Selasa, 14 Oktober 2025

WHO: Satu dari Enam Infeksi di Dunia Kini Kebal terhadap Antibiotik

Satu dari enam infeksi bakteri yang dikonfirmasi laboratorium kini tidak mempan terhadap pengobatan antibiotik umum.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
SEHATNEGERIKU.COM
RESISTENSI ANTIBIOTIK - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan serius sehubungan dengan tren meningkatnya kasus resistensi antibiotik di seluruh dunia. 
Ringkasan Berita:Ringkasan Berita
  • WHO mengeluarkan peringatan serius sehubungan dengan tren meningkatnya kasus resistensi antibiotik di seluruh dunia.
  • Sejak tahun 2018 hingga 2023, resistensi antibiotik tercatat naik hingga di atas 40 persen
  • Antibiotik penting lain seperti karbapenem dan fluorokuinolon juga mulai kehilangan efektivitas terhadap sejumlah bakteri umum. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan serius sehubungan dengan tren meningkatnya kasus resistensi antibiotik di seluruh dunia.

Menurut laporan terbaru WHO, satu dari enam infeksi bakteri yang dikonfirmasi laboratorium kini tidak mempan terhadap pengobatan antibiotik umum.

Fenomena ini menjadi tanda bahaya baru dalam dunia kesehatan global. 

Sejak tahun 2018 hingga 2023, resistensi antibiotik tercatat naik hingga di atas 40 persen dari kombinasi patogen dan antibiotik yang dipantau WHO.

Rata-rata peningkatan tahunannya mencapai 5–15 persen.

Data tersebut diperoleh dari Sistem Pengawasan Resistensi dan Penggunaan Antimikroba Global (GLASS) yang diikuti lebih dari 100 negara. 

WHO menegaskan, meningkatnya resistensi terhadap antibiotik esensial bisa menjadi ancaman nyata bagi upaya penanganan penyakit infeksi yang umum terjadi.

Ancaman Terbesar dari Bakteri Gram-Negatif

Laporan Global Antibiotic Resistance Surveillance 2025 menyebutkan delapan jenis bakteri paling berisiko, di antaranya Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumoniae.

Patogen tersebut diketahui menjadi penyebab utama berbagai infeksi seperti infeksi saluran kemih, aliran darah, hingga gastrointestinal.

WHO menemukan bahwa bakteri Gram-negatif kini menjadi momok terbesar dunia medis.

Lebih dari 40 persen E. coli dan 55 persen K. pneumoniae di seluruh dunia telah resisten terhadap sefalosporin generasi ketiga, antibiotik lini pertama untuk infeksi berat seperti sepsis dan kegagalan organ. 

Di wilayah Afrika, angka resistensinya bahkan melampaui 70 persen.

Antibiotik penting lain seperti karbapenem dan fluorokuinolon juga mulai kehilangan efektivitas terhadap sejumlah bakteri umum. 

Kondisi ini menyebabkan semakin sempitnya pilihan pengobatan, terutama bagi negara berpenghasilan rendah yang sulit mengakses antibiotik generasi terakhir.

Antibiotik Harus Digunakan Secara Bertanggung Jawab

Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, menegaskan bahwa situasi ini dapat mengguncang fondasi pengobatan modern.

“Resistensi antimikroba melampaui kemajuan dalam pengobatan modern, mengancam kesehatan keluarga di seluruh dunia,” ujarnya.

Baca juga: Pemantauan Antibiotik Harus Ekstra Ketat Cegah Resistensi Antimikroba 

“Kita harus menggunakan antibiotik secara bertanggung jawab, dan memastikan setiap orang memiliki akses terhadap obat yang tepat, diagnostik berkualitas, dan vaksin," tegasnya. 

WHO menekankan bahwa upaya pencegahan, deteksi dini, serta inovasi antibiotik generasi baru menjadi kunci utama untuk melawan ancaman ini.

Banyak Negara Belum Siap Hadapi Krisis Resistensi

Meski partisipasi negara dalam GLASS meningkat pesat, dari 25 negara pada 2016 menjadi 104 negara pada 2023, hampir setengahnya belum memiliki sistem pemantauan yang andal.

Sebanyak 48 persen negara bahkan belum melaporkan data AMR pada 2023.

WHO mendesak semua negara untuk meningkatkan kapasitas laboratorium dan pelaporan agar dapat memantau serta mengendalikan penyebaran resistensi antibiotik secara efektif.

Langkah ini sejalan dengan Deklarasi Politik tentang AMR yang diadopsi pada Majelis Umum PBB tahun 2024, yang menekankan kolaborasi lintas sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam pendekatan One Health.

Baca juga: Dampak Perang Seperti Laboratorium Tak Terkendali, Berpotensi Picu Wabah dan Resistensi Antibiotik

WHO menargetkan seluruh negara dapat melaporkan data berkualitas tinggi tentang AMR dan penggunaan antibiotik kepada GLASS pada tahun 2030.

Peningkatan mutu dan cakupan data diharapkan membantu negara-negara menyesuaikan kebijakan kesehatan dengan pola resistensi lokal.

Laporan lengkap WHO, termasuk peta interaktif dan profil setiap negara, dapat diakses melalui dasbor GLASS WHO.

Peringatan ini menjadi pengingat penting bagi dunia, penyalahgunaan antibiotik hari ini bisa berarti hilangnya nyawa di masa depan.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved