Rabu, 1 Oktober 2025

Konflik Iran Vs Israel

Serangan Terencana AS-Israel ke Iran Sampul Perang Besar: Skenario Pengepungan China di Multifront

Serangan AS dan Israel ke Iran bertujuan mengirimkan gelombang kejut ke seluruh Asia, Afrika, dan Amerika Latin dalam mengepung China

tangkap layar/pt
SALVO RUDAL - Peluncuran ratusan rudal oleh Iran dalam membalas serangan Israel. Pada Sabtu (14/6/2025), Iran melancarkan apa yang mereka sebut Operasi Janjji Sejati Ketiga ke Israel. 

China kini dikepung oleh perang yang dipimpin AS – Ukraina, Palestina, Sudan – yang semuanya didukung oleh persenjataan dan proksi AS.

"Upaya AS baru-baru ini untuk memicu ketidakstabilan di sepanjang perbatasan India-Pakistan digagalkan oleh pasukan Pakistan yang dilengkapi dengan pertahanan udara China," kata dia.

Dia mencatat, sejak pemerintahan Obama, Washington secara eksplisit mengidentifikasi China sebagai musuh utamanya. Di bawah Presiden AS Donald Trump, perang hibrida semakin intensif.

Saat ini, AS, kata dia, menargetkan sekutu China untuk merusak hubungan regional dan menunda kebangkitan politik dan ekonomi Asia. 

"Namun sejarah tidak dapat dihentikan. Iran, Rusia, dan terutama China tidak hanya bertahan tetapi juga muncul lebih kuat. Perang hibrida di masing-masing negara ini dimulai beberapa dekade lalu, dan masing-masing telah terbukti sangat tangguh dan cerdik tidak hanya dalam mempertahankan keteguhan di skala nasional, tetapi juga dalam menyelaraskan kepentingan kontinental dan geopolitik mereka saat mereka bangkit," katanya.

Matinya Diplomasi, Keuntungan Tetap Jalan

Nina menyebut, di medan perang, kekuatan-kekuatan Eurasia yang sedang bangkit telah membuktikan kemampuan mereka.

"Namun, diplomasi tetap menjadi front terlemah mereka. Kesepakatan nuklir Iran hanyalah umpan dan tipu daya. Begitu pula dengan perundingan gencatan senjata di Gaza dan Lebanon. Taktik negosiasi ini – yang lazim dalam budaya perusahaan AS – berfungsi untuk mendapatkan konsesi sambil memajukan agresi," kata dia.

Pada faktanya, kata dia, AS tetap menjadi kekaisaran paling tangguh dalam sejarah. 

"AS mengabaikan perjanjian, menginjak-injak hukum internasional, dan menulis ulang aturan untuk mengamankan keuntungan melalui peperangan. Pepatah Clausewitz  yang mengatakan "Perang adalah kelanjutan dari kebijakan dengan cara lain" tidak berlaku lagi; bagi AS, perang bukanlah politik dengan cara lain – melainkan keuntungan dengan cara lain," ujarnya

Diplomasi saja tidak dapat menghentikan mesin imperialis. Hasil dari konflik ini dan konflik lain yang didukung AS akan ditentukan di medan perang.

"Semakin cepat blok Eurasia menerima kenyataan pahit ini, semakin cepat keseimbangan itu dapat berubah," katanya menutup ulasan tersebut.

 

 

 

(oln/tc/*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved