Hindari Tumpang Tindih Aturan, Pemerintah Usulkan Pemerkosaan dan Aborsi Tak Masuk RUU TPKS
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej pastikan tidak ada tumpang tindih dalam RUU TPKS.
Penulis:
Milani Resti Dilanggi
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan tidak akan ada tumpang tindih dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Pria yang akrab disapa Eddy ini mengusulkan agar pengaturan mengenai pemerkosaan dan aborsi tidak diatur dalam RUU TPKS.
Lantaran kedua hal tersebut sudah diatur dalam revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Hal tersebut disampaiakan Eddy dalam rapat panitia kerja Badan Legislasi DPR, Kamis (31/3/2022).

Baca juga: Pemerintah dan DPR Akan Buat Parameter Pelecehan Seksual Non-Fisik dalam RUU TPKS
Baca juga: Ketua Badan Legislasi DPR Jawab soal RUU TPKS yang Terlalu Lama Disahkan
"Saya mampu meyakinkan, satu ini (RUU TPKS) tidak akan pernah tumpang tindih dengan RUU KUHP karena kita membuat matriks ketika kita akan menyusun RUU TPKS ini,"
"Dan khusus memang mengenai pemerkosaan itu sudah diatur rinci di dalam RUU KUHP,"
"Pemaksaan itu kan berarti tanpa persetujuan. Nah, di dalam RUU KUHP itu adalah perempuan yang tanpa persetujuannya, kemudian dilakukan pengguguran janin dan lain sebagainya masuk dalam konteks tindak pidana," kata Eddy sebagaimana dilansir Kompas.com, Jumat (1/4/2022).
Eddy juga mengatakan, saat ini proses RUU KUHP sudah mendapatkan persetujuan tingkat pertama.
Baca juga: Pembahasan RUU TPKS Akan Dilakukan Badan Legislasi DPR
Meskipun bejalan alot, diketahui revisi RUU KUHP juga akan dituntaskann pada tahun ini.
RUU tersebut, menurut Eddy juga sudah rinci dalam mengatur soal pemerkosaan dan aborsi.
Mengenai pemerkosaan dalam RUU KUHP diatur pada Pasal 245.
Sedangkan mengenai aturan aborsi telah diatur dalam Pasal 469 RUU KUHP.
Pelecehan Seksual Non-Fisik dalam RUU TPKS

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Eddy juga menjelaskan adanya pasal yang mengatur soal pelecehan non fisik dalam RUU TPKS.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 5 draft RUU tersebut.
Dalam pengaturannya pelaku dapat pidana penjara paling lama sembilan bulan dan/atau denda paling banyak Rp10 juta.
Eddy mengatakan pelecehan non fisik, merupakan delik aduan.
"Ini namanya subjektif delik. Jadi betul-betul perasaan subjektivitas seseorang tetapi tidak bisa sembarang orang melapor. Itu kita batasi dan kita bungkus bahwa ini delik aduan," kata Eddy, Selasa (29/3/2022).
Baca juga: Dalam Rapat Paripurna DPR, Politisi NasDem Minta RUU TPKS Segera Ditindaklanjuti
Baca juga: Ketua Badan Legislasi DPR Jawab soal RUU TPKS yang Terlalu Lama Disahkan
Sebagai informasi, Daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TPKS dari pemerintah berjumlah 588.
Terdiri dari 167 pasal tetap, 68 redaksional, 31 reposisi, 202 substansi, dan 120 substansi baru.
Keseluruhan DIM ini terangkum di dalam 12 bab dan 81 pasal.
Adapun dalam draft RUU dari DPR, ada lima jenis kekerasan yang dimuat.
Yakni pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, dan penyiksaan seksual.
Adapun pemerintah menambahkan pasal perbudakan seksual dan perkawinan paksa.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Reza Deni)