Minggu, 9 November 2025

Proyek Kereta Cepat

Agus Pambagio Sebut Proyek Kereta Cepat Langgar Tata Kelola Pemerintahan: Ini Memalukan

Persoalan utama dalam proyek Whoosh bukan semata soal pendanaan atau keterlibatan pihak Tiongkok, melainkan pelanggaran terhadap prinsip kebijakan.

Theresia Felisiani/Tribunnews.com
KERETA CEPAT - Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio. Persoalan utama dalam proyek Whoosh bukan semata soal pendanaan atau keterlibatan pihak Tiongkok, melainkan pelanggaran terhadap prinsip kebijakan. 
Ringkasan Berita:
  • Keputusan untuk memindahkan kerja sama dari Jepang ke Tiongkok tanpa proses yang transparan.
  • Agus menolak mengaitkan persoalan proyek kereta cepat dengan dugaan korupsi.
  • Persoalan utama proyek Whoosh adalah lemahnya etika bernegara.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio kembali menyoroti persoalan tata kelola di balik proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Kereta Whoosh.

Ia menilai bahwa persoalan utama dalam proyek tersebut bukan semata soal pendanaan atau keterlibatan pihak Tiongkok, melainkan pelanggaran terhadap prinsip kebijakan dan tata kelola pemerintahan yang baik.

"Sebetulnya kalau taat pada aturannya saja ya pada kebijakan, kita sudah sepakat dengan Jepang menerima loan (pinjaman). Banyak itu, tidak hanya kereta api, tapi satu paket loan itu banyak. Terus tiba-tiba karena tadi hanya omong-omongan (dengan Xi Jinping) terus janji (dibuatkan) itu diambil gitu," ujar Agus kepada Tribunnews.com dalam program Saksi Kata, Jakarta, Senin (3/11/2025).

Baca juga: Agus Pambagio Ungkap Cerita di Balik Awal Proyek Kereta Cepat Whoosh yang Sekarang Merugi

Menurutnya, keputusan untuk memindahkan kerja sama dari Jepang ke Tiongkok tanpa proses yang transparan dan sesuai prosedur merupakan tindakan yang tidak sejalan dengan prinsip pemerintahan yang baik.

"Jepang itu marah betul. Saya juga marah, bukan karena saya prefer ke China. Ini masalahnya ada tata kelola yang dilanggar, tidak governance. Dari sisi kebijakan ini aneh dan memalukan. Ya memalukan. Barang orang diambil dikasih ke itu. Studinya yang bikin sana, yang sini tinggal diubah-ubah. Kan memalukan itu. Itu saya keberatannya," ungkap Agus.

Agus menolak mengaitkan persoalan proyek tersebut dengan dugaan korupsi, meski ia menilai praktik korupsi memang sudah mengakar di berbagai sektor di Indonesia.

"Saya tidak melihat oh itu korupsi. Nggak. Sudah lah. Kalau di Indonesia itu yang namanya korupsi pasti ada. Negara ini kan negara korup. Coba lihat indeks korupsi kita. Wong sama Tuhan saja dikorup, mulai (anggaran) Haji lah, Al-Quran lah. Itu kan bukti bahwa kita memang bangsa yang suka sekali dengan korupsi. Jelek," ujarnya.

Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa persoalan utama proyek Whoosh adalah lemahnya etika bernegara dalam mengambil keputusan strategis yang melibatkan hubungan antarnegara.

"Jadi saya bilang, buat saya sisi kebijakan itu tata kelolanya ngawur. Itu tabu lah gitu. Sebuah negara sudah mau bantu, lalu diambil dan dikasih gitu. Terus di sini diubah lagi, bukan dia yang bikin. Sampai berbeda lagi," katanya.

Ketika ditanya apakah ia melihat adanya indikasi pemufakatan jahat di balik proyek tersebut, Agus menampik. Namun, ia tetap menilai langkah itu mencederai etika diplomasi dan tata kelola pemerintahan.

"Saya tidak sampai pemufakatan jahat. Tapi tadi soal sekedar tata kelola, etika bernegara itu nggak baik. Jepang marah. Kan akhirnya diutus dua orang untuk pergi ke sana (Jepang) minta maaf. Tapi buat saya sih ya, masa begini kita bernegara gitu," tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved