Kamis, 4 September 2025

Belajar dari Pemilu Serentak 2024: Pilpres dan Pilkada Diusulkan Ada Jeda 2 Tahun

Titi Anggraini mengusulkan penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) nasional diberi jeda dua tahun.

Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
Grafis Tribunnews/Gilang Putranto
JEDA PEMILU - Ilustrasi Pemilu 2024. Anggota Dewan Perludem sekaligus Ahli hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini mengusulkan penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) nasional diberi jeda dua tahun. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Perludem sekaligus Ahli Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Titi Anggraini mengusulkan penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) nasional diberi jeda dua tahun.

Adapun jeda dua tahun tersebut untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan Pileg tingkat daerah.

Baca juga: Putusan MK Gelar PSU di 24 Daerah Harus Jadi Bahan Evaluasi DPR Perbaiki Sistem Politik dan Pemilu

"Pelaksanaan Pemilu serentak nasional memilih DPR, DPD, dan presiden dimulai tahun 2029 dan pemilu serentak lokal memilih DPRD dan kepala daerah dimulai tahun 2031, jeda 2 tahun. Baru kemudian, pada 2032, seleksi serentak penyelenggara Pemilu dilakukan," kata Titi saat rapat dengar pendapat umum (RDPU bersama Komisi II DPR RI Rabu (26/2/2025).

Titi mengatakan usulan tersebut berkaca pada pelaksanaan Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak pada 2024.

Menurutnya, Pemilu serentak tahun lalu membuat penyelenggara Pemilu memiliki beban yang berat.

"Pilkada di tahun yang sama dengan Pileg dan Pilpres menjadi beban berat akibat himpitan tahapan Pemilu dan Pilkada yang mengganggu profesionalitas penyelenggara, fokus peserta, serta konsentrasi dan orientasi masyarakat atas proses Pemilu dan Pilkada," tandasnya.

Baca juga: Andi Gani Masuk Radar Bakal Capres-Cawapres Partai Buruh di Pilpres 2029

Sebelumnya, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengungkap data soal partisipasi pemilih di Pemilu 2024.

Kata dia, ada penurunan partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 dibandingkan Pilpres dan Pileg 2024 yang digelar serentak Februari lalu.

Afif mengatakan penurunan partisipasi pemilih tersebut menjadi catatan penting bagi penyelenggara pemilu, termasuk KPU.

Rata-rata tingkat partisipasi pemilih nasional pada pemilihan serentak tahun 2024 untuk pilgub dan wakil gubernur sebanyak 71,39 persen di 37 provinsi.

"Untuk pemilihan bupati dan wakil bupati sebesar 74,41% di 415 kabupaten dan untuk pemilihan wali kota dan wakil wali kota sebesar 67,74% di 93 kota," kata Afif saat rapat kerja bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.

Dengan persentase tersebut, Afif mengatakan jumlah partisipasi berbanding jauh dengan Pemilu Pilpres dan Pileg 2024.

Kata Afif, jumlah partisipasi baik Pilpres maupun Pileg 2024 kemarin ada di angka rata-rata 81 persen.

“Kalau kita mengacu pada hasil Pilpres, partisipasi Pilpres dan Pemilihan DPR, DPD, rata-ratanya di 81 persen. Ini menjadi catatan buat kita semua,” kata Afif.

Dalam kesempatan tersebut, Afif turut mengungkap beberapa aspek yang menjadi tantangan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024 yang notabene diselenggarakan serentak.

Kata dia, rentang waktu antara Pilkada dengan Pilpres dan Pileg di 2024 kemarin cukup dekat dan terkesan mepet.

Jarak waktu yang terlalu dekat antara penyelenggaraan Pemilu serentak dan Pilkada serentak, ujarnya.

Di mana, kata dia, saat proses tahapan Pilpres dan Pileg serentak belum sepenuhnya selesai, namun gelaran Pilkada sudah dimulai.

Hal itu ditandai dengan digelarnya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang waktunya berdekatan dengan proses pemilihan kepala daerah.

Tahapan Pemilu serentak belum selesai secara keseluruhan.

"Kita harus berjibaku dengan tahapan Pilkada yang sudah dikickoff, sudah dimulai, dan ini mau tidak mau menambah daya konsentrasi yang kita lakukan, terutama jajaran penyelenggara permanen tingkat provinsi, kabupaten, kota," ungkap Afif.

Tak hanya itu, faktor cuaca juga disinyalir menjadi salah satu kendala lainnya.

Pasalnya, kondisi cuaca di saat Pilkada yang jatuh pada November sangat tidak menentu.

Hal itu, kata dia, turut memberikan dampak pada distribusi logistik untuk keperluan Pilkada.

“Tentu ini juga berkontribusi terhadap situasi konsolidasi di internal dan seterusnya meskipun bisa kita siapkan semua. Jadi pada intinya, beban kerja penyelenggara jadi lebih berat,” ujarnya.

Lebih jauh, Afif juga menyatakan atmosfer panasnya Pilpres dan Pileg yang berdekatan dengan Pilkada juga memiliki andil tersendiri terhadap gelaran Pilkada.

Kata dia, jelang pemungutan suara untuk Pilkada, banyak tersiar hoaks di media sosial sehingga perlu adanya upaya lebih dalam memberikan pemahaman kepada publik.

Meski dihadapkan dengan adanya tantangan, Afif memastikan penyelenggaraan Pilkada 2024 yang perdana digelar serentak kemarin berjalan lancar.

Tahun 2024 menjadi tahun politik di mana masyarakat masih terbawa isu di pemilu nasional, Pilpres, Pileg, dan seterusnya.

Ini juga menghangatkan situasi Pilkada dan maraknya informasi hoaks di media sosial ini juga menyemarakan Pilkada kita.

“Perlu upaya masif untuk memberikan pendidikan pemilih kepada masyarakat,” tukas dia.

Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan