Rabu, 19 November 2025

Wanita asal Lampung Buka Restoran di Jepang, Omset Jutaan Yen Tiap Bulan

Susanti Sasaki, wanita Lampung, sukses bangun dua restoran di Jepang dengan omzet 21 juta yen per bulan dan kini bersiap ekspansi lagi  

Editor: Eko Sutriyanto
Richard Susilo
KULINER DI JEPANG - Susanti Sasaki di pintu masuk restorannya di Harajuku Tokyo. Usaha kuliner yang digelutinya perempuan asal Lampung selama enam tahun terakhir kini menghasilkan rata-rata 15 juta yen per bulan untuk cabang Harajuku dan 6 juta yen untuk cabang Hachioji 
Ringkasan Berita:
  • Susanti Sasaki, wanita asal Lampung, sukses membangun dua restoran Indonesia di Jepang dengan omzet gabungan hingga 21 juta yen per bulan. 
  • Berawal tanpa pengalaman kuliner, ia belajar, meraih lisensi makanan Jepang, dan kini mempekerjakan 10 karyawan. 
  • Susanti berencana membuka cabang baru di Tokyo serta mengembangkan central kitchen untuk memperluas usahanya.

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO Susanti Sasaki (44), wanita asal Lampung, berhasil membangun dua restoran Indonesia di Jepang dengan omzet mengesankan.

Usaha kuliner yang digelutinya selama enam tahun terakhir kini menghasilkan rata-rata 15 juta yen per bulan untuk cabang Harajuku dan 6 juta yen untuk cabang Hachioji.

Ia juga mempekerjakan 10 karyawan tetap.

“Saya akan buka lagi restoran di Tokyo. Masih mencari lokasi di Shinjuku, Shibuya, atau Ueno, dan kalau bisa di lantai satu,” ujar Susanti saat ditemui Tribunnews.com.

Restoran pertamanya, Kuta Bali Café, berada di Hachioji, sementara cabang keduanya terletak tepat di depan Stasiun Harajuku dengan biaya sewa 1,5 juta yen per bulan.

Baca juga: Pemerintah Shanghai Pacu Transformasi Restoran Pintar, AI Siap Ubah Masa Depan Kuliner

Susanti mengenang awal mula usahanya.

Saat anak bungsunya duduk di kelas 6 SD, ia ingin memiliki kegiatan produktif.

Sang suami mendukung penuh, bahkan sering mencicipi makanan untuk memastikan kualitas hidangan.

“Suami saya bisa langsung tahu kalau ada rasa yang berubah,” katanya.

Padahal, Susanti memulai bisnis ini tanpa pengalaman kuliner.

Ia kemudian menempuh kursus dan memperoleh lisensi makanan Jepang (washoku) sebelum akhirnya membuka restoran.

Pengalamannya dekat dengan para pemagang dari Indonesia turut membantu promosi restorannya. Ia sering mengajak mereka makan, ber-hanami, bahkan menginap di rumahnya ketika kereta sudah berhenti beroperasi.

Cerita dari mulut ke mulut dan video promosi gratis di YouTube membuat nama restorannya semakin dikenal.

Susanti memiliki dua anak perempuan berusia 17 tahun dan 24 tahun. 

Setelah kedua restorannya berjalan stabil, ia berencana membangun central kitchen sebagai fondasi ekspansi lebih besar.

Untuk bahan baku, Susanti terbantu oleh banyaknya distributor Jepang yang menawarkan pasokan stabil.

Ia kini memilih pisang Filipina karena kualitasnya lebih konsisten dibanding pasokan sebelumnya dari Amerika Latin.

Bumbu-bumbu kuliner Indonesia pun mudah didapat baik dari distributor lokal maupun impor.

Baca juga: Sandiaga Uno Dorong Ibu Rumah Tangga Mandiri Lewat Wirausaha Kuliner

Namun tantangan terbesar baginya adalah sumber daya manusia.

“Koki harus punya pengalaman minimal 10 tahun. Banyak yang sudah kembali ke Indonesia,” ujarnya.

Untuk mengatasinya, ia merekrut dari Okinawa, Osaka, atau langsung dari Indonesia dengan rekomendasi teman agar mengetahui karakter calon chef.

Pernah suatu kali pelanggan komplain karena mengira ada batu dalam masakan.

“Setelah dicek, ternyata batok kemiri ikut masuk. Kami langsung meminta maaf dan memastikan kejadian itu tidak terulang,” tuturnya.

Dengan semangat, ketelitian, dan dukungan keluarga, Susanti kini menjadi salah satu pelaku kuliner Indonesia yang sukses di Jepang dan terus bersiap memperluas jejak bisnisnya.

Diskusi kuliner  di Jepang dilakukan Pencinta Jepang gratis bergabung. Kirimkan nama alamat dan nomor whatsapp ke email: tkyjepang@gmail.com

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved