Inspektorat Jenderal Kemendikbud Bakal Dampingi Pelaksanaan Program Organisasi Penggerak
Itjen Kemendikbud telah merampungkan evaluasi terhadap Program Organisasi Penggerak yang Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Adi Suhendi
"Kemendikbud bersama BPKP melakukan reviu terhadap Program Organisasi Penggerak sebagaimana yang telah disampaikan Kemendikbud kepada publik," ujar Chatarina saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Jumat (13/11/2020).
Dalam hasil reviunya, Itjen Kemendikbud menyoroti pemilihan organisasi masyarakat pelaksana swakelola (SMERU) yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur Pengadaan Barang dan Jasa.
Dalam kesimpulannya, Itjen Kemendikbud menyebut Yayasan SMERU sebagai pelaksana swakelola tidak memenuhi persyaratan mengenai laporan keuangan audited.
Baca juga: Kemendikbud: Lulusan SMA yang Diserap Perguruan Tinggi Baru 38 Persen
Selain itu, Itjen Kemendikbud menemukan dugaan konflik kepentingan pada tim pengawas yang berkaitan dengan jabatan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
"Tim Pengawas swakelola memiliki conflict of interest berkaitan dengan jabatannya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)," sebut Chatarina dalam suratnya.
Berikut hasil kesimpulan dari reviu Itjen Kemendikbud:
1. Pemilihan organisasi masyarakat pelaksana swakelola (SMERU) tidak sesuai dengan prosedur Pengadaan Barang dan Jasa.
2. Yayasan SMERU sebagai pelaksana swakelola tidak memenuhi persyaratan mengenai laporan keuangan audited.
Baca juga: Kemendikbud Gelontorkan Insentif Rp500 Miliar ke Kampus Negeri dan Swasta Lewat Competitive Fund
3. Tim Persiapan tidak menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diwajibkan salam Surat Keputusan Tim Persiapan.
4. Tim Pengawas swakelola memiliki conflict of interest berkaitan dengan jabatannya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
5. Perbedaan kriteria dan istilah dalam penentuan kategori proposal, antara yang dipublikasikan dengan yang ada pada Peraturan Sekretaris Jenderal (Persesjen Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Program Organisasi Penggerak untuk Peningkatan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan).
6. Indikator penilaian proposal tidak sesuai dengan kriteria kategori Organisasi Masyarakat penerima bantuan POP.
7. Kurangnya independensi tim evaluasi teknis substansi.
8. Sebagai kriteria penilaian evaluasi teknis substantif memiliki sifat bias (prasangka) yang tinggi.
9. Bobot penilaian kategori Gajah dan Kijang tidak sesuai dengan persyaratan program.
10. Hasil penilaian beberapa proposal yang menjadi atensi publik dinilai lemah.
11. Rasio guru dan tenaga kependidikan per sekolah dari proposal yang lolos verifikasi belum ideal.
12. Adanya risiko pencapaian tujuan POP.
13. Ditjen GTK juga tidak memberitahukan adanya koreksi (penurunan) kategori atas 13 proposal pasa saat pengumuman hasil evaluasi.