Jumat, 21 November 2025

Muncul Kasus Pertama H5N5 pada Manusia di AS, Bagaimana Risiko di Indonesia?

Temuan kasus H5N5 pada manusia langsung menjadi perhatian global, termasuk Indonesia, mengingat H5N5 belum pernah terdeteksi pada manusia sebelumnya.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Febri Prasetyo
Dokumen pribadi
PAKAR EPIDEMIOLOGI - Ahli epidemiologi Indonesia dan peneliti pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman. 
Ringkasan Berita:
  • Muncul kasus pertama manusia terinfeksi virus influenza burung H5N5.
  • Kasus ini langsung menjadi perhatian global karena H5N5 belum pernah terdeteksi pada manusia sebelumnya.
  • Ahli epidemiologi mengatakanr isiko masuknya H5N5 ke Indonesia tidak nol, tetapi relatif kecil.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dunia kesehatan kembali mendapat sinyal kewaspadaan setelah otoritas kesehatan Amerika Serikat (AS) melaporkan kasus pertama infeksi manusia oleh virus influenza burung H5N5.

Kasus ini dialami seorang pria lanjut usia dari Grays Harbor County, Washington. Ia kini dirawat dalam kondisi sakit parah. 

Temuan tersebut langsung menjadi perhatian global, termasuk Indonesia, mengingat H5N5 belum pernah terdeteksi pada manusia sebelumnya.

Ahli epidemiologi dan peneliti di Global Health Security, Dicky Budiman, menjelaskan bahwa kasus ini penting dicermati meski belum menunjukkan potensi pandemi.

“Ini adalah situasi yang serius tapi tidak potensi pandemi, belum ya menjadi potensi pandemi tapi harus disikapi serius,” kata Dicky dalam keterangannya, Rabu (19/11/2025). 

Kasus ini telah dikonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan setempat sebagai infeksi manusia pertama dengan subtipe H5N5 di dunia. 

Hingga kini penyelidikan menunjukkan bahwa tidak ada bukti penularan antarmanusia.

Risiko Dinilai Rendah, tetapi Kewaspadaan Harus Tinggi

Meski kasus masih tunggal, peluang mutasi virus tetap menjadi perhatian para ahli. 

Ketika virus avian influenza melompat ke manusia, virus berpotensi “belajar” dan beradaptasi pada inang baru.

“Setiap kali avian influenza subtipe baru melompat ke manusia termasuk H5N5 ini, maka virus itu berarti mendapat kesempatan bereksperimen dalam inang manusia, meningkatkan peluang akumulasi mutasi,” ujar Dicky.

Baca juga: Ahli Ingatkan Pentingnya Vaksinasi Influenza Rutin untuk Lindungi Anak dan Kelompok Rentan

Skenario tersebut menjadi dasar mengapa kasus ini harus ditanggapi dengan kewaspadaan penuh, meski belum menunjukkan pola penularan yang mengarah pada wabah.

Pelacakan kontak dan pemantauan terhadap orang-orang yang berinteraksi dengan pasien terus dilakukan oleh otoritas kesehatan AS. 

Hingga saat ini tidak ditemukan gejala atau kluster baru pada kontak dekat.

Berdasarkan analisis awal jejaring pendeteksian global, dugaan terbesar adalah paparan dari unggas domestik atau burung liar di sekitar lokasi pasien. 

Otoritas juga menyelidiki kemungkinan kematian unggas di sekitar tempat tinggal pasien.

“Jika ada clustering pada kontak dekat, itu tanda bahaya,” kata Dicky. Namun hingga kini, belum ada indikasi tersebut.

Potensi Dampak terhadap Indonesia

Apa artinya bagi Indonesia? Menurut Dicky, risiko masuknya H5N5 tidak nol, tetapi relatif kecil.

Ada beberapa faktor yang membuat Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan:

1. Posisi dalam jalur migrasi burung internasional (East Asian Australasian Flyway).

2. Kontak burung liar dengan unggas peliharaan, terutama di peternakan tradisional.

Baca juga: Waspadai Serangan Flu Burung pada Sapi Perah dan Kucing, Berikut Gejalanya

3. Pasar unggas hidup (wet market) yang masih banyak dan belum tertata.

4. Biosekuriti yang belum optimal di berbagai peternakan kecil.

Meski jarak Indonesia jauh dari Amerika Serikat, mobilitas burung dan perdagangan hewan tetap dapat membawa risiko.

Untuk mencegah potensi masuk atau penyebaran H5N5, penguatan sistem menjadi mutlak.

Beberapa rekomendasi Dicky antara lain sebagai berikut.

1. Penguatan pemantauan unggas dan lingkungan

Meliputi deteksi aktif di daerah pesisir, pasar unggas, peternakan rakyat, serta jalur migrasi burung air.

2. Peningkatan kapasitas laboratorium dan jalur pelaporan cepat

Termasuk kesiapan rumah sakit, pemetaan risiko, serta ketersediaan antiviral dan APD.

3. Edukasi peternak dan desa-desa peternakan

Biosekuriti harus diperketat, terutama memasuki musim hujan yang meningkatkan interaksi burung liar dan unggas domestik.

4. Koordinasi lintas sektor (One Health Approach)

Melibatkan Kemenkes, Kementan, KLHK, BMKG, hingga BNPB.

Musim hujan tidak meningkatkan penularan antarmanusia, tetapi dapat memengaruhi perilaku burung air dan unggas, sehingga peluang spillover ke unggas domestik bisa meningkat.

Dengan kepadatan peternakan unggas yang tinggi di Indonesia, kebersihan kandang, pemakaian alat pelindung diri (APD), dan manajemen jarak kandang dari permukiman perlu diperhatikan secara serius.

Dicky menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu panik.

“Saat ini belum ada atau tidak ada bukti transmisi efisien dari manusia ke manusia untuk H5N5,” tegasnya.

Meski demikian, setiap kasus zoonotik tetap perlu pemantauan ketat, termasuk pelaporan unggas mati mendadak, investigasi sumber paparan, hingga kesiapsiagaan lintas sektor.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved