Senin, 24 November 2025

Kemenkes Kirim Tim Investigasi ke Papua, Telusuri Kasus Ibu Hamil yang Meninggal karena Ditolak RS

Kemenkes RI menerjunkan tim ke Papua untuk melakukan investigasi atas kasus Irene Sokoy yang diduga meninggal karena tidak ditangani oleh RS.

Penulis: Rina A.P.R
Hindustan Times
IBU HAMIL MENINGGAL - Kemenkes RI menerjunkan tim ke Jayapura, Papua untuk melakukan investigasi atas kasus Irene Sokoy yang diduga meninggal karena tidak ditangani oleh RS. 
Ringkasan Berita:
  • Kasus yang menimpa Irene Sokoy yang diduga meninggal karena tidak ditangani oleh beberapa pasien rumah sakit mendapat sorotan. 
  • Irene Sokoy meninggal dunia bersama bayi dalam kandungannya karena dugaan penolakan oleh beberapa rumah sakit pada 17 November 2025.
  • Kemenkes RI menerjunkan tim ke Jayapura, Papua untuk melakukan investigasi atas kasus ini.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menerjunkan tim ke Jayapura, Papua untuk melakukan investigasi atas kasus almarhumah Irene Sokoy yang diduga meninggal karena tidak ditangani oleh beberapa pasien rumah sakit.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) Aji Muhawarman menyebut, jika terbukti melanggar maka RS yang bersangkutan terancam sanksi tegas.

Baca juga: Ragam Alasan 4 RS Tolak Irene Sokoy yang akan Melahirkan, Berujung Meninggal dengan Bayinya

Pasien yang merupakan warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, Jayapura ini meninggal dunia bersama bayi dalam kandungannya karena dugaan penolakan oleh beberapa rumah sakit pada 17 November 2025.

Kemenkes turut menyampaikan duka cita yang mendalam atas kasus Irene Sokoy.

“Kami turut berbelasungkawa dan menyayangkan insiden yang terjadi,” kata Aji kepada wartawan yang ditulis Senin (24/11/2025).

Aji mengatakan, pihaknya mengirimkan Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan ke Papua agar bersama Dinkes setempat melakukan investigasi kasus ini.

Merujuk pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin dalam berbagai kesempatan, Aji menegaskan, Menkes selalu mengingatkan RS tidak boleh menolak pasien dalam kondisi apapun.

RS harus bertindak profesional dengan mengutamakan keselamatan pasien dibanding masalah administrasi.

Penolakan pasien oleh RS merupakan pelanggaran UU Kesehatan yang dapat mengarah ke unsur pidana.

“Apabila ditemukan indikasi pelanggaran, pastinya akan ada sanksi tegas yang dikenakan untuk RS yang diduga menolak pasien,” tegas dia.

Baca juga: 3 Fakta Irene Sokoy, Ibu Hamil di Papua Tewas Diduga setelah Ditolak Sejumlah RS

Pendapat Pakar

Secara terpisah, pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menyatakan, RS memang perlu memberikan pertolongan kalau ada pasien yang datang.

Tetapi jika RS tahu kemampuan mereka terbatas, jika ditangani dulu maka bukan tidak mungkin bisa memakan waktu dan membahayakan pasien.

Sehingga pasien harus segera ditangani oleh RS yang punya kemampuan memadai.

Ia pun menyoroti, sistem rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan harus diatur dengan baik.

Jika satu RS tidak ada kemampuan memadai maka dengan sistem yang  baik akan segera diketahui RS memiliki fasilitas dan dokter yang mumpuni.

“Maka pasien dapat langsung di rujukan ke sana, tidak pindah berkali-kali sampai ada RS yg punya kemampuan medis menangani,” tegas dia.

Karena itu, selain membangun RS modern, pelayanan kesehatan primer juga sama pentingnya.

Bidan di desa dapat mendeteksi persalinan mana saja yang akan berisiko tinggi di desa wilayah kerjanya, dan sejak awal sudah akan dapat diantisipasi dan disiapkan bagaimana rujukan ke RS-nya.

Dikutip dari Tribunnews.com, kasus berawal saat Irene merasakan kontraksi sejak Minggu siang (16/11).

Keluarga membawanya dengan speedboat ke RSUD Yowari, Kabupaten Jayapura.

Irene dan keluarganya diduga ditolak oleh empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura karena tidak ada dokter yang bertugas atau proses rujukan yang lambat.

Irene dan bayinya meninggal dalam perjalanan menuju RSUD Dok II Jayapura setelah bolak-balik mencari penanganan.

Penjelasan Rumah Sakit

1.  RSUD Yowari

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, Maryen Braweri, menegaskan, penanganan terhadap pasien almarhumah Irene Sokoy telah dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku sebelum pasien dirujuk. 

Kepada wartawan, Maryen mengakui pelayanan dokter spesialis kandungan di RSUD Yowari saat ini hanya ditangani oleh satu dokter.

Sementara, seorang dokter sedang melanjutkan pendidikan dan baru akan kembali bertugas pada 2026. 

Pihak RSUD Yowari telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua dan diputuskan ada tim  diterjunkan untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini sebelum hasilnya dilaporkan kepada Gubernur Papua.

2.  RS Dian Harapan

Dikesempatan berbeda, Manajemen RS Dian Harapan (RSDH) Jayapura menegaskan bahwa mereka tidak pernah menolak pasien rujukan dari RSUD Yowari, seperti yang ramai diberitakan di media sosial.

 Sejak awal mereka telah menginformasikan kondisi layanan, termasuk dokter yang tidak tersedia, ruang perawatan yang penuh, serta NICU yang sudah terisi penuh, kepada petugas RSUD Yowari sebelum pasien tiba.

Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, pihak keluarga memutuskan melanjutkan rujukan ke rumah sakit lain. 

Dokter jaga RSDH kemudian menuliskan keterangan pada surat pengantar ambulans sebelum kembali menangani pasien darurat lainnya.

Manajemen RSDH menegaskan, seluruh prosedur telah dijalankan sesuai standar dan tidak ada unsur penolakan pasien. 

3.  RS Bhayangkara

Masih dikutip dari Tribunnews.com, Kepala RS Bhayangkara, AKBP Rommy Sebastian, menjelaskan pasien tiba di rumah sakit tanpa melalui Aplikasi Sistem Rujukan Terintegrasi.

Sementara sistem tersebut wajib digunakan oleh RSUD Yowari saat merujuk pasien.

Menurutnya, rujukan tanpa sistem tersebut berisiko karena rumah sakit tujuan tidak mengetahui kondisi medis lengkap pasien, termasuk diagnosis, obat yang dikonsumsi, serta tindakan yang sudah diberikan.

Pasien tersebut datang ke RS Bhayangkara setelah ditolak oleh RS Dian Harapan dan RSUD Abepura.

Rommy mengatakan, pihaknya menjadi RS yang satu-satunya yang memeriksa tanda vital ketika keluarga mendaftar.

Ia juga menjelaskan, pasien merupakan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Kelas 3 BPJS Kesehatan, yang menurut aturan tidak dapat naik kelas perawatan.

Karena ruang PBI penuh, petugas mengedukasi bahwa pasien yang dirawat di luar kelas tersebut akan masuk kategori pasien umum, bukan meminta biaya tambahan seperti yang dituduhkan.

Ia menegaskan, pihaknya sudah mengikuti peraturan pemerintah dan menjalankan SOP.

Hingga suami pasien memilih memindahkan pasien ke RSUD Jayapura.

Gubernur Papua Minta Maaf

Gubernur Papua Matius D Fakhiri menyampaikan permohonan maaf dan dukacita.

Dia mengatakan peristiwa itu menjadi contoh buruknya pelayanan medis di Papua.

ia berjanji akan mengevaluasi dan memastikan semua direktur rumah sakit yang berada di bawah Pemprov Papua akan diganti.

Dia juga menyebutkan banyak peralatan medis yang rusak karena diabaikan oleh para direktur.

"Hal ini sudah saya minta langsung ke Menteri Kesehatan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di rumah sakit yang ada di Provinsi Papua. Saya yakin ada sekat-sekat yang merusak pelayanan akan diperbaiki ini," ujarnya.

 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved