Kamis, 20 November 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Pengakuan Negara Palestina Meluas, Menteri Israel Kelabakan, Minta Presiden Abbas Dipenjara

Permintaan aneh dilakukan oleh Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir setelah banyak negara mengakui negara Palestina.

Tribunnews.com/Ruth Vania Chirstine
MINTA ABBAS DITANGKAP - Presiden Palestina Mahmoud Abbas berbicara di hadapan para delegasi negara anggota KTT OKI, di Jakarta Convention Center Jakarta, Senin (7/3/2016). Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir menyerukan penangkapan Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas setelah banyak negara mulai mengakui Negara Palestina. 

Tuntutan ini menambah ketegangan politik di kawasan tersebut di tengah gejolak konflik yang berkepanjangan.

Faksi-faksi Gaza Tolak Resolusi PBB

Kelompok Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya di Jalur Gaza secara tegas menolak resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan pembentukan dewan pemerintahan dan pasukan stabilisasi internasional untuk mengambil alih wilayah yang terkepung oleh Israel tersebut.

Faksi-faksi tersebut menilai resolusi yang dipelopori oleh Amerika Serikat itu sebagai upaya yang merusak "kehendak nasional" Palestina.

Mengutip Al Jazeera, mereka menyebutnya sebagai kerangka kerja yang "membuka jalan bagi pengaturan lapangan yang dipaksakan di luar kehendak nasional Palestina".

Penolakan keras ini didasari oleh kekhawatiran resolusi tersebut akan mengekang hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.

Faksi-faksi di Gaza menyuarakan kekhawatiran pasukan militer internasional yang akan dikerahkan di Gaza "akan berubah menjadi semacam perwalian atau administrasi yang dipaksakan", yang dinilai membatasi hak rakyat Palestina untuk mengurus urusan mereka sendiri.

Lebih lanjut, faksi-faksi tersebut menuding rencana yang juga didukung oleh sejumlah negara Arab dan dipimpin oleh Trump itu sebagai "bentuk kemitraan internasional yang mendalam dalam perang pemusnahan yang dilancarkan oleh pendudukan (Israel) terhadap rakyat kami".

Mereka juga mengkritik resolusi DK PBB karena mengabaikan serangan harian oleh tentara dan pemukim Israel di Tepi Barat yang diduduki.

Selain itu, resolusi ini dinilai gagal menyentuh akar permasalahan seperti pengakhiran pendudukan Israel dan sistem apartheid yang diterapkan.

Baca juga: Rusia Tolak Ikut Campur, Sebut Resolusi Gaza Versi AS Jebakan Berbahaya bagi Masa Depan Palestina

Meskipun faksi-faksi Gaza menolak, Otoritas Palestina (PA) justru menyambut baik resolusi tersebut dan menyatakan kesiapan untuk mengimplementasikannya.

Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan yang berterima kasih kepada Trump, yang diperkirakan akan ditunjuk sebagai kepala "dewan perdamaian" yang akan memimpin Gaza.

Meski begitu, situasi di lapangan masih tegang.

Pada hari Selasa, serangan udara Israel dilaporkan menargetkan wilayah di timur Khan Younis, sementara operasi penggerebekan dan pembongkaran juga dilakukan di timur Kota Gaza.

Kementerian Kesehatan Gaza mengonfirmasi, hampir 70.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 170.000 lainnya terluka akibat serangan Israel sejak pecahnya perang pada Oktober 2023.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved