Ekonom: Kepastian Hukum Perlu Diperkuat untuk Capai Target Ekonomi 8 Persen
Iklim usaha yang tidak kondusif akan membuat calon investor berpikir ulang untuk menanamkan modal di Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ekonom Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha menekankan kepastian hukum perlu diperkuat untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Ketidakpastian hukum di Indonesia dinilai relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara seperti China dan Vietnam. Di China dan Vietnam kepastian hukum bagi investor dinilai sangat kuat. Misalnya, kemudahan memperoleh jaminan penggunaan lahan jangka panjang bagi investor asing.
"Di Indonesia, untuk menyewa atau membeli lahan prosedurnya berbelit-belit. Belum lagi pungutan resmi maupun tidak resmi yang kerap dihadapi pengusaha," ujar Eugenia di Jakarta, dikutip Kamis (26/6/2025).
Selain itu, mengurus legalitas usaha bisa bertahun-tahun, dan hal tersebut diniali menciptakan ketidakpastian ekonomi. Sebingga investor sulit memprediksi keuntungan yang dapat diperolehnya.
Baca juga: Menteri KP Ungkap Danantara Bakal Investasi Rp 26 T untuk Revitalisasi Tambak di Pantura Jawa Barat
Sektor-sektor yang paling terdampak oleh ketidakpastian hukum adalah sektor yang membutuhkan lahan seperti industri manufaktur dan perkebunan terutama sektor industri kelapa sawit.
Dia juga mengkritisi banyaknya pungutan, lambannya birokrasi, serta tumpang tindih peraturan antara pemerintah pusat dan daerah.
Hal ini menciptakan iklim usaha yang tidak kondusif dan membuat calon investor berpikir ulang untuk menanamkan modal di Indonesia.
"Kalau kepastian hukum tidak jelas, kepastian ekonomi pun tidak ada. Investor pasti akan memilih tempat yang lebih pasti keuntungannya," ujarnya.
Eugenia menganggap ketidakpastian hukum sebagai salah satu faktor penting. Faktor lain yang memperlambat laju pertumbuhan ekonomi adalah efisiensi APBN dan dinamika global seperti kebijakan ekonomi Amerika Serikat dan konflik geopolitik.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan perekonomian Indonesia pada triwulan I-2025 sebesar 4,87 persen (y-on-y). Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,11 persen.
Eugenia menekankan pentingnya sinergi dunia usaha dan pemerintah. Dunia usaha, harus terus memberikan masukan konstruktif melalui asosiasi seperti Kadin, Apindo, dan Hipmi.
"Mereka itu yang tahu langsung kondisi lapangan. Pemerintah harus terbuka pada masukan, jangan sampai pengusaha hengkang ke negara lain seperti Vietnam," tegasnya.
Menyoal sikap pemerintah yang dinilai lebih tegas terhadap pengusaha di era sekarang, Eugenia menyatakan hal tersebut tidak selalu negatif.
Apalagi kalau dibarengi dengan konsistensi dan komunikasi yang baik seperti soal kebijakan efisiensi. Eugenia menilai pemerintah perlu memberikan contoh nyata melalui keberhasilan investasi BUMN seperti Danantara.
"Kalau pemerintah sukses berinvestasi dan hasilnya terlihat, swasta secara otomatis akan ikut” ujarnya.
BBM Kosong, Pengusaha SPBU Swasta Ngadu ke Kementerian Investasi |
![]() |
---|
PT Merdeka Gold Resources Tbk Umumkan Kenaikan Ore Reserve Tambang Emas Pani |
![]() |
---|
KPK Apresiasi Putusan Hakim Perkara Korupsi Taspen yang Rugikan Negara Rp 1 Triliun |
![]() |
---|
Korupsi Investasi Fiktif Rp 1 Triliun PT Taspen, Ekiawan Primaryanto Divonis 9 Tahun Penjara |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih Divonis 10 Tahun Penjara di Kasus Investasi Fiktif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.