Kamis, 30 Oktober 2025

Pemerintah Tahan Tarif Cukai, Pengamat: Kalau Ekonomi Tumbuh, Penerimaan Negara Ikut Naik

Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menahan tarif cukai di tahun depan, bisa dibaca untuk menerapkan kebijakan fiskal.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
KOMPAS.com/AMIR SODIKIN
ILUSTRASI -Tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok. Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menahan tarif cukai di tahun depan, bisa dibaca untuk menerapkan kebijakan fiskal yang lebih realistis terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Administrasi Fiskal dari Universitas Indonesia (UI), Prianto Budi Saptono mengatakan keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menahan tarif cukai di tahun depan, bisa dibaca untuk menerapkan kebijakan fiskal yang lebih realistis terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Dasar pertimbangannya yakni ketika ekonomi tumbuh signifikan, maka penerimaan pajak juga diharapkan ikut naik. 

“Pemerintah dengan Menkeu yang baru fokus terhadap pertumbuhan terlebih dulu. Dasar pertimbangannya adalah ketika ada pertumbuhan ekonomi yang signifikan, penerimaan perpajakan juga diharapkan akan terkerek," kata Prianto kepada wartawan, Rabu (29/10/2025).

Sedangkan jika tarif dinaikkan ketika kondisi ekonomi sosial masih terpuruk, maka keputusan ini malah akan menambah beban masyarakat.

"Ketika kondisi sosial ekonomi masyarakat masih belum baik-baik saja sekarang ini, beban tambahan akan muncul jika tarif dinaikkan," jelasnya.

Namun Prianto mengingatkan pemerintah untuk membarengi penindakan terhadap produk tembakau tanpa pita cukai alias ilegal. Sebab upaya ini menjadi alternatif peningkatan penerimaan negara tanpa harus menaikkan tarif cukai

“Penindakan rokok ilegal juga dapat meningkatkan (penerimaan) cukai tanpa perlu ada kebijakan menaikkan tarif CHT," kata dia.

Perihal wacana moratorium tiga tahun, Prianto menilai langkah ini bisa menjadi momentum untuk menyusun peta jalan kebijakan cukai dan industri hasil tembakau yang lebih berimbang.

“Dari sisi positif, moratorium tersebut dapat digunakan pemerintah dan industri untuk membuat peta jalan IHT dan kebijakan CHT. Keduanya sama-sama penting bagi pembangunan di Indonesia,” pungkas Prianto.

Terpisah, Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Yogyakarta, Waljid Budi Lestarianto, mengingatkan pemerintah soal pentingnya konsistensi pelaksanaan kebijakan.

Namun ia berharap keputusan penundaan kenaikan cukai ini dapat diubah menjadi tiga tahun ke depan.

“Pernyataan Menkeu untuk tidak menaikkan CHT dan HJE tahun depan kami sambut baik dan kami berharap betul-betul dilaksanakan. Tapi harapan kami pemerintah tidak menaikkan ini untuk tiga tahun ke depan,” ujarnya.

Waljid menilai penundaan kenaikan tarif akan menjaga daya beli masyarakat sekaligus memperkuat industri tembakau legal, dan membantu meningkatkan kesejahteraan para pekerja dan petani.

“Harga rokok yang sudah sangat tinggi akan semakin mahal kalau tarif cukai naik, dan akhirnya banyak yang beralih ke rokok ilegal. Jadi, ini jadi angin segar bagi industri tembakau dan bisa menaikkan kesejahteraan pekerja di sektor ini,” kata dia.

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif cukai rokok tahun ini didasarkan pada pertimbangan keberlangsungan lapangan kerja. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved