Minggu, 28 September 2025

Krisis Korea

Mantan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Dipenjara Lagi, Didakwa Terlibat Upaya Pemberontakan

Yoon Suk Yeol kembali dipenjara atas tuduhan hasutan pemberontakan setelah dimakzulkan pada April 2025 akibat penerapan darurat militer kontroversial.

Presidential Office
YOON SUK YEOL - Gambar dibagikan oleh Presidential Office. Presiden Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato sebelum ditahan untuk diinterogasi terkait kegagalannya menerapkan darurat militer di kediaman presiden di Seoul, 15 Januari 2025. Yoon ditangkap kembali pada Kamis (11/7/2025), hanya empat bulan setelah dimakzulkan dari jabatannya sebagai presiden karena menerapkan hukum darurat militer secara sepihak. 

Penahanan ulang Yoon, menurut pengadilan, dianggap penting untuk memastikan proses hukum berjalan adil tanpa tekanan politik atau sabotase dari pihak terdakwa.

Respon Pendukung vs Penentang

Penahanan ulang Yoon memicu gelombang aksi di Seoul.

Pendukungnya menggelar demonstrasi di luar Pengadilan Seoul, menuding penahanan ini sebagai “persekusi politik” terhadap oposisi.

Penentangnya, termasuk kelompok prodemokrasi, menyambut langkah ini sebagai upaya menegakkan hukum dan mencegah kembalinya otoritarianisme.

Metrotvnews.com melaporkan polisi sempat membubarkan kerumunan di luar pengadilan untuk mencegah bentrokan. 

Kenapa Yoon Suk Yeol Dimakzulkan?

Dikutip dari Reuters, Yoon Suk Yeol dimakzulkan pada April 2025 oleh Mahkamah Konstitusi.

Pemakzulan terjadi menyusul keputusan Yoon menerapkan hukum darurat militer pada Desember 2024, langkah yang dinilai melanggar konstitusi dan prinsip demokrasi.

Parlemen menyebut dekrit itu sebagai upaya kudeta sipil, apalagi diterbitkan tanpa persetujuan legislatif dan disertai represi politik.

Mahkamah secara bulat menyatakan bahwa tindakan Yoon tidak sah dan menegaskan bahwa ia melanggar prinsip demokrasi konstitusional.

Apa Itu Darurat Militer di Korea Selatan?

Baca juga: Intelijen Ukraina Sebut Negara ASEAN Ini akan Gabung Korea Utara Dukung Rusia

Darurat militer adalah kebijakan konstitusional yang memungkinkan pelimpahan kekuasaan sipil kepada militer dalam keadaan krisis luar biasa.

Di Korea Selatan, penerapannya sangat kontroversial karena masa lalu represif selama rezim militer 1970–1980-an.

Dikutip dari thetimes.co.uk, deklarasi ini memberi wewenang untuk membatasi kebebasan sipil, termasuk penangkapan tanpa surat perintah dan pelarangan media.

Kasus Yoon menjadi sorotan karena ia dituduh menyalahgunakan mekanisme ini tanpa dasar hukum yang sah.

(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan