Pemilu 2024
Komnas HAM Ungkap Pemerintah dan KPU, Dua Pihak Paling Potensi Langgar HAM saat Pemilu
pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu merupakan pihak yang paling berpotensi melanggar HAM saat Pemilu.
Penulis:
Rizki Sandi Saputra
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu merupakan pihak yang paling berpotensi melanggar HAM saat Pemilu.
Demikian keterangan itu disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah yang menyebut dasar keduanya berpotensi melanggar HAM karena pemerintah dan KPU memiliki peran besar dalam Pemilu.
"Dua pihak bisa berpotensi menjadi pelanggar hak konstitusional warga negara," kata Anis saat ditemui awak media di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (12/5/2023).
Adapun pihak-pihak yang potensi dilanggar konstitusinya saat pemilu yakni kelompok rentan.
Dimana dalam pemantauan Komnas HAM ada sekitar 16 kelompok masyarakat.
Kelompok rentan yang dimaksud di antaranya adalah disabilitas, tahanan, narapidana, pekerja migran, pekerja rumah tangga (PRT), masyarakat perbatasan dan masyarakat adat.
Tak hanya itu, ada juga beberapa kelompok minoritas dari segi agama, lansia, LGBTQ, orang dengan HIV Aids (ODHA), pengungsi, tunawisma, perempuan, orang dengan disabilitas mental (ODDM), termasuk, pemilih pemula.
Atas kondisi ini, Komnas HAM meminta kepada Pemerintah dan KPU untuk memperhatikan kondisi tersebut.
"Pemerintah sebagai duty barrier pemilik kewajiban untuk memenuhi hak pilih warga negara menyediakan data, memastikan identitas penduduknya itu terpenuhi," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Komnas HAM yang lain yakni Saurlin Siagian mengatakan, aparat penegak hukum (APH) juga memiliki potensi melanggar HAM.
Terutama, jika ditemukan adanya tindakan gangguan dalam konteks mengganggu plihan masyarakat.
"Satu lagi pelanggaran HAM yang sifatnya memang tindakan langsung. Bukan pembiaran, melakukan, nah itu bisa jadi dalam konteks mengganggu pilihan-pilihan," tukas dia.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, golongan LGBT menjadi salah satu kelompok yang paling rentan mengalami politisasi pada momen Pemilu.
Tak hanya itu, Komnas HAM juga menilai, kelompok LGBT menjadi rentan dilecehkan saat mendatangi tempat pemilihan suara (TPS).
Hal itu sebagaimana temuan Komnas HAM terkait nasib kelompok rentan saat Pemilu yang dilakukan pada April hingga Mei 2023.
Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi menyampaikan salah satu temuan itu terjadi di Kota Medan, Sumatera Utara.
Kondisi itu didasari karena kata dia, adanya pimpinan daerah di Medan yang menyatakan secara terbuka kalau Medan merupakan kota bebas dari LGBT.
"Teman-teman LGBT merasa semakin insecure karena ada pernyataan dari pimpinan daerahnya yang menyatakan bahwa kota medan sebagai bebas LGBT," kata Pramono saat menyampaikan hasil temuannya di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (12/5/2023).
Menurut dia, adanya seruan tersebut membuat para golongan LGBT merasa malu dan berkecil hati ketika datang ke TPS saat memilih.
Baca juga: Komnas HAM Ungkap Tingginya Potensi Politik Uang pada Pemilu Terjadi di Wilayah Perbatasan
Terlebih kata Pramono, bukan tidak mungkin para golongan LGBT mendapat umpatan-umpatan dari masyarakat saat menuju TPS.
"Ini membuat teman-teman semakin insecure nanti untuk datang ke TPS. Bahwa mereka didata ok, tetapi untuk datang ke TPS itu mereka semakin merasa ter-discourage," jelas Pramono.
Selain itu, Pramono berpandangan kelompok LGBT juga rentan dipolitisasi oleh calon legislatif (caleg) atau partai politik saat masa kampanye, salah satunya yakni seruan untuk menolak atau mendukung kelompok tersebut.
"Mereka rentan menjadi korban politisasi. Jadi ada misalnya caleg-caleg atau partai-partai yang misalnya menyatakan 'kami anti LGBT, kita akan memberantas LGBT'," sebut Pramono.
Komisioner Komnas HAM yang lain yakni Saurlin Siagian menyatakan, kondisi serupa juga terjadi di Surabaya, Jawa Timur dan beberapa kota lainnya.
Temuan Komnas HAM, kelompok LGBT merasa dilecehkan ketika datang ke TPS karena kerap dipandang sinis.
Bahkan dirinya menilai kalau kondisi tersebut merupakan hal yang melecehkan suatu kelompok.
"Itu dianggap pelecehan juga. Kita harus memahami itu sebagi pelecehan jika mereka merasa dilecehkan," sebut dia.
Atas hal itu , pemerintah termasuk penyelenggara pemilu yakni KPU harus memberikan perhatian khusus terkait temuannya itu.
"Saya kira itu terkait secara masif dan membutuhkan perhatian khusus dari bukan hanya KPU tapi juga pemerintah," tegas Saurlin.
Pemilu 2024
Dilaporkan Terkait Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, KPU Disebut Langgar Lima Pasal Peraturan DKPP |
---|
Ketua KPU Klaim Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024 Tak Menyalahi Aturan dan Telah Diaudit BPK |
---|
KPU Akui Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, Klaim Demi Efektivitas Pengawasan |
---|
Komisi II DPR RI Ungkap Pernah Ingatkan KPU Soal Penggunaan Private Jet: Tidak Pantas Itu |
---|
Komisi II DPR Minta KPU Kooperatif Terkait Dugaan Penyalahgunaan Private JetĀ |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.