RSUD Kota Bogor Terlilit Utang Puluhan Miliar Rupiah Bikin Pelayanan Terganggu, Ini Kata BPJS Watch
Banyak pasien program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan mengeluh kurangnya ketersediaan obat-obatan untuk penyakit kronis serta lainnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - BPJS Watch meminta pemerintah segera turun tangan menyelesaikan kasus utang yang melilit RSUD Kota Bogor, Jawa Barat. Diketahui, RSUD Kota Bogor tengah menghadapi masalah keuangan serius dimana berdasarkan data yang ada, total utang pada 2024 mencapai Rp 91,5 miliar.
Baca juga: Dapat Pendampingan Kejaksaan, RSUD Kota Bogor Klaim Lebih Taat Administrasi dan Melek Hukum
Kondisi ini berimbas pada pelayanan pasien. Banyak pasien program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan yang mengeluhkan kurangnya ketersediaan obat-obatan untuk penyakit kronis.
"Sangat merugikan pasien. Masyarakat jadi korban ketika mau datang dirawat, tapi obatnya nggak ada. Disuruhlah akhirnya pasien (JKN) beli obat sendiri. Padahal sangat jelas, tidak boleh ada biaya yang dikeluarkan oleh pasien ketika dia dirawat," kata Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (12/8/2025).
Jika ada masyarakat yang memiliki masalah di RS tersebut seperti membeli obat sendiri maka segera lapor kepada BPJS Kesehatan. "Jangan sampai persoalan manajemen ini dilimpahkan ke pasien. Pasien harus bisa, menghubungi BPJS Satu. Dan BPJS Kesehatan harus merespon dengan lebih proaktif," kata dia.
Saat disinggung, masalah keuangan RSUD Kota Bogor disebabkan karena ada keterlambatan pembayaran dari BPJS Kesehatan ia tidak meyakini hal itu.
Dia mengatakan, keuangan BPJS Kesehatan terhitung baik dimana surplus di tahun 2024 saja mencapai Rp 42,5 triliun.
"Artinya masih punya uang untuk membayar di tahun ini. Setiap klaim dilakukan rumah sakit itu bisa dibayar, karena kalau dia tidak membayar lebih dari satu bulan, maka BPJS Kesehatan akan kena denda 1 persen," ujar dia.
Sementara, jika keterlambatan pembayaran dari BPJS Kesehatan ada karena dispute dan pending claim maka sebaiknya pihak BPJS Kesehatan dan rumah sakit bisa duduk bersama menyelesaikan ini. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Dinas Kesehatan juga harus bisa mempercepat proses penyelesaian persoalan ini.
Baca juga: Warga Rancabungur Hidup Lagi Setelah Dinyatakan Mati, Pihak RSUD Kota Bogor Beri Penjelasan
"Dispute claim dan pending claim itu juga banyak dialami oleh rumah sakit-rumah sakit lain. Tapi memang juga nilainya kan nggak sama seperti klaim normal ," kata Timboel.
Untuk diketahui, pending klaim terjadi ketika berkas klaim yang diajukan oleh rumah sakit belum lengkap atau memerlukan data tambahan. Sementara dispute klaim terjadi ketika ada perbedaan antara data yang diajukan oleh rumah sakit dengan data yang seharusnya diterima oleh BPJS Kesehatan terkait pelayanan atau tindakan klinis.
Sampai berita ini diturunkan Tribunnews.com masih menunggu jawaban tertulis dari pihak BPJS Kesehatan. Sementara itu Direktur RSUD Kota Bogor Ilham Chaidir mengungkapkan, saat ini pihak rumah sakit masih berupaya melunasi utang tersebut.
Ilham menyampaikan, RSUD Kota Bogor terpaksa berutang lantaran pendapatan dengan pengeluaran tidak seimbang. Pada tahun 2024, RSUD Kota Bogor harus melakukan 8.000 tindakan operasi, termasuk menangani pasien yang tidak tercover pembiayaan sepenuhnya oleh BPJS Kesehatan.
Ilham memerinci, dari 8.000 tindakan operasi yang dilakukan, sekitar 5.000 pasien merupakan pasien operasi cito atau pasien yang harus mendapatkan penanganan cepat. Sementara, 3.000 pasien merupakan operasi elektif.
Baca juga: Kemenkes Resmikan Fasilitas Cath Lab untuk Penyakit Stroke dan Jantung di RSUD Kota Bogor
Kondisi tersebut, lanjut Ilham, membutuhkan biaya tinggi sehingga pihak rumah sakit harus melakukan subsidi.
"Operasi cito itu sesuai dengan diagnosa pasien. Kalau pembayarannya menggunakan BPJS tidak akan nyambung. Karena itulah disubsidi oleh rumah sakit dan menjadi pengeluaran kami," ujar dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.