Sabtu, 6 September 2025

KNKT: Seharusnya Tidak Ada Lagi BUMN Gunakan Truk ODOL

penanganan truk over dimension dan over load (ODOL) atau truk kelebihan dimensi dan muatan tidak bisa dilakukan secara parsial.

Editor: Sanusi
HO
TIDAK BISA PARSIAL - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto mengatakan penanganan truk over dimension dan over load (ODOL) atau truk kelebihan dimensi dan muatan tidak bisa dilakukan secara parsial. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto mengatakan penanganan truk over dimension dan over load (ODOL) atau truk kelebihan dimensi dan muatan tidak bisa dilakukan secara parsial.

"Butuh sinergi lintas kementerian dan lembaga agar permasalahan ini dapat ditangani secara menyeluruh dan berkelanjutan," ujar Soerjanto di Jakarta, Senin (2/6/2025).

Soerjanto mengatakan penanganan truk ODOL harus melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian.

Termasuk, Kementerian Perdagangan, Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Bappenas, hingga Korlantas Polri.

“Kita harus membuat road map atau perencanaan beberapa tahun ke depan dalam menertibkan truk kelebihan dimensi dan muatan. Dan yang lebih penting, harus dijalankan secara konsisten,” ujar Soerjanto.

Baca juga: Penerapan Zero ODOL Diperkirakan Menambah Beban Distribusi, Segini Hitungannya 

Menurutnya, langkah awal bisa dimulai dari proyek-proyek pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Soerjanto menilai, proyek-proyek tersebut seharusnya tidak lagi menggunakan truk ODOL karena kontrol sepenuhnya berada di tangan pemerintah.

“Namun faktanya, meskipun sudah ada dua kali rekomendasi, hal itu belum juga bisa dilaksanakan,” kata dia.

Soerjanto mengungkapkan bahwa para pengemudi dan pemilik truk sebenarnya tidak nyaman dengan praktik ODOL. Selain membuat truk lebih cepat rusak, kondisi tersebut juga sangat berisiko terhadap keselamatan.

“Banyak pengemudi bilang, mengendarai truk ODOL itu mengerikan. Ibaratnya, kalau direm hari Senin, baru berhenti hari Sabtu,” ujar Soerjanto menggambarkan kondisi berbahaya di lapangan.

Ia menekankan bahwa penertiban truk ODOL harus dimulai dari pemberantasan pungutan liar (pungli) dan aksi premanisme yang masih marak terjadi di lapangan. Pasalnya, beban biaya tidak resmi tersebut bisa mencapai 15 hingga 35 persen dari ongkos angkut.

Baca juga: Jurus Kemenhub dan Korlantas Tangani Kendaraan ODOL Demi Keselamatan di Jalan Raya

“Ini sangat memberatkan para pengusaha angkutan dan pengemudi,” ucapnya.

Karena itu, Soerjanto menilai, program penertiban truk ODOL perlu dirancang secara matang dan menyeluruh. Tidak bisa dilakukan tergesa-gesa. Semua pemangku kepentingan harus dilibatkan, mulai dari pemerintah, asosiasi pengusaha angkutan barang, asosiasi pengemudi, hingga pemilik barang.

“Harus ada pendekatan yang komprehensif dan kehati-hatian dalam implementasinya,” jelasnya.

Selain itu, ia juga mendorong adanya upaya pengalihan angkutan logistik dari jalan darat ke moda transportasi lain seperti kereta api dan kapal laut. Saat ini, KNKT tengah mendorong pengalihan distribusi minuman mineral dari wilayah Sukabumi ke kereta api.

“Ternyata, secara ekonomi itu juga tidak mudah. Diperlukan dukungan semua pihak agar bisa berjalan secara konsisten,” ujar Soerjanto.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan