HIMKI: Industri Kreatif Perlu Naik Kelas, Tak Sekadar Pemasok Produk Murah
Para pelaku industri kreatif Indonesia harus berani keluar dari jebakan sebagai negara pemasok produk murah ke pasar dunia.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menegaskan, kunci keberlanjutan industri kreatif dan kriya nasional bukan sekadar pada kemampuan produksi massal, tetapi pada kemampuan menghadirkan nilai dan makna di setiap karya.
Dalam pandangannya, Indonesia harus berani keluar dari jebakan sebagai negara pemasok produk murah dan bertransformasi menjadi sumber nilai tinggi di pasar global.
“Kita tidak boleh hanya bicara pameran dan ekspor. Kita harus bicara daya tahan merek, dan daya tahan merek bukan soal besar modal, tapi cara berpikir,” ujar Sobur di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Ia mencontohkan ketangguhan sejumlah merek dunia seperti Hermès, Louis Vuitton, Rolex, dan Patek Philippe, yang tetap eksis dan bahkan semakin kuat di tengah maraknya produk tiruan berharga murah.
Menurutnya, merek-merek tersebut bertahan karena mereka menjual makna dan martabat, bukan sekadar produk.
Sobur menilai, kekuatan merek mewah global terletak pada kemampuan mereka mengubah produk menjadi simbol identitas dan emosi. “Produk tiruan hanya meniru bentuk, tapi tidak bisa meniru martabat,” ujarnya.
Ia menegaskan, pelaku industri kreatif Indonesia perlu menempuh jalan serupa dengan menanamkan nilai budaya dan cerita lokal pada setiap karya.
“Kalau kita tidak bercerita, dunia hanya akan melihat kita sebagai pabrik. Tapi kalau kita bercerita dengan benar, dunia akan melihat kita sebagai sumber nilai,” ungkapnya.
Kriya Nusantara, perusahaan yang ia dirikan, disebut menjadi contoh konkret penerapan filosofi tersebut.
Melalui produk kemasan mewah, elemen interior, furnitur artistik, dan parfum, Kriya Nusantara menghadirkan jiwa Indonesia melalui bahan, teknik, dan narasi budaya.
Sobur juga menyoroti pentingnya strategi distribusi dan kesejahteraan tenaga kerja sebagai bagian integral dari brand value.
Baca juga: PP 28/2024 Dinilai Rugikan Daerah dan Industri Kreatif, AMLI Serukan Deregulasi
Dia bilang banyak perusahaan hancur karena tergoda menjual produk secara massal ke semua pasar, tanpa memperhatikan konteks nilai dan reputasi.
“Setiap titik distribusi adalah panggung reputasi. Cara menjual menentukan bagaimana dunia memperlakukan karya kita,” tegasnya.
Selain itu, ia menambahkan, martabat tenaga kerja adalah bagian dari nilai sebuah merek. Industri kreatif yang ingin bicara eksklusivitas, katanya, juga harus memastikan upah layak, regenerasi keterampilan, dan etika produksi.
| Tips Bertahan di Industri Kreatif Ala Pebisnis Muda Riezka Rahmatiana |
|
|---|
| Menteri Ekraf: AI Jadi Kolaborator Baru di Industri Kreatif |
|
|---|
| HIMKI Dukung Menkeu Baru, Dorong Penguatan LPEI Jadi Pilar Ekspor Industri Kecil Menengah |
|
|---|
| Berbasis di Sukabumi Jabar, Industri Kreatif Digital Ini Tangani 100 Klien dari 25 Negara |
|
|---|
| PP 28/2024 Dinilai Rugikan Daerah dan Industri Kreatif, AMLI Serukan Deregulasi |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.