Senin, 29 September 2025

Pemerintah 'Hujani' Insentif ke Masyarakat, Diskon Tarif Listrik hingga BSU, Ekonomi RI Mau Anjlok?

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2025 hanya 4,87 persen.

Tribunnews/JEPRIMA
DAYA BELI MASYARAKAT - Aktifitas warga yang tinggal di bantaran rel kereta api di Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2025 hanya 4,87 persen. 

Menurut dia, efektif atau tidaknya insentif ini untuk mendongkrak daya beli masyarakat akan sangat bergantung pada kecepatan dan ketepatan implementasinya.

Bantuan seperti subsidi upah dan bantuan pangan dinilai bisa langsung dirasakan.

"Namun, insentif seperti Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) tiket pesawat cenderung menyasar kelompok menengah ke atas yang relatif tidak mengalami penurunan daya beli sebesar masyarakat bawah," ucap Yusuf.

"Jadi, insentif semacam itu bisa tidak terlalu efektif jika tujuannya adalah merangsang konsumsi secara luas," jelasnya.

Tak Mampu Dongkrak Daya Beli

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudistira menilai besaran Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang ideal seharusnya mencapai Rp 1 juta per pekerja bagi mereka yang bergaji Rp 3,5 juta per bulan.

"Idealnya 30 persen atau setara Rp 1 juta untuk pekerja gaji Rp 3,5 juta. Jika subsidi upahnya di bawah Rp 600 ribu per bulan, maka daya dorong ke konsumsi rumah tangga bakal terbatas," kata Bhima kepada Tribunnews, Minggu (25/5/2025).

Sayangnya, pemerintah telah menyatakan bahwa BSU kali ini tidak akan sebesar saat pandemi Covid-19, yang kala itu mencapai Rp 600 ribu per bulan.

Bhima juga mengatakan bahwa BSU perlu diimbangi dengan pengendalian harga kebutuhan pokok dan transportasi perumahan, sehingga daya beli pekerja bisa terjaga.

Selain itu, pemerintah dinilai wajib mengikutsertakan pekerja informal agar bisa masuk ke skema subsidi upah ini.

"Pelajaran saat pandemi Covid-19 kemarin, pekerja informal tidak mendapat subsidi upah karena pemerintah masih berbasis data BPJS Ketenagakerjaan," ujar Bhima.

Selain itu, Bhima menyebut pemerintah seharusnya memberlakukan diskon tarif listrik kepada pelanggan rumah tangga dengan daya mencapai 2.200 Volt Ampere (VA).

"Diskon tarif listrik dilanjutkan merupakan hal yang positif asalkan golongannya sampai 2.200 VA, bukan hanya di bawah 1.300 VA," kata Bhima.

Ia menjelaskan bahwa banyak rumah tangga dengan daya 2.200 VA yang sebenarnya dihuni oleh penyewa rumah dan kos-kosan karyawan.

Mereka disebut termasuk tergolong kelas menengah dan membutuhkan dukungan insentif tarif listrik juga.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan