Minggu, 23 November 2025

Perusak Mental Remaja Berkedok Kritik: 5 Tanda Perilaku Gaslighting, Bukan Memberi Nasihat

Membedakan kritik membangun dengan tindakan gaslighting menjadi kemampuan penting untuk menjaga kesehatan mental.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
ChatGPT Plus
ILUSTRASI. 

Namun pada gaslighting, tidak ada arah pembahasan yang jelas dan tidak ada upaya memperbaiki situasi. Pembicaraan cenderung berakhir pada rasa bingung atau bersalah.

3. Apakah Disertai Data, Fakta, atau Penjelasan yang Jelas?

Dalam komunikasi yang membangun, pendapat biasanya dilengkapi contoh atau alasan yang masuk akal.

"Baiknya juga disertai dengan data atau faktor tertentu jadi remaja ini bisa mengerti dan memberikan gambaran," jelasnya. 

Contoh konkret dapat membantu remaja memahami perilaku apa yang perlu diperbaiki.

Sedangkan gaslighting tidak pernah dilengkapi penjelasan faktual. 

Tuduhan muncul tanpa bukti, sering bersifat sarkastis, dan tidak memberi ruang remaja untuk memahami konteks perilaku mereka.

4. Kenali Apakah Komentar Hanya Pelampiasan Emosi

Pada gaslighting, komentar yang muncul biasanya lebih bersifat pelampiasan, bukan komunikasi yang bertujuan memperbaiki hubungan.

 “Hanya obrolan yang sifatnya kritik hanya yang sarkas, dan penyelesaiannya pun tentu tidak ada ya. Karena hanya untuk seperti kalau orang bilang pelampiasan secara emosional, ada memfitnah, ada meneror," paparnya. 

Jika seseorang meluapkan emosi dengan menyalahkan, merendahkan, atau mengaburkan fakta, itu bukan kritik membangun.

Kritik yang sehat tidak dilakukan dalam keadaan penuh kemarahan atau niat mempermalukan.

5. Perhatikan Kondisi Emosional Remaja: Mengapa Mereka Rentan Terhadap Gaslighting

Remaja berada pada fase hidup yang penuh dinamika. Mereka sedang mencari jati diri, mengembangkan kemandirian, dan membangun batas pribadi.

“Iya, oke, jadi remaja itu kan ada di fase transisi antara anak-anak menuju ke dewasa. Di masa-masa ini secara kestabilan emosional memang belum matang,” ujar Hafizh.

Menurut teori psikososial Erikson, usia 12–18 tahun berada dalam fase krisis identitas. Pada periode ini, remaja:

  • Mulai mengenal lawan jenis. 
  • Mencari minat dan jati diri.
  • Banyak belajar dari lingkungan.
  • Membutuhkan privasi dan kemandirian.
  • Lebih nyaman dengan teman sebaya dibanding orang tua. 

Perubahan besar ini membuat mereka lebih mudah terpengaruh oleh komentar orang lain. 

Faktor lain yang berperan adalah kematangan emosional yang belum sempurna, ketidakterbukaan pada orang tua, serta idealisme yang tinggi.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved