Mantan Direktur WHO Dorong Dialog Global Soal Inovasi dan Kebijakan Tembakau
Dialog global tentang pengurangan bahaya tembakau disebut seharusnya berfokus pada solusi berbasis sains dan kolaborasi lintas sektor.
Ringkasan Berita:
- Adanya regulasi yang terfragmentasi dan tidak proporsional.
- Diperlukan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat.
- Membangun kepercayaan dan kolaborasi jangka panjang antara sektor publik, akademisi, dan industri.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Penelitian, Kebijakan & Kerjasama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof. Tikki Pangestu, melihat inovasi teknologi tembakau pada saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk mengatasi epidemi merokok global.
Hal tersebut disampaikan Tikki dalam sesi panel Symposium 6: Strengthening Health Resilience in the Era of Global Challenges di acara International Military Medicine Symposium & Workshop (IMEDIC) 2025, belum lama ini.
Menurutnya, ada lima hambatan utama yang menyebabkan lambatnya implementasi adopsi strategi pengurangan risiko tembakau (Tobacco Harm Reduction/THR), yang berdampak pada upaya menurunkan prevalensi merokok di berbagai negara.
Hambatan pertama adalah sikap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sangat anti-pengurangan bahaya tembakau.
Baca juga: Pemerintah Tunda Kenaikan Tarif Cukai Tembakau, Disebut Beri Kepastian bagi Pelaku Industri
"WHO sebagai badan kesehatan dunia sangat berpengaruh. Jadi, jika WHO mengambil posisi menolak, negara-negara cenderung mengikuti arahan mereka," katanya dikutip dari Kontan, Kamis (6/11/2025).
Ia menyebut, kondisi ini membuat negara-negara, khususnya berpenghasilan menengah ke bawah, sering kali mengalami keterbatasan dalam menilai manfaat dari implementasi pengurangan risiko tembakau melalui penggunaan produk tembakau alternatif.
Hambatan kedua, regulasi yang terfragmentasi dan tidak proporsional, yang memengaruhi keterjangkauan, aksesibilitas, dan keamanan produk tembakau alternatif.
Hambatan ketiga adalah maraknya misinformasi tentang bahaya dan manfaatnya, serta penggunaan bukti secara selektif yang memengaruhi WHO hingga pembuat kebijakan.
Hambatan keempat adalah pengecualian terhadap industri. Umumnya terdapat ketidakpercayaan terhadap motif industri karena warisan citra buruk di masa lalu.
Sehingga banyak pihak, termasuk WHO dan pembuat kebijakan, tidak percaya pada niat industri meskipun kini berupaya beralih ke produk yang lebih rendah risiko.
Hambatan kelima adalah upaya untuk mengalihkan perdebatan dari usaha berhenti merokok menjadi fokus pada nikotin dan kecanduan, serta risiko bagi generasi muda.
Ia menilai, kelima hambatan tersebut melahirkan konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan publik yang tidak proporsional hingga meningkatnya perdagangan gelap produk tembakau alternatif di negara-negara yang melarangnya.
“Ketika Anda melarang sesuatu, Anda mendapatkan pasar gelap, penyelundupan, dan bahkan kekerasan dalam penjualan,” jelasnya.
Dialog, Kolaborasi, dan Kepemimpinan
Untuk mengatasi hambatan tersebut, Tikki menguraikan tiga strategi utama atau yang menurutnya krusial bagi masa depan kebijakan kesehatan global berbasis bukti.
Pertama, diperlukan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat untuk mengubah posisi WHO melalui dialog yang lebih konstruktif, inklusif, dan terbuka tentang nilai serta potensi produk tembakau alternatif bagi kesehatan masyarakat.
“Melalui dialog yang lebih inklusif, konstruktif, dan terbuka mengenai nilai dan manfaat produk tembakau alternatif bagi kesehatan masyarakat, negara-negara dapat menentukan kebijakan yang lebih seimbang dan berbasis data,” ujarnya.
Kedua, memobilisasi dukungan lintas pemangku kepentingan termasuk konsumen dewasa, investor, media, akademisi, asosiasi profesional, asuransi kesehatan, hingga penegak hukum untuk memperkuat advokasi kebijakan yang mendukung inovasi pengurangan bahaya tembakau.
Ketiga, membangun kepercayaan dan kolaborasi jangka panjang antara sektor publik, akademisi, dan industri.
Tikki menegaskan, dialog global tentang pengurangan bahaya tembakau seharusnya berfokus pada solusi berbasis sains dan kolaborasi lintas sektor, agar setiap inovasi dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mengurangi risiko penyakit dan meningkatkan kualitas hidup.
Artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Ilmuwan Dorong Dialog Global Soal Inovasi dan Kebijakan Tembakau yang Berbasis Sains
Sumber: Kontan
| Kinerja Ekspor IHT Naik 94 Persen, Wakil Ketua Umum Kadin Soroti Sumbangan Terhadap Devisa Negara |
|
|---|
| Kemenkes Bangun Pusat Bank Genetik di Bogor, Ini Kegunaannya |
|
|---|
| Pemerintah Umumkan Pemutihan Iuran BPJS Kesehatan, Registrasi Ulang Dibuka Akhir Tahun Ini |
|
|---|
| TNI AD akan Bentuk Batalyon Kesehatan 3 Kostrad, Kemungkinan Bangun Satuan Serupa di Sejumlah Kodam |
|
|---|
| Liburan Akhir Tahun Rentan Gangguan Kesehatan, Ibu Jadi Sosok yang Paling Rawan Sakit |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.