Minggu, 24 Agustus 2025

Pemilu 2024

Berharap MK Putuskan Sistem Proporsional Terbuka, ICW: Potensi Korupsi Bakal Terjadi jika Tertutup

Menurut dia, jika sistem pemilu dilakukan dengan proporsional tertutup maka membuka potensi terjadinya praktik korupsi di politik.

Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan berharap, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memutuskan gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan mekanisme proporsional terbuka.

Kurnia lantas membeberkan kekhawatiran, jika nantinya MK memutuskan sebaliknya, atau mengabulkan gugatan yakni memberlakukan sistem pemilu dengan proporsional tertutup.

Menurut dia, jika sistem pemilu dilakukan dengan proporsional tertutup maka membuka potensi terjadinya praktik korupsi di politik.

"Tentu ICW berhadap putusan MK nanti tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Karena kami beranggapan, konsep proporsional tertutup justru akan berpotensi membuka praktik korupsi di internal parpol," kata Kurnia saat ditemui awak media usai aksi teatrikal di depan Kantor KPU RI, Minggu (28/5/2023).

Adapun bentuk praktik atau tindakan korupsi yang rentan terjadi di internal partai politik dengan sistem tersebut yakni, perihal perolehan nomor urut calon legislatif (caleg).

Menurut dia, dengan sistem tersebut, besar potensi para caleg untuk membeli nomor urut agar bisa ditempatkan di urutan yang diinginkan.

Hal itu didasari karena dalam mekanisme proporsional tertutup maka partai sendiri yang akan menentukan siapa calegnya untuk lolos menjadi anggota dewan.

Baca juga: Jika Hakim MK Putuskan Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Respons Gerindra

"Misalkan ada bacaleg yang ingin jadi caleg, dengan praktik selama ini mereka pasti berharap dapat nomor urut tertentu. Dan itu kami khawatir jika proporsional tertutup maka praktik korupsi di sana kian masif terjadi jika MK mengubah sistem proporsional terbuka ke tertutup," tutur dia.

Lebih jauh kata Kurnia, dengan mekanisme proporsional tertutup juga dapat memutuskan harapan masyarakat kepada caleg yang dipilihnya.

Sebab, caleg yang akan maju sebagai anggota dewan penentunya berada di tangan partai politik.

"Sudah pasti akan menjauhkan tali mandat antara masyarakat dan calon anggota legislatif. Itu yang kami lihat menjadi poin-poin krusial ketika nanti MK memutus proporsional tertutup," ucap dia.

Atas hal itu, dirinya berharap agar proses pemilu yang sudah berjalan seperti saat ini untuk diteruskan.

Namun kata dia, mengenai korupsi dalam mekanisme ini harus dideteksi sedini mungkin dengan melakukan pengetatan pengawasan.

"Jadi proses sudah berjalan, sebaiknya memang menggunakan proporsional terbuka. Tinggal persoalannya adalah aspek pengawasan yg diperketat jika kekhawatirannya marak politik uang," tukas dia.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi telah rampung menggelar sidang Uji Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem proporsional terbuka pada Selasa (23/5/2023).

Sidang dengan materi perkara nomor 114/PUU-XX/2022 tuntas dilaksanakan setelah mengagendakan keterangan pihak terkait Partai Nasdem dan Partai Garuda.

“Hari ini akan menjadi sidang terkahir,” ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra di persidangan, Selasa.

Dengan demikian, maka pihak terkait sudah tidak bisa lagi mengajukan saksi ahli untuk memberikan keterangan. Sebab MK telah menetapkan batas pengajuan ahli tersebut pada 18 April 2023 lalu.

Ia menambahkan jikapun ada permohonan keberatan dari pemohon, maka itu disampaikan dalam kesimpulan.

“Jadi ini perlu penegasan-penegasan terutama yang memungkinkan penambahan waktu, karena kita akan segera menyelesaikan permohonan ini,” katanya.

Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman mengatakan bahwa setelah persidangan hari ini, maka agenda selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak terkait.

Penyerahan tersebut diserahkan paling lambat 7 hari kerja usai sidang terakhir ini digelar.

Setelah tahapan tersebut selesai, Mahkamah akan menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan waktu menggelar sidang putusan sistem pemilu.

“Acara selanjutnya atau agenda selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak, termasuk pihak terkait.”

“Penyerahan kesimpulan paling lambat hari Rabu 31 Mei 2023 jam 11.00 WIB,” tuturnya.

Namun demikian, hingga sidang selesai dan ditutup pada sekira pukul 12.36 WIB, MK belum menyatakan kapan sidang putusan gugatan sistem pemilu ini akan dilaksanakan.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan