Konflik Memanas: Cina Himbau Warganya Hindari Jepang Usai Pernyataan Kasar Konjen di Osaka
Ketegangan Jepang–China meningkat setelah komentar kasar Konjen China. Beijing imbau warganya hindari Jepang dan maskapai sediakan pembatalan gratis
Ringkasan Berita:
- Ketegangan Jepang–China meningkat setelah Konjen China di Osaka mengeluarkan ujaran kasar terhadap PM Jepang.
- Tokyo memprotes keras, sementara Beijing membalas dengan mengimbau warganya tidak bepergian ke Jepang.
- Maskapai China memberi fasilitas pembatalan, sementara publik Jepang memberi reaksi beragam.
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang.
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Ketegangan hubungan Jepang–China kembali memanas setelah sebuah insiden diplomatik menjadi sorotan publik Asia Timur.
Pada 8 November 2025 lalu, unggahan Konsul Jenderal China di Osaka memicu kontroversi karena berisi kata-kata sangat kasar yang ditujukan kepada Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi.
Dalam unggahannya, sang Konjen menulis: “Seenaknya sendiri menyerang, kepala kotor itu mesti kita potong. Apakah sudah siap?”
Pernyataan itu memicu reaksi keras pemerintah Jepang. langsung bereaksi keras.
“Keterlaluan sekali China. Apalagi dilakukan seorang pemimpin setingkat Konjen yang ditempatkan di Osaka. Menggunakan kata-kata sangat kotor terhadap PM Jepang dan kita sudah panggil Dubes China ke Kemlu Jepang tanggal 14 November lalu serta memprotes keras kelakuan Konjennya di Osaka,” ungkap sumber Tribunnews.com di Kemlu Jepang, Sabtu (15/11/2025).
Baca juga: Kolaborasi Mooochii dan Morinaga GH Jepang Siap Hadirkan Mochi Halal Autentik
Dubes Jepang untuk China, Kenji Kanesugi sebelumnya juga telah dipanggil pemerintah China pada 13 November malam.
Beijing meminta agar PM Jepang mencabut pernyataannya dalam sidang Diet beberapa waktu lalu, yang diduga menjadi pemicu ketegangan terbaru ini.
China Imbau Warganya Hindari Jepang
Situasi kian memburuk ketika pemerintah China secara resmi mengimbau warganya agar tidak melakukan perjalanan ke Jepang, efektif sejak Jumat (14/11/2025).
Seruan tersebut langsung memicu reaksi beragam di media sosial Cina.
Ada yang mendukung dengan komentar bernada nasionalis seperti “menjauh dari Jepang, menjauh dari Jepang”, namun tak sedikit pula yang mengeluh, terutama mereka yang sudah membeli tiket.
“Saya sudah memesan penerbangan dari Shanghai ke Jepang,” tulis seorang warganet.
Media China melaporkan bahwa tiga maskapai besar—termasuk Air China—mulai 15 November 2025 mengumumkan fasilitas pengembalian dana dan perubahan jadwal gratis untuk penerbangan menuju atau dari beberapa bandara di Jepang hingga akhir tahun.
Kebijakan ini dianggap sebagai sinyal kuat agar wisatawan membatalkan rencana perjalanan.
Dampak bagi Industri Pariwisata
Menurut Organisasi Pariwisata Nasional Jepang (JNTO), dari total sekitar 31,65 juta wisatawan asing yang diperkirakan berkunjung ke Jepang pada Januari–September tahun ini, sekitar 7,48 juta atau 20 persen adalah warga China.
Angka ini melampaui rekor tahun 2019 yang mencapai 9,59 juta wisatawan China, menjadikan China penyumbang wisatawan terbesar, melampaui Korea Selatan.
Meski demikian, pola wisatawan China dalam beberapa tahun terakhir berubah.
Jika dulu wisata kelompok mendominasi, kini perjalanan individual semakin meningkat.
Karena itu, belum jelas seberapa besar dampak imbauan pemerintah China terhadap arus wisatawan mandiri.
Baca juga: Dalmatian Pertama Lulus Jadi Anjing Polisi di Prefektur Niigata Jepang
Efektivitas Tekanan Ekonomi Dipertanyakan
Sebagian analis internasional mempertanyakan apakah pendekatan seperti ini efektif sebagai instrumen diplomasi.
Ada preseden serupa di Korea Selatan pada 2016, ketika pemerintah Korea memutuskan mengerahkan sistem pertahanan rudal THAAD milik AS.
Sebagai respon, China secara lisan meminta agen perjalanan domestiknya menghentikan penjualan paket wisata ke Korea.
Akibatnya, wisatawan kelompok dari China menghilang dari lokasi-lokasi wisata Korea.
Jumlah wisatawan asing ke Korea anjlok dari 17,24 juta (2016) menjadi sekitar 13,33 juta pada 2017—turun hampir 4 juta orang.
Namun, efek sampingnya tak kalah besar: sentimen negatif warga Korea terhadap China melonjak.
Menurut Pew Research Center, persepsi negatif terhadap China naik dari 37 persen (2015) menjadi 61 persen (2017), dan bahkan menembus 80% pada 2022.
Contoh lain terjadi pada Agustus tahun ini, ketika Kementerian Luar Negeri China mengeluarkan peringatan terkait "kejahatan terhadap China" di Filipina dalam konteks ketegangan di Laut China Selatan.
Pemerintah Filipina langsung membantah keras dan menilai klaim tersebut sebagai “bohong dan tidak sesuai kenyataan.”
Respons Warga Jepang
Di Jepang sendiri, imbauan China agar warganya tidak berkunjung ke Negeri Sakura justru disambut dengan reaksi yang mengejutkan.
Banyak warga merasa lega, mengingat beberapa waktu terakhir aksi sejumlah turis China dianggap mencoreng ketertiban umum—mulai dari membuang sampah sembarangan, memotret tanpa izin, hingga masuk ke halaman rumah warga seenaknya.
Meski demikian, kalangan pelaku industri pariwisata tentu melihat situasi ini dengan kekhawatiran. Jepang masih sangat bergantung pada pasar wisatawan China, terutama di kota-kota besar dan destinasi belanja.
Ketegangan diplomatik ini kini memasuki fase yang lebih sensitif, dan banyak pihak menunggu langkah selanjutnya dari Tokyo maupun Beijing.
Yang jelas, hubungan dua negara besar Asia ini kembali diuji di panggung internasional.
| Menkum Supratman Tekankan Isu Royalti dan Kekayaan Intelektual dalam Forum ASEAN–Jepang |
|
|---|
| Dalmatian Pertama Lulus Jadi Anjing Polisi di Prefektur Niigata Jepang |
|
|---|
| Permintaan Sertifikat Halal Meningkat di Cina dan Eropa, BPJPH: Tak Sekadar Menjadi Urusan Agama |
|
|---|
| Jepang Pasang Badan, Mau Kerahkan Pasukan jika Taiwan Diserang China |
|
|---|
| Jadwal Semifinal Kumamoto Masters 2025: Gregoria Jumpa Unggulan Taiwan, Wakil Jepang Mendominasi |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.