Iran Memanas
Kerusuhan di Iran Meluas ke 80 Kota, 17 Orang Tewas, Pasukan Elite Garda Revolusi Diturunkan
Aksi protes pada Kamis (22/09/2022) sudah memasuki hari keenam dan meluas ke setidaknya 80 kota.
Editor:
Hasanudin Aco
Di Teheran, video yang diunggah online menunjukkan perempuan melepas hijab mereka dan meneriakkan "matilah diktator" - nyanyian yang sering digunakan untuk merujuk pada Pemimpin Tertinggi.
Yang lain meneriakkan "keadilan, kebebasan, tidak untuk kewajiban hijab". Di provinsi utara Gilan, pengunjuk rasa juga bentrok dengan polisi.
Seorang perempuan yang ikut serta dalam protes pada Senin malam di kota utara Rasht mengirim foto-foto ke BBC Persia.
Foto itu berisi apa yang dia katakan sebagai memar yang dideritanya akibat dipukuli oleh polisi anti huru hara dengan tongkat dan selang.
"[Polisi] terus menembakkan gas air mata. Mata kami terbakar," katanya.
"Kami melarikan diri, [tetapi] mereka memojokkan saya dan memukuli saya. Mereka menyebut saya pelacur dan mengatakan saya berada di jalan untuk menjual diri.
Perempuan lain yang berdemo di pusat kota Isfahan mengatakan kepada wartawan BBC Ali Hamedani: "Saat kami melambaikan hijab kami ke langit, saya merasa sangat emosional dikelilingi dan dilindungi oleh pria lain. Senang rasanya melihat persatuan ini. Saya harap dunia mendukung kami."
Gubernur Teheran Mohsen Mansouri men-twit pada hari Selasa bahwa protes itu "sepenuhnya diatur dengan agenda untuk menciptakan kerusuhan", sementara TV pemerintah menuduh bahwa kematian Amini digunakan sebagai "alasan" oleh separatis Kurdi dan kritikus pendirian.
Kekhawatiran PBB
PBB telah menyampaikan kekhawatiran atas tindakan pihak berwenang di Irak dalam merespons aksi protes yang dipicu oleh meninggalnya Mahsa Amini, perempuan yang ditahan karena melanggar aturan hijab.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan tiga orang tewas hari Senin (19/09) ketika aparat keamanan mengeluarkan tembakan ke arah massa yang memprotes di jalan-jalan di Provinsi Kurdistan.
PBB mendesak para pemimpin Iran untuk mengizinkan unjuk rasa damai dan menggelar investigasi yang transparan atas meninggalnya Amini.
Amini, 22 tahun, perempuan dari etnik Kurdi meninggal dunia di rumah sakit pada hari Jumat (16/09) setelah koma selama tiga hari.
Ia bersama saudara laki-lakinya saat ditahan oleh polisi moral di ibu kota Teheran, hari Selasa (13/09), dengan tuduhan melanggar aturan yang mewajibkan perempuan mengenakan hijab.
Pejabat komisioner HAM PBB, Nada Al-Nashif, mengatakan ada laporan Amini dipukul dengan tongkat di bagian kepala dan kepalanya dibenturkan ke mobil.
Polisi membantah klaim ini dan menyatakan Amini "tiba-tiba mengalami gagal jantung".
Namun pihak keluarga menegaskan, Amini sehat dan bugar.
Terjadi kerusuhan saat ia dimakamkan hari Sabtu (17/09).
Beberapa perempuan yang berdemonstrasi di tengah upacara pemakaman Amini dilaporkan melepas hijab mereka sebagai protes atas kewajiban mengenakan hijab di negara itu.
Dalam video yang beredar di dunia maya, para pelayat meneriakkan "matilah diktator", dengan polisi kemudian menembaki kerumunan.
Pemakaman berlangsung di Saqez, kampung halaman Amini, yang terletak di Kurdistan, Iran bagian barat.
Dalam video lain yang beredar di media sosial, penduduk setempat berkumpul pagi-pagi sekali demi menghindari pasukan keamanan Iran mencegah mereka melakukan demonstrasi di pemakaman.
Laporan menunjukkan bahwa beberapa pengunjuk rasa yang marah berbaris menuju kantor gubernur setempat untuk memprotes kematian Amini.
Menurut video yang diterima dan diverifikasi oleh BBC Persia, pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa.
Sejumlah warga dilaporkan cedera dan ditangkap.
Dalam sebuah video yang dipublikasikan di Twitter, pasukan keamanan terlihat menjaga kantor gubernur dan menangkap pengunjuk rasa yang mencoba mendekati gedung.
Sementara, unggahan lain menunjukkan nisan Amini beredar di dunia maya. Nisan itu bertuliskan: “Kamu tidak mati. Namamu akan menjadi kode [untuk panggilan berunjuk rasa].”
Dipukul polisi atau serangan jantung?
Amini ditangkap pada Selasa (13/09) oleh polisi moral Iran karena diduga tidak mematuhi aturan kewajiban hijab.
Menurut saksi mata, dia dipukuli saat berada di dalam mobil polisi yang menangkapnya.
Kekerasan yang ia alami membuatnya berada dalam kondisi koma.
Polisi Iran membantah tuduhan pemukulan, dengan mengatakan bahwa Amini "menderita gagal jantung mendadak".
Namun keluarga Amini mengatakan bahwa dia perempuan muda yang sehat tanpa kondisi medis tertentu yang membuatnya berpotensi mengalami masalah jantung mendadak.
Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang berhaluan garis keras, telah memerintahkan kementerian dalam negeri untuk melakukan penyelidikan atas kematian tersebut.
Apa yang terjadi usai kematiannya?
Rumah Sakit Kasra di Teheran Utara mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ketika Amini dirawat pada 13 September, tubuhnya menunjukkan "tidak ada tanda-tanda vital".
Pernyataan itu kemudian dihapus dari media sosial rumah sakit setelah akun media sosial garis keras menuduh staf rumah sakit sebagai "agen anti-rezim".
TV Iran juga menayangkan rekaman CCTV Amini yang ditahan.
Aktivis hak asasi manusia menuduh TV pemerintah menyensor rekaman untuk membuat berita palsu.
Menurut Netblocks, sebuah organisasi pengawas yang memantau keamanan siber dan tata kelola internet, koneksi internet telah terganggu di berbagai lokasi di Iran sejak berita kematian Amini, termasuk di ibu kota, Teheran, dan Saqez.
Banyak pengguna internet mengatakan mereka tidak dapat mengunggah video di Instagram atau mengirim konten melalui WhatsApp.
Surat kabar Sharq yang dikendalikan negara Iran melaporkan bahwa kecepatan internet Teheran yang sangat rendah mengganggu pasar saham pada hari Sabtu.
Banyak orang Iran, termasuk individu pro-pemerintah, mengekspresikan kemarahan mereka di platform media sosial mengenai keberadaan polisi moral, juga dikenal sebagai Patroli Pembimbing.
Unggahan mereka disertai tagar yang diterjemahkan sebagai Patroli Pembunuhan.
Sejumlah video yang beredar di media sosial menunjukkan aparat menahan para perempuan, menyeret mereka, dan dengan paksa membawa mereka pergi.
"Pembenaran dan pendidikan'
Polisi Teheran beralasan penangkapan Amini karena "pembenaran dan pendidikan" tentang hijab yang wajib dikenakan oleh semua perempuan Iran.
Insiden yang terhadap terhadap Amini adalah yang terbaru dari serangkaian laporan kebrutalan terhadap perempuan oleh pihak berwenang di Iran dalam beberapa pekan terakhir.
Sejak revolusi Islam pada 1979 di Iran, perempuan secara hukum diwajibkan untuk mengenakan pakaian "Islam" yang sederhana.
Dalam praktiknya, ini berarti para perempuan harus mengenakan cadar, pakaian yang menutup seluruh tubuh, hijab, dan manteau (mantel) yang menutupi lengan mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, kampanye menentang kewajiban mengenakan hijab bagi para perempuan menguat di Iran.
Namun, aksi-aksi keras yang dilakukan polisi moralitas Iran terhadap para perempuan yang dituding melanggar aturan berpakaian telah membuat mereka yang menentang kebijakan itu menyerukan tindakan.
Baru-baru ini, kepala peradilan Iran, Gholamhossein Mohseni-Ejeie, menyarankan bahwa kekuatan asing berada di balik kampanye tersebut, menginstruksikan badan-badan intelijen untuk menemukan "tangan di balik cadar".
Banyak orang Iran menyalahkan Pemimpin Tertinggi, Ali Khamenei, secara langsung.
Pidato lamanya dibagikan kembali di media sosial di mana ia membenarkan peran polisi moral dan menegaskan bahwa di bawah pemerintahan Islam, perempuan harus dipaksa untuk mematuhi aturan berpakaian Islami.