pasar uang. Kondisi ini akan memberikan tekanan koreksi negatif pada nilai tukar Rupiah atas USD," ujarnya.
Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
| Pemangkasan Tarif Trump untuk Mobil Jepang Kecewakan Hyundai dan Kia |
|---|
| Pertemuan Xi, Putin, dan Kim Buat Barat Khawatir, Taktik China Berhasil Bikin Merinding |
|---|
| Trump Merasa 'Ditampar' saat India, Rusia, dan China Lakukan Pertemuan, Langsung Beri Peringatan |
|---|
| Trump Tolak Tawaran Manis India: Tarif Nol Persen Tak Lagi Berarti, Sudah Terlambat! |
|---|
| Industri Otomotif Kehilangan 51.500 Lapangan Kerja Akibat Tekanan Tarif Dagang |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.