Berita Viral
Kepsek Ungkap Kondisi Terduga Pelaku Bully Siswa SMPN 19 Tangsel Tertekan, Minta Pindah Pesantren
Kepsek mengatakan, pihak sekolah dan dinas terkait fokus memberikan pendampingan psikologis kepada R dan memastikan hak belajarnya tetap terpenuhi.
Ringkasan Berita:
- Pihak sekolah dan dinas terkait fokus memberikan pendampingan psikologis kepada R dan memastikan hak belajarnya tetap terpenuhi
- Terduga pelaku sempat meminta untuk pindah sekolah dan masuk ke pesantren kepada guru yang mendampinginya
- Hak belajar terduga pelaku tetap dipenuhi dan untuk sementara, kegiatan belajar mengajarnya dilakukan secara daring menyesuaikan kondisi psikologisnya
TRIBUNNEWS.COM - Kepala SMP Negeri 19 Tangerang Selatan (Tangsel), Frida Tesalonik, mengungkapkan kondisi R (13), terduga pelaku bully atau perundungan terhadap teman sekelasnya, MH (13).
R sebelumnya diduga melakukan pembullyan terhadap MH hingga membuatnya dilarikan ke rumah sakit dan kemudian meninggal dunia pada Minggu (16/11/2025).
Sebelum meninggal, MH sempat mengaku kepada sang ibu bahwa kepalanya dibenturkan dan dipukul menggunakan kursi besi pada 21 Oktober 2025 lalu.
Korban juga mengaku sudah berulang kali dibully, terhitung sudah berbulan-bulan sejak masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) pada pertengahan Juli 2025.
Kini, kasus kematian MH itu dalam penyelidikan jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tangsel dan sudah ada enam saksi yang diperiksa oleh penyelidik.
Usai kejadian tersebut, foto R kemudian tersebar dan viral di media sosial hingga membuat kondisi psikologisnya tertekan.
Hal tersebut terungkap setelah pihak sekolah mendatangi rumah keluarga R untuk meninjau kondisi psikologis dan kebutuhan pendidikan R.
Frida mengatakan, pihak sekolah dan dinas terkait pun fokus memberikan pendampingan psikologis kepada R dan memastikan hak belajarnya tetap terpenuhi.
“Kondisinya juga lagi tertekan dan kami tidak ingin membebani dia dulu dalam waktu dekat ini,” ujar Frida saat ditemui di Serpong, Tangsel, Selasa (18/11/2025), dikutip dari TribunJakarta.com.
Frida juga menyampaikan bahwa R sempat meminta untuk pindah sekolah dan masuk ke pesantren kepada guru yang mendampinginya.
Namun, kata Frida, langkah tersebut belum bisa dilakukan karena kasus ini masih dalam proses penyelidikan.
Baca juga: Tragedi Bullying Siswa SMP di Tangsel, MUI Serukan Pendidikan Berbasis Nilai Moral dan Agama
“Terus juga ada keinginan kalau dia mau masuk pesantren. Tapi itu baru ngomong ke guru, saya belum menggali lebih jauh dan sambil menunggu keputusan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia),” ucap Frida.
Sementara dari keluarga R, Frida mengatakan belum ada permintaan khusus terkait tindak lanjut kasus tersebut.
Frida menjelaskan, untuk saat ini, fokus utama pihak sekolah adalah memastikan bahwa kondisi emosional dan proses belajar R tetap terfasilitasi.
“Belum ada permintaan apa-apa karena kami masih memastikan kondisi anaknya dulu,” kata Frida.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangsel juga menyebut bahwa R mendapatkan pendampingan psikologis dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3KB), Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Satgas, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Kepala Dinas Pendidikan Tangsel, Deden Deni menjelaskan, pendampingan ini diberikan karena R dinilai mengalami tekanan akibat sorotan publik.
“Kondisinya itu dia dalam tekanan juga. Dia kemarin sudah didampingi DP3KB dan UPTD Satgas dan UPTD PPA, memberikan pendampingan secara psikologis untuk R,” katanya.
Deden pun menekankan, hak belajar R tetap harus dipenuhi dan untuk sementara, kegiatan belajar mengajarnya dilakukan secara daring menyesuaikan kondisi psikologisnya.
“Anak dikasih pilihan mau sekolah atau enggak, karena kondisinya masih dalam tekanan jadi secara online,” ujar Deden.
Kepsek Bantah Sekolah Tak Peduli
Setelah kejadian ini, Frida membantah sekolah tidak peduli terhadap kasus pembullyan ini.
Dia mengatakan, pihak sekolah aktif mengikuti perkembangan kondisi korban sejak awal.
“Kami datang ke rumah almarhum, juga ke Rumah Sakit Fatmawati. Kami berkali-kali menanyakan kondisi Hisyam. Guru dan beberapa siswa juga ikut menjenguk,” ucap Frida, Selasa, dikutip dari TribunTangerang.com.
Dia menegaskan bahwa pihaknya pasti akan berbenah setelah kejadian pembullyan ini dan memastikan sekolah telah menjalankan SOP, termasuk membuat surat pernyataan tanggung jawab dari pihak Rifki, serta melaporkan seluruh proses kepada Dinas Pendidikan.
“Pendidikan itu harus selalu diperbarui. Kami evaluasi agar kejadian seperti ini tidak terulang, meskipun kami belum tahu kronologi sebenarnya,” ujarnya.
Sementara terkait pemanggilan pihak Polres Tangsel, Frida menegaskan bahwa sekolah bersikap kooperatif.
“Saya sudah memenuhi panggilan pada hari Senin. Guru dan wali kelas juga. Tidak ada masalah, kami kooperatif,” katanya.
Ketika ditanya apakah ada laporan perundungan lain, Frida menegaskan tidak ada laporan yang diterima.
Pihak sekolah pun berharap peristiwa ini menjadi pembelajaran besar.
“Harapannya sekolah ini semakin baik. Banyak pembelajaran bagi anak-anak, guru, dan kami sebagai kepala sekolah,” ujarnya.
Saat ini, kata Frida, pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada penyidik Polres Tangsel.
“Kami memberikan ruang bagi penyidik. Kami menunggu hasilnya, semoga ada titik terang,” ucapnya.
Cerita Ibu Korban
Ibunda MH, Y (38), sebelumnya mengungkap penderitaan bully yang dialami oleh anaknya tersebut, yakni telah dialami sejak MPLS pada Juni 2025 lalu.
"Pertama kali itu awalnya pas MPLS. Awal dari MPLS udah kena juga dia, ditabokin sampai tiga kali," ujar Y saat ditemui Kompas.com di Serpong, Tangsel, Senin (10/11/2025).
"Sering ditusukin sama sedotan tangannya. Kalau lagi belajar, ditendang lengannya. Asal nulis ditendang, sama punggungnya itu dipukul," sambung dia.
Y mengatakan, tindakan yang diduga bullying itu terus berlanjut hingga Oktober 2025 dan puncak kejadian pada Senin, 20 Oktober 2025, saat anaknya mengaku dipukuli oleh orang yang sama dengan kursi besi hingga mengalami benjol di bagian kepalanya.
Namun, korban tidak langsung bercerita kepada keluarga karena takut, apalagi kondisi Y yang saat itu baru saja pulang dari ICU karena harus rawat jalan.
"Dia enggak langsung bilang karena hari itu saya juga habis keluar dari ruang ICU, dia takut," kata Y.
Korban baru mengakui yang dialaminya itu pada Selasa, 21 Oktober 2025, setelah sang ibu melihat gerak gerik MH yang aneh.
Y mengatakan, korban sering linglung saat berjalan, bahkan ia melihat ada yang aneh pada gerak gerik matanya.
Karena itu, Y kemudian berusaha menggali peristiwa pembullyan yang sebenarnya, sampai akhirnya sang anak terbuka bercerita.
"Saya mikir, kok dijedotin tapi ada di tengah ubun-ubun gitu. Terus dia bilang, 'bukan dijedotin mah tapi dipukul pakai bangku', bangku yang kursi sekolah besi itu," kata Y saat menceritakan pengakuan anaknya.
Kaget mendengar pernyataan sang anak, Y langsung mengadukan hal tersebut ke pihak sekolah.
Pihak keluarga korban pun sudah bertemu dengan keluarga pelaku dan kesepakatan sempat didapat bahwa biaya pengobatan korban akan ditanggung.
Namun, pada prosesnya, saat MH masih dirawat di RSUP Fatmawati, keluarga pelaku lepas tangan.
"Awalnya pihak pelaku mau tanggung jawab penuh. Tapi waktu korban dibawa ke RS Fatmawati, keluarga pelaku malah lepas tangan, sampai nyuruh orang tua korban cari pinjaman uang sendiri,” kata RF (29), kakak sepupu korban.
Saat di rumah sakit, terduga pelaku diketahui sempat menjenguk korban sekali, tepat sebelum MH dipindahkan ke ruang ICU.
MH diketahui mulai dirawat sejak 9 November 2025. Namun, kondisinya semakin memburuk sehingga dipindahkan ke ruang ICU pada 10 November 2025, sebelum akhirnya meninggal pada Minggu (16/11/2025).
(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunJakarta.com/Dewi Kartika) (TribunTangerang.com/Ikhwana) (Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.