Rabu, 27 Agustus 2025

Pemilu 2024

PPATK Endus Indikasi Praktik TPPU Dana Pemilu, Rahmat Bagja: Bawaslu Tugasnya Pada Dana Kampanye

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja merespons temuan PPATK soal adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan pemilu.

Tribunnews.com/Naufal Lanten
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja merespons temuan PPATK soal adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan pemilu. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja merespons temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan pemilu.

Menurut Rahmat Bagja tugas Bawaslu terkait pengawasan dana kampanye bakal dimulai pada 28 November 2023.

"Kemudian ada dana yang kemudian disinyalir akan ke Pemilu dari usaha-usaha ilegal. Masalahnya Bawaslu itu tugasnya pada dana kampanye. Tahapan kampanye belum dimulai. Tahapan kampanye dimulai 28 November 2023," kata Bagja pada Diskusi Kedai Kopi: OTW 2024 bertajuk Setahun Jelang Pemilu, Mata Rakyat Tertuju ke KPU dan Bawaslu, dii Erian Hotel, Gondangdia, Jakarta, Minggu (19/2/2023).

Ketua Bawaslu menyarankan PPATK berkoordinasi dengan pihak kepolisian hingga KPK.

"Nah sekarang siapa? Inikan area yang seharusnya bertuan. Yang seharusnya dilakukan PPATK koordinasi dengan kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Tiga lembaga penegak hukum bisa kemudian melakukan cek terhadap informasi yang disampaikan PPATK. Ini yang harus dilakukan. Bukan di bawaslu tapi penegak hukum lainnya," jelasnya.

Baca juga: Jangan Hanya Lempar Isu, PPATK Didesak Buka Data Transaksi Mencurigakan Pendanaan Pemilu 2024

Rahmat Bagja menegaskan begitu masuk kampanye, baru menjadi kewenangan Bawaslu.

"Karena seluruh laporan pidana pemilu itu harus melalui pintu Bawaslu. Ini yang saya kira didorong mahasiswa. Demokrasi ini harus berjalan dengan baik. Ada kepastian hukum, kepastian hukum di Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 bahwa negara ini berdasarkan hukum. Kita enggak bisa kemudian keluar dari itu," katanya.

Rahmat Bagja melanjutkan ada dua rezim yang sekarang masih jadi persoalan.

Pemilu masih dibagi dalam dua Undang-Undang. Satu UU Pemilu, satu lagi UU Pilkada.

Baca juga: PPATK Temukan Triliunan ’Uang Kotor’ Jadi Modal Pemilu, Digunakan Politikus Secara Personal

"Penegakan hukumnya juga berbeda antara pemilu dan pilkada. Ini pekerjaan rumah ke depan untuk kemudian harus ada revisi besar tentang pemilu dan pilkada. Sanksinya, prosedurnya secara tidak diskriminatif," katanya.

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan pemilu.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunggu adanya laporan tersebut.

“Akan cek dulu apakah sudah diserahkan ke KPK, dan tentunya KPK akan menganalisis lebih lanjut sesuai kewenangan sebagai bagian pendalaman informasi dan data dimaksud,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (15/2/2023).

Baca juga: PPATK Temukan Triliunan ’Uang Kotor’ Jadi Modal Pemilu, Digunakan Politikus Secara Personal

Lebih lanjut, Ali mengatakan kewenangan KPK dalam menangani pidana pencucian uang harus bermula tindak pidana korupsi, suap, maupun gratifikasi.

“Kewenangan KPK menangani TPPU secara aturan bila tindak pidana asalnya korupsi, suap dan gratifikasi” jelas Ali.

Namun, bila pencucian uang berasal dari pidana lain seperti ilegal fishing, mining, ataupun logging akan menjadi kewenangan penegak hukum lainnya.

Sebelumnya, PPATK mendeteksi adanya indikasi praktik TPPU dalam proses pendanaan pemilu.

Adapun indikasi tersebut terjadi di pemilu sebelumnya.

"Kita menemukan ada beberapa memang indikasi ke situ dan faktanya memang ada. Nah, itu kita koordinasikan terus dengan teman-teman dari KPU-Bawaslu," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Adapun indikasi TPPU itu, dikatakan Ivan, terjadi di berbagai tingkatan proses pemilu, di antaranya pemilihan legislatif (pileg) hingga pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Tidak di dalam satu segmen tertentu, ya mau kepala daerah tingkat 1 tingkat 2 sampai seterusnya," kata dia.

Namun, Ivan mengakui belum bisa membeberkan jumlah aliran dana yang terindikasi sebagai TPPU di proses pemilu tersebut.

"Pokoknya besar ya, pidana asalnya triliunan, karena terkait dengan banyak tindak pidana kan, terkait dengan sumber daya alam. Kalau masuk ke orang-orang tertentu yang kita duga sebagai political person itu ya ada, banyak juga. Saya tidak bisa sebutkan," tandas Ivan.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan