Rabu, 29 Oktober 2025

Ekonom Ungkap Tembaga Bisa Jadi Kunci Industri Hijau

Hilirisasi tidak boleh berhenti pada pengolahan bahan mentah semata, tetapi harus berujung pada pembangunan industri yang bernilai tambah tinggi.

Lita Febriani
CEO CONNECT - Direktur Kolaborasi Internasional INDEF Imaduddin Abdullah dalam Forum CEO Connect sesi ketiga, bagian dari rangkaian 16th Kompas100 CEO Forum 2025 powered by PLN, yang digelar di Bentara Budaya Art Gallery, Palmerah, Jakarta, Selasa (21/10/2025). (Tribunnews.com/Lita Febriani). 
Ringkasan Berita:
  • Indonesia memiliki keunggulan komparatif besar di sektor mineral, terutama tembaga.
  • Hilirisasi mineral harus diarahkan secara fokus dan selektif.
  • Hilirisasi tidak boleh berhenti pada pengolahan bahan mentah semata.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, membuat banyak perusahaan sektor pertambangan ikut berkembang dari waktu ke waktu.

Sektor ini juga berpotensi untuk membuat jalan mulus Indonesia menjadi negara dengan perekonomian yang kuat di dunia.

Direktur Kolaborasi Internasional INDEF Imaduddin Abdullah menyampaikan, Indonesia memiliki keunggulan komparatif besar di sektor mineral, terutama tembaga, yang menjadi bahan utama berbagai teknologi hijau.

Baca juga: Hilirisasi dan Industrialisasi Penting Memperkuat Ekonomi dalam Negeri

"Selama ini nikel jadi primadona, tapi sebenarnya tembaga itu jauh lebih strategis karena dibutuhkan di hampir semua industri transisi hijau, dari mobil listrik, panel surya, sampai turbin angin," ungkap Imaduddin dalam acata Forum CEO Connect sesi ketiga, bagian dari rangkaian 16th Kompas100 CEO Forum 2025 powered by PLN, yang digelar di Bentara Budaya Art Gallery, Palmerah, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Oleh karena itu, ia menilai hilirisasi mineral harus diarahkan secara fokus dan selektif. Saat ini pemerintah menargetkan hilirisasi untuk 28 komoditas, namun menurut Imaduddin, strategi itu terlalu luas dan berisiko kehilangan fokus.

“Kalau kita mau hilirisasi 28 komoditas sekaligus, itu sama saja tidak punya prioritas. Kita harus memilih satu atau beberapa industri strategis, seperti kendaraan listrik, dan membangun ekosistemnya secara menyeluruh," terangnya.

Lebih lanjut, Imaduddin mengingatkan bahwa hilirisasi tidak boleh berhenti pada pengolahan bahan mentah semata, tetapi harus berujung pada pembangunan industri yang bernilai tambah tinggi.

"Kata kuncinya adalah industrialisasi, bukan sekadar hilirisasi. Kita harus tahu industri mana yang strategis dan punya dampak besar terhadap ekonomi," terang Imaduddin.

Menurutnya, momentum transisi energi ini tidak akan berlangsung lama, mungkin hanya dalam 5-10 tahun ke depan, sehingga Indonesia perlu bergerak cepat dan tepat.

"Momentum ini tidak akan panjang. Dunia bisa berubah lagi lima tahun ke depan. Karena itu, sekaranglah saatnya kita mempercepat industrialisasi berbasis sumber daya yang kita miliki," jelasnya.
 

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved